Rabu, 30 Januari 2013

Partitur Eksaminadus CPNS Lebak: Sukwan Tercabik!

Partitur Eksaminadus CPNS Lebak:
Sukwan Tercabik!

Lebak. Tanah mungil anggun ayu mempesona, penuh estetika daya tarik, disanjung disayang dan dibanggakan beratusribu penghuninya. Penuh ketakjuban. Lebak menyandang nama besar penentang gigih budaya feodal, monopoli, diktator, penindasan, kemiskinan, dan perbudakan. Bangsawan asing, Dowess Dekker alias Multatuli. Manusia berjiwa besar intelek, sosialis, familier, dan ternama walau sedikit paranoid pada wanita muda. Ia sosok bijak yang mempunyai duli besar pada nasib kaum melarat, jelata, dan tertindas dimasanya. Kisah sejati para pejuang heroik, menghardik mengusir penjajah dan mengusir kebatilan di tanah Lebak tercinta. Lebak banyak menorehkan kisah sejati bertintakan emas dimasa kejayaan lampau.
Lebak yang luas dan tanah gembur subur berbukit gunung. Dengan segala kandungan sumber alam yang melimpah ruah, keberagaman budaya dengan segenap keunikannya yang memukau para petualang. Budaya suku Baduy yang berjentik cantik lentik dan adaptif. Amat menakjubkan! Keberagaman biota hutan lindung yang menghias paras, kepakan sayap camar-camar di atas debur ombak pantai selatan Lebak. Kota kecil Cikotok, penghasil berjuta ton emas tiap tahunnya bertengger hingga beberapa dasawarsa. Pelambang kemakmuran. Lebak memang patut diacungi jempol.
Di atas adalah sisi lain nafas kehidupan, partitur kejayaan Lebak dimasa lampau. Lebak kini adalah kecarut marutan dengan segala ekspresi pengecut berlarut, yang larut dalam situ ketidakjujuran dan pembiasan. Lebak berparas kusut memilukan penuh iba. Sirna soko guru yang patut ditiru dan digugu, panutan si kecil jelata dan lemah. Lebak dulu bagai Situ Tamansari yang anggun dan indah, dengan air yang jernih dan tenang, taman bunga yang tetata apik bersih. Taman kelana kasih kupu-kupu dan sang kumbang. Menyejukkan khalbu. Sayang. Situ Tamansari itu kini dihuni sang Raja Baya yang berkulit jas, berekor dasi dan doyan berburu logam mulia dibelantara ruang dan petak situ dengan telunjuk berbahan besi mentah yang dibuat mendadak di ruang kota dewan.
Lebak berparas kusut dengan segala kecarut marutan baju barunya. Tergambar jelas. Kala cermin baru berfigura logam mulia berkadar 99,99% bermerk CPNS 2004, dan berkulitas nasional, telah terpampang ditiap toko milik tikus si Raja Tengkulak. Iklan niaga dan pamflet telah tebarkan penjualan cermin yang bias didapatkan di toko pusat apaun di cabang. Cermin ini mudah anda miliki segera, syarat mudah, caranya gampang dengan diskon disesuaikan. Penjual dan pembeli segera negosiasi cari sepakat cocokkan harga. Bila semuanya sudah beres dan pass! Maka kwitansi SK segera akan ditandatangani, mudah bukan?
Antrean panjang calon pembeli ibarat semut yang beruntai. Sang calo dengan gesit tawarkan jasa meliuk-liuk bagai ular berbisa yang meliuk diantara intaian buaya rakus dan kerumunan singa yang lapar. Suhu kehidupan naik, udara kota kian panas. Raja pemda duduk di kursi dinas, di ruang pribadi yang panas seraya mengibaskan kipas bercorak bunga rupiah. Kursi dewan kota kerap kosong ditinggal sang juragan pemilik yang sibuk bernegosiasi, guna memudahkan pembagian job deskrftion. Panitia dan pejabat berwenang, sibuk ditugaskan mencari peminat sebanyak yang disuka. Bahkan sesekali boleh promosi dengan sensasi “Bagi pendaftar calon guru yang putra daerah dan telah lama mengabdi sebagai GTT akan didahulukan dan diprioritaskan”.
Bagai macan kehausan. Pejabat pusat penuh loyal sempat memantau ceremony test CPNS 2004, biar mudah kasak-kusuk mengatur porsi penjualan, sekaligus mengecek barang dan stok barang yang masih tersedia termasuk jumlah barang yang telah terjual dengan cash. Serombongan pengawal sang raja datang, dengan dada membusung bidang berkalung KTP (Komisi Transparansi), bersenjatakan independen dengan prisai standar yang biasa ia jalankan bermerk 252. Semuanya termangu dan diam saat sebuh kado disodorkan pada mereka. “semuanya bisa dikendalikan” setengah berbisik, sambil berlalu membawa kado hadiah untuk pasukannya.
Tanpa sadar sukwan Lebak telah tercabik retorik estetik sang pejabat berwenang. Sukwan dan pendaftar umum hanya ajang simulasi guna sensasi pematuhan administrasi yang diwajibkan sang jenderal pusat. Pembagian porsi, penjatahan, tawar menawar harga dan adu tender. Semuanya telah usai di balik layar kaca cabaret disisi kelambu ruang, bahkan di Lobi, di Villa Mawar, di atas meja kursi pribadi, hingga di tengah kebun, petak sawah dan lading blukar. Semuanya berjalan lancer sesuai dengan skema tanpa menyimpang dari petunjuk semula. Beres, lunas, pas dan tentunya menguntungkan. Tinggal sesi paling akhir, yaitu menunggu hasil undian yang masih diolah dan pengumuman bias diundur sampai pada waktu tertentu.
Pengumuman datang dengan tiba-tiba pada waktu yang tak pernah terjadwal sesuai skejul. Bukti dan kenyataan hanya menyodorkan kuku tajamnya yang mengoyak dan mencabik pengabdian sukwan bertahun lumutan, matahari pun tergadai. Nama sukwan akan ditulis di atas lontar dan akan terbawa angin yang berbaris dipagihari dan menembus batas cakrawala.
Jika telah menempuh segala syarat yang tertera pada iklan dan pamflet yang menempel di dinding-dinding gang terselubung. “Segelas kopi mursid pun sudah cukup menghilangkan lapar dahaga, saat jam istirahat di sekolah” gumam sukwan lirih, berkawan meja dan kuris bisu dengan pandangan yang lepas jauh sambil berkaca pada alam yang damai, hingga terlelap dalam bunga mimpi tak berujung.


*  Diangkat dari pengalaman pribadi seorang sahabat penulis.

By
Laki2 Blukar (azhad)

Tidak ada komentar: