Selasa, 29 Juni 2021

Tugas Individu Calon Guru Penggerak - Modul 1.4 Aksi Nyata

Tugas Individu Calon Guru Penggerak

PGP Angkatan 2 Kabupaten Lebak - Mulyadi Sugiansar, S.Pd. – 1.4 Aksi Nyata

 

1. Latar Belakang

Kesadaran akan penerapan disiplin masih berdasarkan motivasi ekstrinsik, dimana pembiasaan positif yang diterapkan bukan disiplin positif, namun masih menganut reward dan punishment. Komunikasi yang dibangun masih satu arah, peran atau kontrol guru belum sampai pada tahap manajer melainkan sebagai hakim bagi murid. Bagaimana mendisiplinkan peserta didik bermula dari kesadaran, dan menumbuhkan motivasi intrinsik. Bagiamana disiplin dan budaya poisitif yang sudah ada dan menonjol dapat tumbuh dan berkembang menjadi karakter semua warga sekolah. Bagaimana Budaya positif di sekolah yang harus dikembangkan guru untuk mewujudkan karakter atau profil pelajar Pancasila. Serta bagaimana efektifitas komunikasi dua arah yang diciptakan dapat membantu menumbuhkan kesadaran murid agar menjadi pribadi yang berempati dan berbudaya disiplin positif

 

2. Deskripsi Aksi Nyata

Dalam menciptakan budaya ajar yang baik, budaya positif di sekolah tidak berdiri sendiri. Karena dibutuhkan sinergitas antar semua pemangku kepentingan di sekolah dalam pembiasaan-pembiasaan positif yang diterapkan. Pembiasaan positif yang akan membudaya dan berakar. Sehingga budaya tersebut dapat menjadi suatu kekuatan unuk menerapkan disiplin positif sekolah. Mengapa harus disiplin positif, karena semua aturan-aturan yang diterapkan ditujukan untuk melahirkan mental-mental disiplin yang berdasarkan kesadaran individunya. Budaya positif lahir karena semua pemangku kepentingan sadar akan pentingnya taat terhadap sebuah aturan. Taat bukan karena ada konsekuensi dibalik semua itu, tapi pembiasaan bermula dari dalam diri. Mulai dari diri yang merupakan ciri dari motivasi intrinsik dimana karakter disiplin yang kuat akan terbentuk.

Penerapan budaya positif seperti religius, disiplin dan toleransi antar sesama dikaitkan dengan nilai-nilai pofil pelajar Pancasila yaitu: Beriman dan bertakwa pada Tuhan YME, kemandirian, bernalar kritis, kreatif, bersifat kebhinekaan dan bergotong royong. Dimana nilai-nilai itu akan menjadi dasar pembiasaan positif. Ketika pembiasaan yang dimaksud menjadi karakter maka akan mudah mencetak generasi pelajar Pancasila yang berempati dan kritis yang memiliki daya saing global dengan kreatifitas tanpa batas namun tetap mengusung kebhinekaan dan gotong royong sesama.

Dalam terwujudnya Visi sekolah pada modul dan aksi nyata sebelumnya, erat kaitannya bagaimana seluruh pemangku kepentingan dalam hal ini seluruh warga sekolah bersinergi saling menguatkan dan menumbuhkan karakter positif melalui pembiasaan-pembiasaan positif. Jika pembiasaan sudah menjadi membudaya, dan menjadi karakter individunya dalam sebuah institusi sekolah maka akan dengan mudahnya visi sekolah diciptakan. Begitu juga materi pada modul sebelumnya dimana nilai-nilai dan peran guru yaitu pembelajaran berpusat pada murid, dengan kolaborasi, refleksi, guru akan mudah berinovasi dan kemandirian belajar menjadi sebuah keniscayaan jika karakter guru nya kuat. Mengapa harus berpusat pada murid, karena sesuai dengan refleksi filosofi pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara bahwa pembelajaran dengan sistem among. Guru sebagai fasilitator di depan menjadi contoh, ditengah sebagai penyemangat dan di belakang menjadi pendorong demi majunya sebuah Pendidikan yang bermula dan berpusat pada kebutuhan murid.

Peran guru penggerak dalam menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dan peserta didik dalam membangun budaya positif yaitu dengan menguatkan apa yang sudah menjadi budaya dan iklim baik di sekolah. Memunculkan kekuatan, dan menyamarkan yang hal-hal yang bersifat stagnan. Sehingga yang diharapkan semua bergerak untuk menuju perubahan yang signifikan. Dengan berkolaborasi membentuk karakter baik dan menerapkan disiplin positif yang akan menjadi budaya sekolah. Dengan memulainya dari kelas, mulai dengan murid yang diajar, mulai dengan mata pelajaran yang diampu.

Bagaimana menumbuhkan budaya positif di kelas, sehingga menjadi budaya positif di sekolah dan menjadi visi sekolah?. Kelas adalah miniatur dari sekolah, dan sekolah adalah miniatur dari bangsa. Bangsa yang berbudi pekerti baik serta berdisiplin positif bermula dari bangku-bangku di sekolah. Sehingga bagaimana menumbuhkan budaya positif adalah bermula dari kegiatan belajar mengajar di kelas dan upaya guru berinteraksi dengan murid.

Bagaimana menyentuh individu-individu agar berkarakter positif, bisa diawali dengan menciptakan iklim komunikasi dua arah. Membangun komunikasi dua arah, adalah cara efektif mengetahui harapan-harapan dari seorang murid terhadap proses pembelajaran yang dia peroleh dan impikan. Pentingnya mengetahui harapan dan impian murid adalah salah satu Tindakan reflektif dalam proses pembelajaran serta penerapan nilai dan peran guru.

Komunikasi dua arah juga memberikan kesempatan murid bertanya, dengan pembiasaan bertanya disinilah awal mula karakter bernalar kritis akan terbentuk. Komunikasi dua arah juga akan menimbulkan percaya diri pada murid karena merasa dihargai dan didengarkan. Ketika murid memiliki aspirasi dan dapat mengeluarkan pendapatnya itu merupakan suatu apresiasi luar biasa bagi sebuah interaksi guru dan murid. Membangun kercayaan diri murid adalah sangat penting karena dengan kepercayaan diri akan muncul empati. Ketika empati dan karakter lain seperti bernalar kritis muncul sebagai akibat dari sebuah interaksi disitulah akan muncul kreatifitas dan inovasi-inovasi murid. Sehingga karakter dan budaya positif akan dengan sendirinya muncul berawal dari pembiasaan positif di kelas.

Strategi yang dapat dilakukan untuk menerapkan budaya positif di sekolah dengan memanfaatkan sumber yang dimiliki, diantaranya mengaktifkan kegiatan literasi sekolah, sehingga akan berpengaruh pada pola dan kebiasaan dalam belajar. Menerapkan dan membiasakan komunikasi dua arah pada seluruh warga sekolah. Dampak yang ingin dilihat adalah kesadaran berdisiplin positif dan membangun budaya positif dimanapun murid berada. Berawal dari peran guru membudayakan disiplin positif dengan mengubah paradigma disiplin menjadi disiplin positif.

Budaya positif yang sudah ada di sekolah kami selain 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun) plus Ikhlas, juga motto SEMI (Semangat dan Ikhlas) yang menguatkan untuk selalu bersinergi, berkolaborasi dan religius. Dimana program-program di semua lini dapat dijalankan serta terintegrasi dan membentuk kebiasaan positif.

Linimasa tindakan yang akan dilakukan

1.      Sosialisasi Budaya positif kepada semua pemangku kepentingan di sekolah

2.      Membiasakan komunikasi dua arah antar pemangku kepentingan dalam rangka membangun budaya positif di kelas dan di sekolah

3.      Memfasilitasi kesepakatan kelas dan kesepakatan aturan sekolah

4.      Merefleksi kegiatan dalam rangka membudayakan kebiasaan positif di sekolah

 

Aksi nyata kali ini dalam rangka menumbuhkembangkan budaya positif yang sudah ada disekolah. Mengajak semua pemangku kepentingan untuk senantiasa melestarikan dan menjaga hal-hal baik dan positif agar terus mengakar dan menyeluruh ke semua warga sekolah. Terutama mengimbaskan di kalangan murid atau peserta didik dengan motivasi dan dukungan guru pengampu mata pelajaran. Serta bimbingan walli kelas dalam apresiasi budaya positif dalam dan antar anggota kelas.

Untuk menerapkan pembiasaan budaya positif diperlukan komunikasi dua arah antar pemangku kepentingan, karena konsekuensi bersama terhadap sebuah aturan dalam rangka penerapan disiplin positif tidak akan berhasil tanpa kesadaran penuh dari masing-masing individu. Untuk itu diperlukan kesepakatan bersama di dalam kelas jika lingkupnya guru mata pelajaran dalam satu kelas. Jika kesepakatan dalam satu sekolah, berlaku untuk semua pemangku kepentingan di sekolah.

Kontrak belajar, begitu kami biasanya menyebut kesepakatan kelas. Biasanya kami menyepakati kontrak belajar setiap awal pertemua perdana, yaitu awal tahun pelajaran. Berbeda dengan tahun ini, dimana kondisi pandemik memaksa kami untuk belajar dari rumah dalam jaringan. Maka kesepakatan kelas kami evaluasi di akhir pembelajaran, dan meninjau ulang bagaimana kesepakatan kelas kami susun Kembali.

Langkah pertama dalam menyusun kesepakatan kelas yaitu memberikan pertanyaan pemantik, dimana dalam pertanyaan itu akan muncul harapan-harapan yang diimpikan peserta didik dalam proses pembelajaran. Karena masih dalam masa pandemik, pertanyaan diberikan hanya kepada siswa yang menjadi Pengurus OSIS dan LPK (lembaga perwakilan Kelas) yang disampaikan secara tatap muka dalam waktu yang telah disepakati bersama untuk berkumpul di sekolah. Setelah semuanya memyampaikan keinginan dan harapannya, maka semua harapan direkap tanggapannya, dikelompokkan berdasarkan jenis jawaban, kemudian di tulis dalam papan tulis dan hasilnya disampaikan pada semua peserta didik melalui Pengurus OSISI dan LPK masing-masing.

Hasil tanggapan itu yang akan direspon kembali oleh peserta didik yang akan menjadi draft kesepakatan kelas. Peserta didik merespon, guru sebagai kontrol kelas mengarahkan bagaimana agar keinginan-keinginan yang mereka tuangkan dalam kesepaktan kelas. Tentunya dengan bekerja sama menentukan kesepakatan kelas, agar memudahkan semua yang terlibat dalam pelaksanaannya.

 

3. Hasil dari Aksi Nyata

Feedback dari siswa dan semua pemangku kepentingan di sekolah, kepala sekolah, guru, peserta didik, orangtua, komite dan semua tenaga kependidikan, serta semua warga di lingkungan sekitar sekolah. Tantangan dalam menerapkan budaya positif, adalah menghadapi murid yang notabene nya di usia remaja, pra dewasa. Yaitu di jenjang SMP dimana karakter sudah banyak terbentuk dan terpoles berdasarkan pengalaman belajar mereka di jenjang sebelumnya, Sehingga keberagaman karakter di jenjang SMP sangat kentara, bergantung dari latar belakang keluarga, background sekolah sebelumnya, dan bahkan pengaruh sosial lingkungan masyarakat disekitarnya. Karena pada jenjang SMP sangat dimungkinkan peserta didik datang dari segala penjuru domisili.

Heterogenitas pada peserta didik tersebut yang menjadikan karakter dan pembiasaan positif yang beragam untuk kemudian di blended membentuk kebiasaan positif sekolah dengan tetap menonjolkan hal-hal positif yang sudah ada.

Respon peserta didik tentu saja merasa senang dan apresiatif, mereka bersemangat melakukan perubahan aturan-aturan kelas. Bersemangat untuk menyepakati draft kesepakatan karena motivasi intrinsik untuk menjadi lebih baik. Tantangannya adalah ketika ada suara-suara sumbang yang enggan memberikan suara, dan tidak mengisi formulir atau angketnya. Ada juga yang tidak memberikan respon tanggapan meski terhadap respon antar teman. Barangkali yang tidak memberikan suaranya masih bingung, tapi ada yang hanya merespon tanggapan temannya saja. Tantangannya lagi adalah mengontrol kelas agar kondusif fokus dalam kegiatan positif di satu sisi mendengar hal-hal lain dari peserta didik yang kesemuanya harus disaring Kembali.

 

4.  Pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan

Proses kegiatan aksi nyata ini belum seratus persen terlaksana sesuai dengan rancangan karena terbentur dengan agenda dan kelender Pendidikan dimana pada masa bulan target pelaksanaan aksi nyata adalah diwaktu libur.

Jika budaya positif terlaksana dengan baik, hal baik yang akan muncul adalah ditandai dengan kebiasaan komunikasi dua arah antar semua pemangku kepentingan. Rencana yang awalnya sekolah akan mulai dibuka, ternyata sekolah masih harus menggunakan sistem Tatap Muka Terbatas (TMT) karena masih adanya pandemik covid -19 masih tinggi. Sehingga rencana tindakan aksi nyata tidak sesuai seratus persen dengan rancangan dan fakta yg dihadapi. Jadi proses sosialisasi dan pemberian feedback serta pembiasaan positif dilakukan dengan keterbatasan melalui efektifitas pengurus OSIS. Walau sharing dan kolaborasi tidak bisa terlaksana dengan baik hanya mendapatkan feedback berupa keinginan buan dari tiap kelas tetapi melalui OSISI dan Lembaga Perwakilan Kelas, aksi nyata ini sedikit banyaknya mendapatkan masukan dari guru-guru yang memberikan aspirasi nya melalui komunikasi yang disebar melalui WAG.

 

5.  Rencana Perbaikan untuk pelaksanaan di masa mendatang

Rancangan aksi nyata ini akan diteruskan untuk menyambut tahun ajaran baru, kolaborasi membuat kesepakatan kelas yang berpusat pada murid dengan beberapa konten atau isi berisi aspirasi peserta didik. Tahapan refleksi akhir semester akan dijadikan acuan pelaksanaan pembelajaran di semester berikutnya. Dengan mengagendakan kegiatan sharing dan kolaborasi Bersama antar guru mata pelajaran, walaupun dalam WAG.

Mengagendakan untuk mensosialisasikan budaya positif kepada semua pemangku kepentingan. Mengimbaskan disiplin positif pada peserta didik, dan membiasakan selalu komunikasi dua arah dengan peserta didik. Pembiasaan meminta aspirasi dari peserta didik. Dan membiasakan memberi apresiasi terhadap kemajuan dan perkembangan peserta didik atas pencapaiannya membudayakan budaya positif.

Perubahan yang akan dilakukan, mulai dari diri sendiri membudayakan 5 S, dan menerapkan kedisiplinan dengan cara berkomunikasi dengan siswa secara dua arah. Menerima dan memberikan aspirasi murid merdeka dalam menentukan daftar kesepakatan belajar bersama. Dengan kontrol guru, semua menyepakati poin-poin kesepakatan dan di tandatangani oleh masing-masing. Melakukan refleksi bersama atas kesepakatan yang diberlakukan. Perubahan yang diharapkan akan dirasakan, mampu berempati kepada siswa, karena lebih banyak mendengar daripada menginstruksikan, lebih banyak menerima aspirasi ketimbang arahan-arahan yang tidak efektif.

 

6. Dokumentasi

Proses dan hasil pelaksanaan berupa foto-foto






Senin, 28 Juni 2021

Elborasi Pemahaman_Menerapkan Prinsip Budaya Positif

Elborasi Pemahaman_Menerapkan Prinsip Budaya Positif

Modul 1.4.a.8.

Oleh
Mulyadi Sugiansar, S.Pd.
CGP Angkatan 2 Kab. Lebak, Banten
Ketika belajar di kelas

 Setelah melakukan refleksi dan bertanya jawab bersama instruktur, Anda diminta mendiskusikan studi kasus berikut ini berdasarkan pengalaman antar CGP.

“Anda adalah guru penggerak yang sudah membangun Budaya Positif di kelas. Hal ini dapat dilihat dari perubahan interaksi antara guru dan murid yang melibatkan dan memahami kebutuhan murid. Guru yang menerapkan kesepakatan kelas dan menggunakan kalimat positif dalam berinteraksi dengan murid, sehingga murid tumbuh menjadi pribadi yang kritis dan mandiri. Akan tetapi, di kelas lain masih ada guru yang memakai hukuman kepada murid agar murid patuh terhadap perintah gurunya, sehingga murid cenderung pasif dan tidak berani mengemukakan pendapat. Anda menjadi resah dan ingin mengajak guru tersebut untuk menerapkan Budaya Positif di kelas. Bagaimana cara yang efektif untuk mengajak guru tersebut untuk menerapkan Budaya Positif di kelasnya?” 

Saat di lapangan atau saat di kehidupan sehari-hari yang kita alami, tentu saja sebagai CGP -saya akan selalu berusaha melakukan yang terbaik. Baik dalam hal pembelajaran yang berfilosofi pada pandangan KHD, menerapka nilai dan peran guru, memahami BAGJA dan Inkuiri Apresiatif juga menumbuhkan dan membangun budaya positif di sekolah pada umumnya dan di kelas saya pada khususnya.  Sebagai guru kita harus memahami 5 kontrol guru yang memang menjadi pagar dan koridor kita dalam pelaksanaan pembelajaran. Namun  terkadang, tidak semuanya bisa berjalan dengan lancer. Selalu ada saja kendala yang kita jumpai. Namun itu tidak meyurutkan langkah saya nuntuk melakukan perubahan

Hasil diskusi antara temanteman dan instruktur tadi akhinya membantu pemecahan dan solusi untuk saya dalam menghadai rekan yang belum berusaha mengembangkan budaya positif dan malah selalu menghukum hingga anak merasa patuh hanya karena takut.

Hal pertama yang saya lakukan  jika menjumpai teman yang seperti itu adalah :
1.      Saya akan mengajak rekan tersebut berbincabg dan mengobrol
2.      Saya akan membagi ilmu yang saya punya dan yang saya dapatkan dari Pendidikan  ini.
3.    Mengajarkan secara tidak memaksa dan menanamkan arti diri kita sebagai guru  dan kodrat anak yang sesuai zamannya.
4.      Menyampaikan 5 kontol guru, perlu apam tidak dan bagaimana tindak lanjutnya.
5.    Mendiskusikan bagaimana solkusi yang terbaik untuyk anak dan diri kita sebagai guru, agar 
     tercipta pembelajaran yang menyenagkan.
6.   Membermikan pandangan yang luas dan berkolaborasi dengan mengajaksemua aspek dalam hal pembelajaran dan memwujudkanu visi sekolah

Memang, tidak ada yang mudah untuk dilakukan. Namun, bukan berarti kita harus diam saja dan masa bodoh. Semua memangb harus penuh keyaklinan dan kesabaramn. Kuncinya hanya satu, sabar dan percaya.. Ingatlah, kita akan memetik buah dari kesabaran tersebut.


Modul 1.2.a.10 Berbagi Aksi Nyata

https://drive.google.com/file/d/1KvsOMaLHCoZxy2KvDyAtufohWA6i6qRk/view?usp=sharing