Kamis, 17 Oktober 2013

Sejarah Singkat Desa Citorek Tengah


BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
1.1 Letak Geografis
Desa Citorek Tengah dengan luas 2.222 hektar merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Lebak bagian selatan. Citorek termasuk wilayah Kecamatan Cibeber (Warung Banten-Cikotok).  Jarak Desa Citorek Tengah dengan kota Kecamatan sekitar 30 Km. Melalui jalan lama arah selatan, dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan baik motor atau pun mobil dengan kondisi jalan yang amat parah dan tidak terawat. Untuk bisa sampai di kota Kabupaten (Rangkasbitung) melalui jalur selatan, maka jarak yang harus ditempuh sekitas 180 Km. Hal ini cukup sulit dan melelahkan. Jarak wewengkon Citorek dengan kota Kabupaten Lebak melalui jalur utara sekitar 50 Km, dengan kondisi jalan yang cukup baik yang memungkinkan penggunanya dapat menelusuri jalan ini menuju Citorek dengan nyaman.
Secara geogerafis Desa Citorek Tengah di sebelah timur berbatasan dengan Desa Citorek Timur dan Desa Citorek Sabrang, sebelah barat berbatasan dengan Desa Citorek Barat. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Citorek Kidul (Ciusul). Sebelah utara berbatasan dengan Desa Cirompang Kecamatan Sobang tepatnya di batasi oleh urat pegunungan Kendeng. Wilayah Citorek di bagian selatan, untuk dapat tembus langsung menuju arah kota Kecamatan harus melewati wilayah pegunungan Luhur yang kondisinya masih sangat lebat serta kondisi jalan yang tidak layak.
Desa Citorek Tengah termasuk salah satu desa yang ada di wilayah Wewengkon Citorek. Menurut perbatasan para karuhun Citorek, bagian barat dibatasi oleh Muara Cimerak, bagian utara dibatasi oleh Gunung Kendeng, bagian selatan dibatasi oleh Pasir Soge dan bagai timur berbatasan langsung dengan Gunung Sampit di dalam wilayah Taman Nasional Gunung Halimun.
Secara umum Wewengkon Citorek dikelilingi oleh pegunungan dan Citorek menyerupai sebuah lembah, dengan letaknya yang strategis di atas tanah yang datar serta luas yang dilingkari pegungan tinggi. Kondisi Tofografis Wewengkon Citorek, ketinggian 501-1000 meter lebih serta dataran tinggi Gunung Sanggabuana dan puncak Pegunungan Halimun, yang letaknya mengelilingi Citorek. Suhu udara di Citorek antara 24,5 – 28,8 oC. Sebagai wilayah tropis Citorek mempunyai curah hujan dengan kisaran 4000-6000 mm / tahun. Pada musim hujan, mulai Oktober sampai April, hampir dapat dipastikan terjadi hujan lebat setiap hari.. sementara pada musim kemarau, mulai Mei sampai September  biasanya hujan turun setelah siang hari, tapi selama enam sampai tujuh hari berikutnya kering.   
Tingkat kesuburan tanah berkisar antara subur dan sedang. Tanah tersebut sebagian besar diolah untuk lahan pertanian khususnya tanaman padi, baik Sawah ataupun ladang yang masing-masing diolah secara  tradisional. Cara pengolahan tradisional ini sudah merupakan cara yang di pakai secara turun-temurun. Dampak negatif dari pengolahan semacam ini menimbulkan banyak lahan kritis, yang sering menyebabkan terjadinya bencana banjir dan longsor di daerah hulu sungai.Jenis tanah yang terdapat di Wewengkon Citorek berupa tanah pedsolik merah, kuning, tanah regional, tanah andosal coklat, latosol coklat, asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan, asosiasi latosol coklat dan regosol kelabu.  
Potensi yang dimiliki Wewengkon Citorek berupa jenis metalik mineral, yakni emas, perak, perunggu, dan biji besi. Sedangkan untuk potensi jenis non metik di Citorek hingga kini masih belum diketahui dengan pasti, seperti minyak bumi, batu gampung, andesit, zeolit, dan batu hias.

1.2 Penggunaan Lahan
Dari luas Desa Citorek Tengah 2.222 hektar rincian penggunaan lahan sebagai berikut:
a. Pemukiman/perkampungan      : 11%
b. Sawah                                      : 41%
c. Ladang dan tegalan                 : 20% 
d. Kehutanan/perkebunan           : 15%
e. Lain-lain                                   : 14%

1.3 Penduduk
Penduduk di Desa Citorek Tengah sebanyak 5.405 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 2.620 dan perempuan 2.785 jiwa. Tingkat pertumbuhan rata-rata 8% per tahun. Menurut kelompok umur, dari sejumlah  penduduk tersebut terdiri dari 0-14 tahun sebanyak 1.310 jiwa, 15-64 tahun sebanyak 3.590 jiwa, dan 65 tahun ke atas sebanyak 505 Jiwa.
Penduduk Desa Citorek Tengah terkonsentrasi di Kp. Naga 1 27%, Kp. Naga 2 (hilir) 23%, Kp. Cicurug 28%, dan Kp. Cinutug dan Kp. Cimapag 22% dengan tingkat kepadatan 210 jiwa /Km2. angka kelahiran (CBR) 3% dan angka fasilitas sebesar 5%%. struktur mata pencaharian terdiri dari pedagang 18 %, petani 66 %,  jasa 4 %, PNS (Pegawai Negeri Sipil) 2 %

1.4 Pendidikan
1) Lembaga Pendidikan Formal
Jumlah Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3 (tiga), dengan jumlah   tenaga pengajar PNS (Pegawai Negeri Sipil) hanya 8 (delapan) orang dan tenaga honorer sebanyak 33 (tiga puluh tiga) orang. Jumlah Lembaga Pendidikan SMP hanya 1 (satu) lembaga, dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 22 (dua pulub dua). Lembaga Pendidikan SMA Negeri telah dibuka pada tahun ajaran 2004/2005, yang saat itu berstatus Kelas Jauh (Filial SMAN I Cibeber) dengan tenaga pengajar masih sama dengan SMPN 3 Cibeber. Namun pada April 2011 telah dinyatakan sebagai sekolah mandiri dengan status SMAN 2 Cibeber.
Kondisi bangunan sebagai sarana pendidikan saat ini banyak yang tidak layak. Banyak bangunan yang telah rusak parah bahkan hancur yang masih digunakan sebagai tempat proeses belajar mengajar. Kondisi tersebut menuntut perhatian dan penganan yang serius pemerintah, bauk Pemerintah Daerah/Kabupaten, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Pusat agar pembangunan sumber daya manusia makin maju dan mampu menjawab tantangan diera globalisasi dan informasi saat ini.  
2) Lembaga Pendidikan Non Formal
Jumlah Lembaga Pendidikan Non Formal seperti Pondok Pesantren Salfi mencapai 14 (empat belas) Pondok Pesantren dengan jumlah santri keseluruhan mencapai 700 (tujuh ratus) orang. Masing-masing Pondok Pesantren telah memilki Majlis Ta’lim dengan jumlah jema’ah Majlis rata-rata 30 s.d 70 orang/minggu. 
Pada uraian poin (a) dan poin (b) setidaknya memberikan gambaran kepada kita bahwa tingkat pendidikan Masyaraka Desa Citorek Tengah cukup baik. jika menilik hal tersebut maka tugas kita saat ini adalah bagaimana solusi terbaik agar pendidikan formal dan non formal seperti di atas dapat berkembang lebih pesat. Hal ini cukup penting karena dalam teori lingkungan atitudinal, sikap dan prilaku masyarakat dalam menerima inovasi adalah hal penting dalam proses pembangunan. Idealnya pendidikan harus mampu menumbuhkan inner will atau pemberdayaan dalam masyarakat.
Peningkatan dan pengembangan pendidikan baik formal atau pun non formal merupakan suatu keharusan. Hal ini cukup beralasan, sebab segala bentuk kemajuan di era globalisasi dan informasi dapat terjawab apabila sumber daya manusia telah siap diberbagai bidang. Sumber daya manusia akan mampu menjawab segala tantangan jaman  apabila memang telah disiapkan menghadapinya. Tentu saja, untuk menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni akan berakar pada penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.

1.5 Tingkat Pendidikan Masyarakat
Mayoritas masyarakat di Wewengkon Citorek sekita 60 % tamatan Sekolah Dasar (SD),  15 % tamatan SMP, 15  % tamatan SMU atau yang sederajat, dan 10 % tamatan Diploma dan Sarjana dari berbagai disiplin ilmu. Tiap tahun jumlah masyarakat Citorek yang melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi baik Negeri maupun Swasta selalu meningkat, bahkan banyak diantaranya yang mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi yang cukup Bonavid.
Sejau ini masyarakat Wewengkon Citorek menyambut segala bentuk kemajuan dibidang pendidikan  makin antusias. Dari waktu-kewaktu masyarakat makin sadar akan penting dan perlunya memiliki pendidikan. Tentu hal ini merupakan bentuk kemajuan berfikir masyarakat yang makin mengalami kemajuan dan paradigma baru, menuju kemajuan berfikir tanpa mengesampingkan segala bentuk warisan Nenek Moyang yang masih layak dipertahankan sebagai Ciri Manusia yang berbudaya.

1.6 Perekonomian
Mayoritas mata pencaharian masyarakat adalah bertani (bukan buruh tani). Untuk memenuhi kebutuhan hidup baik sandang dan pangan mayarakat secara umum mengandalkan hasil pertanian khususnya pertanian di bidang padi (sawah) yang hanya dipanin untuk satu tahun sekali. Selain itu ada juga masyarakat yang berprofesi dagang atau pun kegiatan ekonomi lainnya. Hingga saat ini padi sebagai hasil tani merupakan prioritas utama untuk kehidupan masyarakat Citorek dan merupakan komoditi unggul.
Kegiatan ekonomi tidak begitu berkembang secara pesat, hal ini dapat dimaklumi mengingat sarana pusat kegiatan ekonomi rakyat (pasar) belum tersedia. Untuk dapat memasarkan hasil bertani sawah dan lading seperti padi, jagung dan sayuran pun masih sulit. Hal ini berkaitan dengan sarana  transportasi tidak begitu memadai terutama jalur selatan menuju kota Kecamatan yang hingga kini belum ada realisasi pembangunan atau perbaikan.
Dari hal di atas dapat disimpulkan, bahwasannya taraf kemampuan ekonomi masyarakat dapat dibagi menjadi tiga fase, yakni masyarakat mampu 30%, masyarakat cukup mampu 40 %, kurang mampu dan di bawah garis kemiskinan mencapai 30%. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya lapangan kerja yang dapat membuka jalan ekonomi masyarakat.

1.7 Kesehatan
Saat ini fungsi dan keberadaan Pustu sudah tidak begitu banyak membantu. Karena luas wilayah dan banyaknya penduduk, maka untuk Wewengkon Citorek sudah selayaknya mendapat pelayanan dari Puskesmas Induk. Maka dari hal ini Pemerintah hendaknya segera mengambil langkah dengan segera mendirikan Puskesmas Induk di Citorek. Dari tahun ke tahun jumlah kematian akibat melahirkan terus bertambah, karena tidak tersedianya segala peralatan di Puskesmas Pembantu dan tenaga medis pun sangat terbatas.

1.8 Pemuda dan Olahraga
Pemuda adalah tulang punggung negara dan harus mampu menjadi kendaraan bagi aspirasi rakyat dengan cepat, tepat dan tentunya penuh tanggung jawab dan kejujuran. Kondisi saat ini pemuda mempunyai peranan cukup penting, yakni sebagai inspirator dan traspormator dalam proses hidup berbangsa dan bernegara.
Pola generasi muda akan sesuai dengan harapan di atas apabila pemerintah mempunyai keberpihakan terhadap pemberdayaan generasi muda. Saat ini generasi muda Desa Citorek Tengah merupakan pemuda-pemuda yang penuh dan kaya dengan potensi baik keolahrgaan maupun potensi wira Swasta. Terbukti dengan banyak pemuda yang mampu kreatif dan terampil.
Kegiatan keolahragaan cukup banyak kemajuan. Masyarak telah banyak yang mengeluti kegiatan olahraga seperti Sepak Bola, Volley Ball, Tenis Meja, Bulu Tangkis, Catur, dan lain-lain. Kegiatan olahraga yang paling banyak peminat diantaranya Sepak Bola, Volley Ball, Bulu Tangkis, dan Tenis Meja. Untuk semua jenis olahraga ini, setiap tahunnya selalu berjalan kegiatan kompetisi. Walau pun dengan segala sana dan prasarana yang pasa-pasan. Memang secara bakat dan minat kegiatan keolahragaan merupakan potensi yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah, mengingat banyak bibit-bibit atlet dengan segudang potensinya yang dapat dibina menjadi atlet yang professional sebagai duta untuk mampu membangkitka citra Daerah, baik secara nasional bahkan tingkat internasional.  

1.9 Keagamaan
Penduduk 100% memeluk agama Islam. Mulai dari anak-anak hingga orang tua senantiasa aktif di Pondok dan Majlis Ta’lim belajar dan dan memperdalam ilmu agama. Rutinitas masyarakat sehari-harinya selain bertani adalah pengajian, pengajian ibu-ibu, pngajian bapak-bapak, dan pengajian pemuda.
Untuk anak-anak usia 5 –10 tahun hanya 1% yang belum bisa baca tulis AlQur’an. Mayoritas masyarakat telah mampu membaca dan menulis Al-Qur’an. Kondisi seperti ini cukup menjadi tolok ukur bagi kemajuan Wilayah Citorek Khususnya dan umumnya bagi Kabupaten Lebak dalam bidang keagamaan. Citorek banyak menghasilkan Qori dan Qoriah yang handal yang dapat diandalkan untuk bersaing dengan Qori dan Qoriah daerah lainnya. Banyak putra- putri Citorek yang memilki suara indah dan merdu dalam membaca Al-Qur’an dan berpotensi menjadi Qori terbaik. Dari tingkat Daerah hingga tingkat Internasional.
Tinggal saat ini bagaimana tanggung jawab kita semua untuk senantiasa membangun dan memajukan kegamaan sebagai salah satu bagian kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masyarakat madani yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. 

1.10 Pertanian, Perkebunan, dan Kerajinan Tangan
Secara umum  masyarakat berprofesi petani. Pertanian dikelola secara tradisional dan menggunakan sistem adat yang seudah lama dipertahankan secara turn temurun hingga saat ini. Dari pola tani tradisional ini banyak mengundang berbagai lembaga penelitian baik dalam maupun luar negeri, yang sengaja meneliti pola dan hasil bertani tradisional di Citorek khususnya tanaman padi yang manurut lembaga BCCred, perlu dipertahankan karena dari pola bertani yang biasa dilakukan di Citorek ramah lingkungan dan hasil yang terbukti dapat menjadi percontohan daerah lain untuk menghasilkan padi yang unggul.
Bertani padi merupakan pertanian yang diprioritaskan oleh masyarakat. Dari segi pengolahan hingga cara panen khusus untuk Wilyah Citorek mempunyai ciri khas tersendiri yang telah di akui oleh dunia melalui lembaga peneletian ilmiah sebagai warisan cagar budaya yang harus dipertahankan. Untuk pertanian padi Citorek telah mampu membudidayakan tanaman padi dengan cara tradisional dan telah teruji dalam waktu yang lama secara turun-temurun. Hingga kini Citorek memilki 148 jenis varietas padi.  Selain hal itu Wewengkon Citorek merupakan daerah penghasil gula aren yang berpotensi membuka peluang pasar. Hasil pertanian secara rinci sebagai berikut; Beras Ketan Hitam, Beras merah, Beras Ketan Bogor, Beras Putih, dan lain-lain.
Banyak penduduk yang memiliki keterampilan dalam menghasilkan kerajinan tangan. Bahkan banyak anak muda dan anak usia sekolah SMP yang telah kretaif menghasilkan kerajinan tangan yang bermutu. Wewengkon Citorek menghasilkan anyaman tudung (khas Citorek), kaneron, kaneron konyonyod, sapu ijuk, sapu awis, boboko(bakul), sair, tolok, dan lain-lain yang sudah biasa dipasarkan keluar daerah, namun belum maksimal. Hal ini berkaitan dengan tersedianya modal yang sangat terbatas yang dimiliki.
Perkebunan di Citorek tidak bergitu berkembang secara pesat seperti pertanian sawah. Hal ini bersangkutan erat dengan bibit tanaman perkebunan yang tidak tersedia. Perkebunan hanya sebatas bibit kayu albasia, itu pun masih sulit untuk memasarkan. Hingga saat ini belum ada perkebunan yang khusus menghasilkan komoditi unggul seperti sirih, teh, kapol, jagung, dan lain-lain yang dapat membuka peluang pasar. Lahan untuk perkebunan tersedia cukup luas tinggal bagaimana cara memberdayakannya dengan maksimal. Hal ini menjadi tantangan kita semua. 

2. Potensi Yang Dapat Dikembangkan
Desa Citorek Tengah banyak menyimpan potensi, baik potensi alam, potensi budaya, serta potensi-potensi lainnya termasuk potensi dibidang industri yang dapat dijadikan aset bagi pendapatan Daerah. Hal ini akan sangat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat jika dibangun, dikembangkan dan dikelola dengan profesional. Secara rinci, potensi dapat diuraikan sebagai berikut:

2.1 Potensi Wisata
1. Wisata Alam
Arung jeram, Bukit/lahan perkemahan dan pelatihan, Puncak-puncak gunung yang indah, Air terjun Cikuya, Air Terjun Curug Citaraje, Air Terjun Ki Anam, Batu Meungpeuk, Terowongan sungai Cimadur sepanjang 8 Km di bawah gunung (gerong Cimadur) yang lebih dikenal “Cisurupan”. Hamparan petak sawah yang mengapit perkampungan, Danau Puncak Gunung Nyungcung, dan  Panorama Pegunungan Wewengkon Citorek (Sanga Buana).

2.  Wisata Budaya
Upacara Seren Tahun (Serah Tahun), Upacara Sunatan (Cepitan), Termasuk di dalamnya helaran, ujungan, dan Go’ong Geude  (Gong Besar), Upacara Mipit Tanam, Upacara Gegenek (mapag pare beukah), Upacara Mipit  Dibuat, Upacara Ngunyal (Rengkong dan tampilan seni lainnya), Lantayan, Upacara Mipit Nganyaran, Upacara Sedekah kaol, Upacara ‘Geudena.’, upacara lima belasna, Rumah Adat, Pakaian Adat, Leuit Adat (Lumbung Adat), Masyarakat Adat Wewengkon Citorek, dan Masyarakat Adat Cibedug.
3. Permainan Tradisional
Cipe/Gobag, Galah, Aro-aroan/kucing-kucingan, Congklak, Kasti, Bebentangan, dan Balap Kaki Kuda dan lain-lain.
4. Wisata Sejarah
  Situs Berundak (Punden Berundak) – Lebak Cibedug; Situs Parigi; Batu Bedil; Batu Tumpeng (di Cirametek, di Lebak Tugu, dan di Cibedug); Lebak Parigi; Lebak Cisoka/Ciberang (patilasan kampung baheula); Lebak Cawene (dalam sejarah Sunda disebut Lembah Wenered-); Miarakeun Lebak Cawene; Petilasan Bung Karno Saat Rapat di puncak Gunung Jaya Sampurna; Patilasan Penggalian Emas Jepang; Goa Jepang; Goa Belanda; Tari Kolot; Kuburan Ny. Zaeni di puncak gunung Nyungcung, serta peninggalan-peninggalan sejarah lainnya
  Upacara Seren Tahun (Serah Tahun), Upacara Sunatan (Cepitan), Termasuk di dalamnya helaran, ujungan, dan Go’ong Geude  (Gong Besar), Upacara Mipit Tanam, Upacara Gegenek (mapag pare beukah), Upacara Mipit  Dibuat, Upacara Ngunyal (Rengkong dan tampilan seni lainnya), Lantayan, Upacara Mipit Nganyaran, Upacara Sedekah kaol, Upacara ‘Geudena.’, upacara lima belasna, Rumah Adat, Pakaian Adat, Leuit Adat (Lumbung Adat), Masyarakat Adat Wewengkon Citorek, dan Masyarakat Adat Cibedug.
   Arung jeram, Bukit/lahan perkemahan dan pelatihan, Puncak-puncak gunung yang indah, Air terjun Cikuya, Air Terjun Curug Citaraje, Air Terjun Ki Anam, Batu Meungpeuk, Terowongan sungai Cimadur sepanjang 8 Km di bawah gunung (gerong Cimadur) yang lebih dikenal “Cisurupan”. Hamparan petak sawah yang mengapit perkampungan, Danau Puncak Gunung Nyungcung, dan  Panorama Pegunungan Wewengkon Citorek (Sanga Buana).

2.2 Potensi Pengembangan Agrobisnis
Desa Citorek Tengah merupakan daerah yang cukup subur dengan lahan yang sangat luas serta didukung oleh tradisi masyarakat setempat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Kondisi tersebut akan sangat membantu jika dikembangkan hal-hal berikut, yakni.
1)      Tanaman Holtikultura, Lahan di Desa Citorek Tengah cocok untuk pembudidayaan tanaman jenis Holtikultura, mengingat tingkat kesuburan tanah yang cukup baik serta kondisi daerah yang cukup lembab. Namun hal ini belum dapat dikelola secara optimal mengingat keterbatasan dana serta sulitnya medan sebagi jalur pemasaran hasil tani.
2)      Tanaman Palagung, Desa Citorek Tengah adalah daerah yang memiliki tanah yang subur, luas, dan aman. Jika tanaman jenis Palagung dikembangkan dan dibudidayakan secara baik, optimal, serta didukung dengan pendanaan dan pemasaran yang baik, maka bukan hal yang mustahil bila daerah ini akan menjadi salah satu daerah penghasil jenis tanaman Palagung yang dapat mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat serta menumbuhkan asumsi positif daerah lain terhadap Citorek.
3)      Tanaman Hias, dengamn kondisi Sumber Daya Alam yang melimpah dengan keanekaragaman hayatinya, maka daerah subur Desa Citorek Tengah dapat dijadikan daerah pengbudidayaan tanaman hias terutama jenis tanaman Anggrek. Jenis tanaman ini banyak tersedia di hutan-hutan sekitar Citorek.


BAB II
SEJARAH DESA

2.1 Sejarah Pemerintahan Desa
Data yang pasti berdirinya Desa Citorek adalah pada tanggal 30 Oktober 1861 berdirinya kampung Lebak Kopo yang sekarang dikenal dengan daerah Lebak Peuneuy, dari lebak Kopo pindah ke Lebak Tugu yaitu yang sekarang dikenal sebagai Tari Kolot, kedua daerah tersebut  letaknya diujung timur Kampung Guradog Desa Citorek Timur.
Pada  tahun 1862 kampung Lebak Kopo ini berpindah ke kampung Lebak Sabrang, yaitu yang selanjutnya dikenal sebagai Babakan Balai Desa dan sekarang dikenal sebagai kampung Babakan Naga Jaya. Pada tahun 1863 terpecah-pecah menjadi empat (4) kampung, yaitu Kampung Naga, Kampung Guradog, Kampung Cibengkung, Dan Kampung Sabagi. Kampung Sabagi kita kenal sekarang sebagai kampung Ciusul.
Pada waktu itu banyaknya kepala keluarga dari keempat kampung tersebut hanya 32 kepala keluarga. Pada tahun itu juga, yaitu tahun 1863 dibentuk desa dari keempat kampung tersebut di atas, yaitu yang diberi nama Desa Citorek yang kita kenal sekarang ini dan kepala desanya yang pertama adalah Bapak Marjai.
Pada tahun 1870 diwakilkan kepada Bapak Rata, kemudian pada tahun 1873 diadakan pemilihan Kepala Desa menurut adat kampung, dan yang terpilih sebagai Kepala Desa pada waktu itu adalah Bapak Arsimin.
Setelah 17 tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1890 diadakan kembali pemilihan Kepala Desa, yang terpilih adalah Bapak Saonah yaitu anak dari Bapak Rata.
Pada tahun 1899 kembali diadakan pemilihan Kepala Desa, yang terpilih ialah Bapak Jahidi, yaitu saudaranya bapak Rata. Beliau memangku jabatan sebagai Kepala Desa selama 35 tahun  dan ditambah dengan 5 tahun sehingga menjadi 40 tahun. Tetapi masa jabatan selama 5 tahun tidak disyahkan oleh pemerintah tetapi diakui oleh masyarakat.
Pada tahun 1939 sampai tahun 1940 tidak ada yang menjabat sebagai kepala desa. Tetapi baru pada tahun 1941 diadakan kembali pemilihan Kepala Desa dan yang terpilih sebagai Kepala Desa ialah Bapak Nahari. Masa jabatannya hanya 5 tahun yaitu sampai dengan tahun 1949.
Pada tahun itu juga diadakan pemilihan dan yang terpilih dalah Bapak Jaeli sampai dengan tahun 1955 dan langsung diadakan kembali pemilihan dan yang terpilih adalah Bapak Markin. Pada tahun 1962 diadakan kembali pemilihan Kepala Desa yang terpilih adalah Bapak Sukarta masa jabatannya selama 12 tahun.
Pada tahun 1974 Pejabat Kepala Desa Sementara dalah Bapak Usman sampai dengan tahun 1977. Pada tahun itu tepatnya bulan Oktober diadakan kembali pemilihan kepala desa dan yang terpilih sebagai Kepala Desa adalah Bapak Nurkib.
Pada saat Pemerintahan Desa dipegang oleh Bapak Nurkib ini, Desa Citorek dipekarkan (dipecah) menjadi dua (2) Desa tepatnya pada tahun 1982. Desa yang baru sebagai Desa Pemekaran adalah Desa Ciparay. Pada tahun itu juga, yakni 1982 di desa pemekaran langsung dilaksanakan pemilihan Kepala Desa dan Kepala Desa yang terpilih adalah Bapak Ace Atmawijaya.
Bapak Ace Atmawijaya menjadi Kepala Desa sejak tahun 1982 sampai tahun 1990. pada masa pemerintahan desa dipegang oleh Bapak Ace Atmawijaya, tepatnya pada tahun 1983 Desa Ciparay dipecah atau dipekarkan menjadi dua Desa, yakni Desa Ciusul. Pada tahun 1983 di desa pemekaran pejabat sementara adalah Bapak Dalim, yakni sejak tahun 1983 sampai tahun 1984. Pada tahun    ini langsung diadakan pemilihan kepala desa dan yang terpilih adalah Bapak Samdani, ia memerintah sejak tahun 1984 sampai tahun  1991. Sejak tahun 1983 di Wewengkon Citorek terdapat tiga Pemerintahan Desa, yakni Desa Citorek, Desa Ciparay, dan Desa Ciusul..
Kebali Kepada Desa Citorek, dari tahun 1977 sampai tahun 1985 yang menjadi Kepala Desa Citorek adalah Bapak Nurkib dan sejak tahun 1885 sampai tahun 1987 ia menjabat sebagai Pejabat Sementara (Karteker) pada tahun ini kembali diadakan pemilihan kepala desa dan yang terpilih sebagai Kepala desa adalah Bapak Sumedi. Bapak Sumedi menjadi Kepala Desa sejak 1987 sampai tahun 1998.
Pada tahun 1998 kembali dilaksanakan pemilihan Kepala Desa dan yang menjadi kepala desa adalah Bapak Subani. Bapak Subani menjadi kepala desa dari tahun 1998 sampai tahun 2006.
Pada awal tahun 2006 masih pada masa pemerintahan Bapak Subani, Desa Citorek dipekarkan menjadi dua desa, yakni Desa Citorek Barat (Cibengkung), yang menjadi Pj. Kepala Desa Sementara adalah Bapak Didi Jayadi dan di Desa Induk, karena masa jabatan Bapak Subani berakhir tahun 2006, maka pengganti Bapak Subani diangkat seorang Pejabat Sementara (Pj.) pada Agustus 2006 dan yang menjadi Pj. Sementara Desa Citorek Tengah adalah Bapak Ending Rosadi, S.Pd. sampai tahun 2007. Sekitar pertengahan tahun 2007 kembli diselenggarakan pemilihan Kepala Desa di Desa Citorek Tengah dan yang menjadi Kepala Desa adalah Karjaya sejak 2007 – 2014.
Perlu diketahui bahwa pada tahun 2006 seluruh Desa yang ada di Wewengkon Citorek berubah nama berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Penataan, dan Perubahan Nama Desa-desa di Wilayah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak tahun 2006 nomor 5  Seri D). Perubahan Nama-nama desa tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Desa Citorek menjadi Desa Citorek Tengah.
2)      Desa Ciparay menjadi Desa Citorek Timur.
3)      Desa Ciusul menjadi Desa Citorek Kidul.
4)      Desa  Citorek Barat (pemekaran tahun 2006).
5)      Desa Citorek Sabrang (pemekaran tahun 2009). 
Kembali kepada Desa Ciparay di atas, Bapak Ace Atmawijaya menjabat kepala desa selama dua kali masa jabatan, yakni dari tahun 1982 sampai 1990 dan jabatan yang kedua kalinya adalah tahun 1990 sampai tahun 1999. Pada tahun 1999 dilaksnakan kembali Pemilihan Kepala Desa Ciparay dan yang terpilih menjadi kepala desa adalah Bapak Sukardi. Ia menjabat sejak 1999 sampai 2007. pada saat ini yakni, tahun 2007 Desa Ciparay (Citorek Timur), sedang dalam proses pemekaran kembali menjadi dua desa. Yakni dipekar manjadi Desa Citorek Timur (Induk) dan Desa Citorek Sabrang (Pemekaran).
Mengenai Desa Ciusul (Citorek Kidul) saat kepala desa dipegang oleh bapak Samdani, yang memerintah sejak tahun 1984 sampai tahun  1991. Pada tahun 1991 sampai tahun 1995 kekosongan Kepala Desa diisi oleh Pj. Sementara, yaitu Bapak Rustandi. Pada tahun ini juga, yakni tahun 1995 dilaksanakan kembali pemilihan kepala desa dan yang terpilih adalah Bapak Arpan. Ia memerintah sejak tahun 1993 sampai tahun 2003. Pada tahun ini pula dilaksanakan pemilihan Kepala Desa dan yang terpilih adalah Bapak Narta. Ia menjabat sejak tahun 2003 sampai tahun 2008 mendatang. Saat ini tahun 2007 Desa Citorek Timur masih dalam proses Pemekaran, yakni dipekar kembali menjadi dua Desa, yakni desa Citorek Timur dan Desa Citorek Sabrang.

1.2 Pemimpin Desa Citorek Tengah Dari Masa Ke Masa
Berikut ini kita dapat melihat dengan jelas Kepala Desa yang pernah memimpin di Desa Citorek Tengah
Tabel 1.
Kepala Desa Citorek Tengah
No
Nama
Masa Jabatan
Status
Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Sainta
Sarta
Salimin
Mardai
Rata
Arsimin
Saonah
Jahidi
**………
Nahari
Jaeli
Markin
Sukarta
Usman
Nurkib
Nurkib
Sumedi
Subani *
 Ending Rosadi, S.Pd.
Karjaya
1735-1792
1792-1836
1836-1862
 ***1862- 1870
1870-1873
1873-1890
1890-1899
1899-1939
1939-1941
1941-1949
1949-1955
1955-1962
1962-1974
1974-1977
1977-1985
1985-1987
1987-1998
1998-2006
2006-2007
2007-2014
Deinitif
Definitif
Definitif
Definitif
Definitif
Kosong
Definitif
Definitif
Definitif
Definitif
Pjs.
Definitif
Pjs.
Definitif
Definitif
Pjs.
Definitif
***menurut cerita dikalangan para pembesar adat pada tahun ini Citorek ditetapkan sebagai desa oleh pemerintah colonial yang dibuktikan dengan Surat Keputusan.
** tidak ada pejabat Kepala Desa

* Peristiwa perubahan nama desa (Desa Citorek menjadi Desa Citorek Tengah)

 2.3 Cerita Rakyat (Forklore)
Diperkirakan semenjak tahun 1208 dan jauh sebelum didirikannya desa, wilayah Citorek masih merupakan perkampungan yang penduduknya masih sedikit. Pemimpin kampung dipegang oleh ulu-ulu kampung atau biasa disebut kokolot.  Selama berabad-abad kokolot berperan sentral dalam pengurusan kampung dan masyarakatnya. Kampung merupakan kesatuan terkecil dari wilayah desa, saat itu Citorek belum merupakan wilayah administrasi Desa.
Perkembangan sejak 1208 hingga berdirinya Pemerintahan Desa Citorek tidak begitu banyak di ketahui, namun yang jelas berdasarkan beberapa informasi tutur bahwa sejak 800 tahun yang lalu di wilayah Citorek sudah ada pemukiman penduduk dan telah ada bekas-bekas huma (ladang) dan reuma (tegalan bekas kebun).
Data yang pasti berdirinya Desa Citorek adalah pada tanggal 30 Oktober 1861 berdirinya kampung Lebak Kopo yang sekarang dikenal dengan daerah Lebak Peuneuy, dari Lebak Kopo pindah ke Lebak Tugu yaitu yang sekarang dikenal sebagai Tari Kolot, kedua daerah tersebut  letaknya diujung timur Kampung Guradog Desa Citorek Timur.
Pada  tahun 1862 kampung Lebak Kopo ini berpindah ke kampung Lebak Sabrang, yaitu yang selanjutnya dikenal sebagai Babakan Balai Desa dan sekarang dikenal sebagai kampung Babakan Naga Jaya. Pada tahun 1863 terpecah-pecah menjadi empat (4) kampung, yaitu Kampung Naga, Kampung Guradog, Kampung Cibengkung Dan Kampung Sabagi. Kampung Sabagi kita kenal sekarang sebagai kampung Ciusul.
Pada waktu itu banyaknya kepala keluarga dari keempat kampung tersebut hanya 32 kepala keluarga. Dan pada tahun itu juga, yaitu tahun 1863 dibentuk desa dari keempat kampung tersebut di atas, yaitu yang diberi nama Desa Citorek yang kita kenal sekarang ini dan kepala desanya yang pertama adalah Bapak Marjai.
Mengenai asal-usul nama Citorek hingga kini masih ada dua versi yang beredar dikalangan masayarakat, yang paling popular adalah bahwa diceritakan pada jaman dulu ketika ada tiga orang pembesar dari  Kerajaan Sunda mencari daerah yang dapat dijadikan lembur/kampong. Ketiga orang tersebut adalah Ny. Putri, Angga Yudha, dan Eyang Sukma Dewata Jaya. Ditengah pencarian mereka berhenti sejenak untuk melepas lelah, saat itu mereka merasa haus dan mencari sumber air, namun tak pernah diketemukan. Ketika mereka kembali ke tempat awal mencari air, mereka melihat serumpun bambu, lantas salah seorang dari mereka memotong bamboo dengan harapan dapat menemukan air minum. Dipotonglah bamboo tersebut, namujn saying bamboo itu melorot ke bawah dan saat disusul dengan maksud mengambil air bamboo tiba-tiba ia kaget ternyata bamboo tersebut jatuh tepat disamping aliran sungai, maka ia berkata “aih-aih…, aya kuheueuh ieu cai the naha kutorek-torek teuing teu kadenge ngaguruhna”. Sejak saat itulah derah tersebut dijuluki Citorek.
Versi kedua menyebutkan bahwa pada jaman balanganang? Datanglah seorang musafir dari pulau majetti yang berasal dari tanah mekkah, ia dijuluki pahlawan dari mekkah. Ia tiba di sebuah hutan yang rata dan subur. Ia bermaksud membuka dan tinggal di daerah tersebut dengan tujuan agar nantinya penduduk dari daerah lain berdatangan untuk tinggal bersamanya di pemukiman baru. Ia bertujuan untuk berdakwah dan menyebarkan ajarannya. Pembukaan lahan terebut sesuai dengan tujuannya sebagai jalan untuk menyebarkan ajarannya. Ia menyebut daerah tersebut dengan nama Thorrikh yang berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan, kata thorrikh bagi lidah dan dialek orang sunda menyebutnya torek sehingga pelafalan saat ini menjadi Citorek.

 
BABA III
PROFIL BUDAYA


       Kebudayaan sebagai keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Masyarakat Desa Citorek Tengah merupakan masyarakat yang berbudaya yang memiliki kekhasannya tersendiri sebagai bentuk aktualisasi kebudayaannya. Berikut uaraian secara rinci tujuh unsure kebudayaan pada masyarakat Desa Citorek Tengah.
3.1 Sistem Peralatan dan Teknologi
1) Alat-alat Produktif
Garu (alat membajak sawah); sogol;  arit;  pacul; kored; golok; garfu; etem; heurap; keucrik; badodon; sosog; buwu diuk; buwu ngedeng; aseuk; berok (keramba ikan); halu; lisung; hihid; paningur kawung; gonggo sadapan; hawu; sigai; belehem dan lain-lain.
2) Senjata Produktif
Golok; tombak; bedil locok; kayu aseuk; jiret; dan lain-lain.
4)      Wadah
Sahid; nyiru; boboko; ruas; tolok; korang; upih; dulang; sair; kaneron awi; kaneron konyonyod; jolang; jaliken; lodong; termos; lantayan; leuit (lumbung padi, ketahanan pangan); pangbeasan; goah; cariuk hoe; cariuk kalapa; cege; kanyut kunang; se’eng; aseupan; dan lain-lain.
5)      Makanan dan Minuman
a)      Makanan: Ranginang; opak bodas; opak beureum; opak kakacangan; uli; dodol; ula bereum; peyeum ketan hideung; cimplung; gegetuk taleus; gegetuk sampeu; carucub; sasagon, pasung bodas; pasung beureum; awub; wajik ketan; wajik ketok; santri mleng; bubur sumsum; congcot; papais gula; papais ketan; papais cau; palakeder; bubur sair; humut kaung; humut pait; reuneu; dan lain-lain.
b)      Minuman: Amisan kawung; lahang kawung.
6)      Pakain
a)      Laki-laki: Ikeut; sarung; kampret; komprang; jamang.
b)      Perempaun: samping rereng; konde; kabaya.
7)      Tempat Berlindung dan Perumahan
a)      Imah jero: Rumah panggung dengan atap rumbia berlapiskan ijuk aren berdinding bilik dan bealaskan palupuh. Rumah tersebut berada diujung kampong paling timur dan dikelilingi pagar kayu. Orang lain tidak boleh masuk, yang diperbolehkan masuk hanya orang-orang tertentu seijin kasepuhan.
b)      Imah Geude: rumah panggung yang ditinggali oleh keluarga Kasepuhan yang sedang menjabat sebagai ketua Kasepuahan.
c)      Dahulu semua rumah berjajar menghadap ke arah kiblat sebagai symbol agama Islam.
8)      Alat Transportasi
a)      Tradisional: kuda; gerobak (tidak lagi digunaka)
b)      Modern: Mobil; motor; speda.
3.2 Sistem Mata Pencaharian
1) Sistem Petanian
Sistem mata pencaharian masyarakat Desa Citorek adalah bertani; tidak ada buruh tani; system pertanian dilakukan dengan bercocok tanam di sawah dan berladang dengan masa tanam sekali dalam satu tahun. Sawah merupakan lahan pertanian yang oleh warga ditanam komoditi tanaman pangan, yaitu padi serta digunakan untuk budidaya ikan untuk menunggu tanaman padi yang selanjunya. Menurut aturan adat, masa tanam panen di wewengkon adat Kasepuhan Citorek adalah 1 (satu) kali dalam setahun (tanam panen selama 6 bulan). Jenis padi yang ditanam beragam. Jenis padi yang ditanam adalah varietas lokal yang dikumpulkan sejak dulu dan dibudidayakan secara turun-temurun, yang hingga saat ini telah mencapai 127 varietas.
Masyarakat Tradisi Citorek memilih jenis padi yang akan ditanam berdasarkan kecocokan dengan musim dan ketinggian tanah. Jenis padi tersebut bukan jenis unggul yang dapat dipanen beberapa kali dalam setahun. Jenis padi yang di tanam di Citorek adalah jenis padi tradisional yang biasa ditanam pada ketinggian 900-1200 dapl antara lain, Cinde; Angsana; Gajah Pondok; Gajah Bareuh;  Sunlig; Leneng; Nete; Kui; dan Ceure’. Untuk ketinggian 600 m biasanya ditanami padi Angsana, Cere Abah, Sri Kuning, Banteng, dan Pare Bandung. Sedangkan untuk jenis padi ketan adalah Ketan Bogor, Ketan Kidang, Ketan Bereum, dan Ketan Hideung. Namun yang paling dominan adalah jenis padi kewal, ketan bogor, ketan bilatung, ketan beledug, ketan larasri, ketan gadog, ketan hidung, ketan nangka, peteuy, seksek, kui, nete, sri kuning, raja wesi, cere, gantang.

2) Penggarapan Sawah
Cara penggarapan sawah dimulai dari sawah tangtu. Sawah tangtu merupakan sawah komunal adat Kasepuhan Citorek. Penggarapan sawah tangtu ini dilakukan oleh masyarakat adat yang digerakan oleh Jaro Adat melalui Kepala Desa untuk bergotong royong dan hasilnya dipergunakan untuk kegiatan atau kebutuhan adat. Sebelum dimulainya penggarapan sawah dilakukan musyawarah Kasepuhan mengenai waktu yang tepat untuk mulai asup leuweung (penggarapan sawah dan huma, berkbun atau bercocok tanam lainnya). Musyawarah Asup leuweung tersebut satu paket dengan seren tahun. Setelah selesai pengolahan sawah tangtu, masyarakat baru mulai menggarap sawahnya masing-masing.
Dalam menanam padi terdapat beberapa tahapan yang yang telah menjadi ketetapan warga. Tahapan-tahapan tersebut meliputi:
1. Ngagalenganan/Mopog       : Membetulkan/merapikan pembatas atau pematang sawah yang
                                                  menjadi batasdengan sawah yang lainnya.
2. Macul                                  : Macul menyangkut macul badag dan macul alus di sawah.
3. Nyogolan                            : Meratakan seluruh permukaan sawah tanah (bagian sawah) yang
  belum rata.
4. Musyawarah Titiba Binih    : Musyawarah Baris Kolot untuk menentukan waktu tebar.
5. Tebar/Sebar                         : Menumbuhkan bibit padi pada persemaian atau pabinihan
  (membibitkan awal)
6. Cabut                                  : Mengambil bibit di pabinihan atau tempat persemaian untuk ditandur
  atau di tanam
7. Tandur                                 : Menanam bibit padi yang sudah tumbuh setelah tebar.
8. Ngoyos 1/ngaramet             : Memberssihkan tanaman pengganggu dan gangguan rumput yang
  menghambat pertumbuhan tanaman padi.
9. Babad                                  : Membersihkan rumputan atau tanaman pengganggu di pematang
  sawah.
10. Ngoyos 2                           : Membersihkan tanaman pengganggu dan gangguan rumput yang
  menghambat pertumbuhan tanaman padi.
11. Mipit                                 : Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa panen.
12. Dibuat                               : Panen mengambil / memetik tanaman padi yang sudah  matang.
13. Ngalantay/moe                  : Menjemur padi stetlah dipanen di atas lantayan.
14. Ngunyal                            : Mengangkut padi dari lantayan/sawah setelah dipocong. Pocong
  merupakan gabungan tiga ikat atau kepeul padi menjadi satu yang
  disebut pocong.
15. Asup Leuit                                    : Memasukan padi yang sudah kering dari jemuran/lantayan.
16. Nganyaran                         : Selamatan untuk padi yang baru dipanen, dan memasak padi menjadi
  nasi yang panen pada tahun tersebut.
17. Badamian Seren Taun       : Musyawarah untuk acara seren tahun.


3) Reuma
Reuma di Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek dapat dibagi 3 (tiga) kelas yaitu:
1. Reuma Ngora          : Lahan yang merupakan bekas garapan warga yang kemudian diringgalkan
  kurang lebih 2-3 tahun, kemudian lahan tersebut bisa dibuka kembali 
  sebagai lahan garapan.
2. Reuma Kolot           : Lahan yangmerupakan bekas garapan yang kemudian ditinggalkan warga
  lebih dari 4 (empat) tahun, dan pada tahap selanjutnya bisa menjadi
  leuweung cadangan.
3. Sampalan                 : Lahan yang merupakan bekas garapan kemudian menjadi reuma, lalu oleh
              warga dimnafaatkan untuk mengembalakan ternak seperti kerbau.
 4) Huma
Huma merupakan lahan pertanian dengan kondisi tanpa irigasi atau yang disebut ladang. Komoditi pangan yang ditanam adalah padi dan selain padi masyarakat biasa pua menanam tanaman jenis palwija dan kayu produksi. Huma dalam pengolahannya ada beberapa tahapan, meliputi:
1. Nyacar         : Membersihkan lahan dari tanaman yang tumbuh pada lahan yang akan dijadikan
  huma.
2. Ngaduruk    : Membakar bekas-bekas tanaman yang ditebang pada lahan yang akan dijadikan
  huma tetapi menunggu sapai keringnya sisa-sias tanaman tersebut.
3. Bgaseuk      : Menanam padi pada lubang-lubang yang sudah disediakan dengan menggunakan
  alat aseuk (kayu dengan ukuran sebesar kepala tangan dengan ujungnya
                         diruncingkan).
4. Ngored        : Membersihkan tanaman pengganggu yang dapat menghambnat pertumbuhan
  tanaman padi huma (Ngored 1 dan 2).
5. Mipit           : Mipit merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa panenpadi huma.
6. Panen          : Panen mengambil / memetik tanaman padi yang sudah  matang atau sudah layak
  untuk dipanen.

3.3 Sistem Bahasa
Bahasa yang digunakan masyarakat Desa Citorek Tengah adalah bahasa Sunda sebagai bahasa komunikasi sehari-hari baik lisan maupun tulisan, selain bahsaa Sunda mereka banyak yang sudah terbiasa menggunakan bahasa nasional, yakni bahasa Indonesia. Pelafalan, dialek dan pengucapan bahasa Sunda sehari-hari, namak sedikit perbedaan dengan daerah lain, dialek bahasa Sunda yang dilafalkan oleh masyarakat Desa Citorek Tengah akan terdengar sedikit lebih keras disbanding dengan daerah lain semisal bahasa Sunda di daerah Parahyangan.
3.4 Sistem Kesenian
1) Seni Jaipong
2) Seni gong Geude
3) Seni Rempug Lisung
4) Tari Baksa Sunatan (tari Adat)
6) Seni Ujungan
7) Seni Helaran
8) Seni Rengkong

3.5 Sistem Ilmu dan Pengetahuan
3.5.1 Konsep Konservasi Hutan Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek
Lingkungan alam paling primer bagi masyarakat Kasepuhan adalah hutan yang merupakan sumber kehidupan. Hutan di sekitar Citorek secara adat dibedakan sesuai dengan fungsinya. Di Citorek dikenal 3 (tiga) jenis hutan, yakni:

1)      Leuweung Tutupan
 Leuweung Tutupan atau Leuweung Geledegan arti harfiahnya adalah hutan tua, yaitu hutan yang masih lebat dengan berbagai jenis tumbuhan asli besar dan kecil, lengkap dengan semua satwa penghuninya. Hutan jenis ini sama sekali tidak boleh dijamah oleh manusia, dalam istilah secara umum oleh pihak perhutani terutama disebut hutan primer. Hutan jenis ini menurut Adat Kasepuhan Citorek tidak boleh dirusak karena dianggap sebagai pelindung kehidupan atau seumber kehidupan, intinya merupakan sumber mata air (hulu cai’). Contoh jenis hutan ini adalah kawasan hutan di dalam TNGH (Taman Nasional Gunung Halimun). Yang mengelilingi wilayah Citorek.

2)      Leuweung Titipan
       Leuweung Titipan merupakan Leuweung Kolot juga yang dikeramatkan. Hutan jenis ini sama sekali tidak boleh dieksploitasi atau diganggu. Bahkan hanya untuk melewatinya atau memasukinya saja cukup sulit. Setiap warga yang hendak lewat atau masuk ke dalam hutan jenis ini harus meminta ijin khusus dari Sesepuh (ketua adat).
 Penggunaan hutan tersebut dimungkinkan apabila telah datang ilapat/wangsit dari nenek moyang kepada ketua adat. Adanya jenis Leweung ini lebih memudahkan pemerintah dalam melasakanakan  perlindungan hutan dan kawasannya yang sejalan dengan prinsip-prinsip Masyarakat Adat Citorek dalam melestarikan dan melindungi hutan dari segala bentuk pengrusakan dan bahkan penjarahan.
Leuweung Titipan di Citorek terletak di bagian timur, yakni di Gunung Ciawitali yang merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH), dan di bagian barat Citorek, tepatnya di kawasan Gunung Nyungcung (Cibedug) dan Gunung Bapang. Leuweung titipan yang paling dominan adalah dikenal dengan hutan Sangga Buna dan hutan Lebak Cawene. 

3)      Leuweung Bukaan/Garapan
      Leuweung Sampalan atau Leuweung Bukaan merupakan hutan yang dapat dimanfaatkan warga untuk pembukaan ladang, pengembalaan ternak (kerbau), membuat petak sawah, mengambil kayu dan hasil hutan lainnya. Jenis hutan ini terletak di sekitar tempat pemukiman dan mengelilingi perkampungan Citorek. Jika pembukaan hutan tersebut telah melibatkan penanaman kayu albasia dan sejenisnya atau kayu keras lainnya dan terjadi pertumbuhan sekunder, maka hutan jenis ini disebut juga sebagai reuma ngora (blukar baru), dan reuma kolot (blukar tua) bagi yang prosesnya lebih lanjut.
            Jenis hutan ini kondisi pada saat ini telah mengalami berbagai penggarapan seiring makin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan lahan-lahan tersebut untuk menanam berbagai jenis pohon produksi dan buah-buahan. Kebiasaan berladang secara berpindah-pindah telah ditinggalkan oleh masyarakat Adat Kasepuhan Citorek. Mereka dalam melaksanakan bercocok tanam kini telah menetap dan berusaha untuk mengindari kerusakan hutan dan ekosistemnya dari akibat pembukaan dan penggarapan lahan dari leweung bukaan tersebut.
       Pembagian peruntukkan hutan secara adat tersebut menunjukkan bahwa dalan kearifan adat, disadari sepenuhnya fungsi hutan untuk konservasi. Dalam hal ini hutan sebagai hulu/sirah cai’, yang mempunyai pengertian secara harfiah adalah kepala air, yang dimaksudkan sebagai pelindung mata air. Secara tradisi/adat masyarakat Adat Kasepuhan Citorek menyadari bahwa hutan sangat berperan dalam mempertahankan kelangsungan mata air dan tersedianya air. Hal ini tidak berbeda dengan konsep ilmu pengetahuan modern.

3.5.2 Sistem Kalender dan Pengetahuan Astronomi
Dari kukuhnya masyarakat Kasepuhan Citorek memegang dan mematuhi kearifan trdisional nenek moyang tersebut berdampak positif, yaitu terlestarikannya jenis padi tradisional yang dimiliki masyarakat Tradisi. Secara sengaja masyarakat Kasepuhan Citorek menjaga bahkan memperkaya dengan cara tradisional varietas padi sehingga bertambah banyak jenis padi berharga yang menjadi gudan plasma nutfah.
Secara umum masyarakat Citorek yang mayoritas petani telah mengetahui dan memahami, varietas padi yang mana yang cocok untuk ditanam ditempat yang berbeda dengan ketinggian yang berbeda pula. Sampai saat ini masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki sampai 148 varietas padi lokal. Dengan demikian telah jelas bahwa, kearifan Tradisional masyarakat Kasepuhan Citorek telah melestarikan plasma nutfah padi. Mungkin di masyarakat lain atau masyarakat di luar komunitas Kasepuhan Citorek telah punah tersisih padi bibit unggul hasil revolusi hijau.
Jika ditelaah lebih jauh dan mendalam, masyarakat Kasepuhan Citorek dalam bercocok tanam baik sawah atau huma meiliki patokan waktu musim tanam yang dihitung secara jeli dan matang berdasarkan pedoman astronomi. Perhitungan waktu tersebut berdasarkan munculnya rasi bintang atau bahkan planet tertentu, serta peredaran bulan mengelilingi bumi. Dikalangan kelompok elit Kasepuhan Girang, para saksi ada yang betugas mengurus urusan tani yang berkewajiban dan bertanggungjawab menghitung waktu yang sesuai dengan tiap tahapan dalam bertani.
Kalender pertanian Kasepuhan Citorek didasarkan pada perputaran bulan dan kedudukan bintang tersebut kerap disejajarkan dengan kelender Islam. Yang sama-sama didasarkan pada perputaran bulan. Perhitungan model ini berbeda dengan perhitungan masehi yang lazim kita gunakan sehari-hari yang berdasarkan perputaran bumi mengelilingi matahari. Sebenarnya kalender pertanian yang digunakan masyarakat Kasepuhan Citorek cukup umum, pada  masyarakat tradisi adat lainnya di berbagai daerah di Indonesia. Patokan musim bertani yang didasarkan pada posisi bintang dikenal juga oleh masyarakat Jawa Tengah. Selain itu masyarakat suku Baduy juga menggunakan patokan bertani dengan menggunakan perhitungan berdasarkan perputaran bulan pada bumi serta letak posisi bintang tertentu. Jika dibandingkan, maka terdapat persamaan, yakni patokan bintang yang digunakan Bintang Kidang, di masyarakat Kasepuhan Desa Citorek Tengah adalah Bintang Waluku pada Masyarakat Jawa Tengah, dan pada astronomi modern disebut Rasi Orion.

3.6 Sistem Kemasyarakatan
1) Sistem Sosial
Masyarakat Kasepuhan Wewengkon Citorek dalam kehidupan sosial menganut tiga sistem, yaitu:
1)      Negara (jaro/lurah),
2)      Agama (panghulu),
3)      Karuhun (kasepuhan/kaolotan).

2)  Latar Belakang Lembaga Adat
Dalam komunitas Kasepuhan Wewengkon Citorek, Lembaga Adat merupakan Lembaga yang dianggap formal. Keberadaannya merupakan bagian yang terpenting dalan sisten kehidupan sosial masyarakatnya. Pemimpin adat merupakan sosok pemipin yang dipatuhi. Kepatuhan terhadap pemimpin adat merupakan hal yang tidak dapat terbantahkan. Maka, dengan sendirinya Pemipin Adat harus mampu membawa masyarakat pada kondisi yang lebih baik.
Sesui dengan kebutuhan komunitas adat, Adat Kasepuhan Citorek memiliki moment penting yang menjadi latar belakang terbentuknya struktur kelembagan Adat Kasepuhan Citorek. Moment ini telah membetnuk posisi-posisi/jabatan-jabatan tertentu sesuai dengan fungsinya dalam kelembagaan Adat Kasepuhan Citorek, moment yang dimaksud adalah:
1)      Moment Kelahiran
2)      Moment Kehidupan /Penghidupan
3)      Moment Kematian.
Moment kelahiran menjadi cikal bakal adanya jabatan Bengkong, momen Kehidupan melahirkan jabatan Jaro Adat dan momen Kematian melahirkan jabatan Panghulu dalam struktur Adat Kasepuhan Citorek. Adapun adanya baris kolot dalam struktur merupakan bagain dari kebutuhan seorang pemimpin terhadap struktur dalam mengawal setiap kebijakan yang akan ditetapkan.
Dalam perkembangannya kelembagaan ini tidak berubah dari segi struktur , namun mengalami perluasan dalam hal fungsi masing-masing posisi/jabatan. Perluasan ini sebagai akibat dari adanya interaksi dengan komunitas lain, sehingga tugas posisi/jabatan dari cukup sederhana menjadi lebih kompleks. Namun perluasan fungsi ini tidak terlepas dari garis merah yang sebelumnya telah ditetapkan. Sebagai contohnya adalah perluasan fungsi penghulu yang tadinya hanya mengurusi masalah kematian kini fungsinya lebih luas dalam mengatur masalah keagamaan seperti pernikahan, khitanan dan lainnya.

3) Struktur Kelembagaan Adat Kasepuhan Citorek

Kasepuhan merupakan jabatan tertinggi dalam struktur  kelembagaan adat Kasepuhan Citorek. Katua Kasepuhan diberinama Oyok. Oyok adalah pemimpin, pengatur dan pelindung masyarakat. Dalam melaksnakan tugasnya sebagai pemimpin, Oyok dibantu oleh Baris Kolot, Jaro Adat, dan Penghulu.
Baris Kolot adalah kumpulan orang-orang penting dalam struktur kelembagaan terdiri dari 7 (tujuh) orang dengan fungsi/spesifikasi tertentu yang bertugas memberikan nasehat, arahan, teguran, kritikan dan masukan-masukan kepada Oyok.
Jaro Adat adalah orang yang bertugas dalam prosesi keAdatan, misalnya Seren Taun. Jaro Adat juga merupakan orang pertama yang harus ditemui oleh pihak luar sebelum berhubungan dengan kasepuhan. Jaro Adat adalah jembatan penghubung antara pihak luar dengan kasepuhan (bagian Kanagaraan).
Jaro Pamarentah adalah pejabat Kepala Desa yang dipilih dan ditetapkan sebagai Kepala Desa sesuai dengan peraturan dan system yang diterapkan pemerintah NKRI. Dalam tatanan lembaga adat Kasepuhan Citorek, Jaro Pamarentah disebut Juragan Nagara.
Panghulu merupakan orang yang bertanggungjawab dalam prosesi keagamaan, kalahiran, perkawinan, kematian, khitanan, pengajian dan lain-lain. Ia adalah orang yang memiliki pengetahuan agama yang kuat.
4)       Mekanisme Musyawarah
Kasepuhan Citorek menjungjung tinggi mekanisme musyawarah. Walaupun Jaro Adat adalah orang yang bertanggungjawab dalam prosesi keAdatan Seren Taun, namun penentuan waktu Seren Taun tetap ditentukan melalui mekanisme musyawarah terlebih dahulu. Para pihak yang bermusyawarah mereka para Baris Kolot termasuk di dalamnya Jaro Adat dan Penghulu. Semuanya wajib hadir saat melakasanaan musyawarah. Bilamana tidak dapat hadir, maka harus ada yang menggantikan sebagai wakil.

5)       Desentralisasi Kekuasaan
Dalam Pemerintahan Desa juga dibentuk struktur kelembagaan seperti yang ada di Kasepuhan. Hal ini merupakan bagian dari fungsi desentralisasi kekuasaan Kasepuhan. Dalam pelaksanaan tiap struktur kelembagaan yang ada di desa harus merupakan tokoh adat/kokolot yang mendapat mandat untuk memimpin desa tersebut dalam konteks kelembagaan adat. Selain itu juga mereka berfungsi sebagai penyambung lidah dari setiap hasil musyawarah di pusat kasepuhan, dan bisa juga sebagai patner desa dalam melaksanakan program untuk kesejahteraan masyarakatnya.

6) Masa Jabatan dan Proses Pemilihan
Masa jabatan dalam tiap posisi dalam strutur kelembagaan adalah sepanjang masa hidupnya. adapaun bilamana ada hal-hal yang diluar dugaan maka mekanisme musyawarah dijalankan dalam mengambil keputusan. Yang menggantikan posisi tiap jabatan bilamana yang bersangkuitan meninggal dunia adalah dari kalangan keluarga yang memenuhi syarat dan dianggap sesuai dengan wagsit/uga yang dirasakan oleh pejabat sebelumnya.

6)       Hubungan dengan Kelembagaan Formal
Dalam lembaga desa yang berada di wilayah/Wewengkon Citorek, kelembagaan adat merupakan bagian dari struktur formal kelembagaan desa dan sudah tertulis. Hal ini dapat dilihat dalam struktur kelembagaan di desa yang berada di Wewengkon Citorek, yakni Desa Citorek Tengah, Desa Citorek Timur, Desa Citorek Kidul, Desa Citorek Barat dan Desa Citorek Sabrang sebagai berikut:

7)      Petatah Petitih
1)       “Tilu sapamulu, opat sakarupa. Eta-eta keneh”??? (cat. Hanya untuk lingkungan sendiri)
2)      Ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salebak.
3)      Nyaur kudu diukur, nyabda kudu diunggang.
4)      Ciri sabumi, cara sadesa.
5)      Sacangreud patri, sagolek pangkek.
6)      Leuweung aya maungan, lebak aya badakan.
7)      Urang lain turunan pinter, tapi turunan bener jeung jujur.
8)      Urang mali sadurunge ulah nihang beusi.
Arti: -  Hirup ngumbara isuk pageto bakal pinanggih jeung ajal, maot ngarana.
                     - Urang di Citorek ngan sementara, cawisan urang parung kujang, urangmah bakal
                       pinah ka Lebak Cawene. Oge mun engke anu lima gunung geus bitu.
3.7 Sistem Religi
1) Sistem Kepercayaan
Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kasepuhan Desa Citorek Tengah 100% beragama Islam. Dengan sedikit pola sinkretisme, hal ini terjadi pada hamper semua umat Islam Indonesia.

2)  Ritual Seren Tahun
Seren Taun adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Citorek tiap satu tahun sekali, biasanya di bulan Syawal. Tujuannya untuk menghormati dan sebagai tanda terima kasih kepada Yang Maha Kuasa dan Leluhur yang telah memberikan keberkahan dan kesuburan. Masyarakat Citorek setiap mengadakan perayaan Sunatan/hajatan selalu dilakukan saat Seren Taun, perayaan sunatan dilakukan secara besar-besaran. Proses Seren Taun di Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek adalah sebagai berikut:
1)      Ngabakti dan ngajiwa
Ngabakti merupakan kegiatan membawa/masrahkeun hasil pertanian berupa Padi kepada kasepuhan.  Ngajiwa merupakan konsep sensus jiwa warga adat dan harta benda di lingkungan Adat Kasepuhan Citorek.
2)      Hiburan/raramean
Hiburan dilakukan pada malam hari sebelum perayaan seren taun, biasanya hiburan topeng, koromong, Angklung, dan kesenian moderen.
3)      Memotong Kerbau
Motong kerbau dilakukan pagi hari dilakukan oleh para sesepuh/kokolot setelah itu daging tersebut yang disebut daging jiwaan dibagikan kepada seluruh masyarakat Citorek / kepada tiap keluarga (susuhunan), semua masyarakat harus dapat bagian walaupun sedikit. Daging kerbau tersebut dibeli dari iuran masyarakat.
4)      Ziarah/ ngembangan
Ziarah ketanah leluhur atau ke karuhun.
5)      Rasul serah tahun / syukuran / selametan
Syukuran dilakukan di Citorek Timur di tempat Kasepuhan, biasanya para kasepuhan/kokolot, jaro, panghulu berkumpul sambil bermusyawarah mengevaluasi hasil pertanian dari tahun ke tahun dan makan secara bersama-sama.
6)      Hajatan/Sunatan
Kebiasaan masyarakat Citorek setelah meakukan upacara Adat Seren Tahun dilangsungkan dengan kegiatan hajatan secara masal, yang diiringi dengan arak-arakan (helaran).
7)      Asup Leuweung
Pertanda warga Adat/Incu putu memulai kegiatan pekerjaan di sawah dan di ladang, acara ini biasanya diiringi dengan menabuh Goong gede.

     3) Kitab suci :
a)      Al Qur’an
b)      Tanzzul Muluk