Rabu, 21 Mei 2014

Kasepuhan Citorek serta Ketahanan Pangan Bangsa

Kasepuhan Wewengkon Citorek

Bertani, Nafas Budaya dan Penjagaan Adat Istiadat Serta Ketahanan Pangan Bangsa.
"Komunitas adat bagi bangsa Indonesia adalah aset budaya yang tidak terhingga Nilainya. Keberadaanya tidak terlepas dari akar sejarang panjang  selama ribuan tahun dan wujud unik atas keberagaman bangsa ini."
Tata nilai yang telah dianut pada komuntas desa adat bukan hanya terkait aspek sosial-budaya semata tetapi terintegrasi pula dengan aspek lainya seperti sistem ekonomi, lingkungan dan sebagainya.
Salah satu komunitas desa adat yang masih eksis dan terus menjaga tata nilai budaya leluhur mereka terutama dalam sistem budaya pertanian adalah Kasepuhan Wewengkon Citorek yang tergabung dalam Kesatuan Kasepuhan Banten Kidul (SABAKI) salah satu desa adat di Indonesia yang terletak di Desa Citorek Tengah, Desa Citorek Timur, Desa Citorek  Kidul, Desa Citorek Barat dan Desa Citorek Sabrang Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Komunitas ini merupakan kelompok masyarakat adat sunda yang tinggal di sekitar Gunung Halimun, terutama di wilayah Kabupaten Sukabumi sebelah barat hingga ke Kabupaten Lebak, dan ke Utara hingga ke Kabuptaen Bogor.
Sisi menarik dan sangat menonjol diantara banyak keunikan dari komunitas ini adalah terkait penjagaan adat dalam pengelolaan sistem pertanian padi yang mereka lakukan. Bagi mereka, bertani  bukan hanya sekedar aktifitas ekonomi semata terkait menanam, memelihara dan memanen. Lebih dari itu, bertani adalah bagian dari nafas budaya dan penjagaan adat istiadat dari leluhur mereka. Disinilah diterapkan sebuah sistem pertanian yang terus dijaga ketat dalam aturan adat dan dipantau langsung oleh Oyok Didi sebagai pemangku Adat Kesepuhan Wewengkon Citorek.


Larangan demi kebaikan
Diantara aturan adat terpenting dalam hal pertanian adalah larangan melakukan komersialisasi produk pertanian padi yang mereka tanam. Maka, pasca panen hasil pertanian disimpan di lumbung-lumbung (leuwit) yang semua warga kasepuhan wajib memilikinya  untuk kebutuhan pangan mereka dan kebutuhan sosial lainya, termasuk juga adanya leuwit "Aub" milik kasepuhan.
Begitu pula dengan pemakaian bahan kimia sintetis dalam kegiatan pertanian di kasepuhan pun tidak diperbolehkan. Benih padi yang ditanam warga harus  benih padi varietas lokal dan musim tanam hanya dilakukan satu kali  dalam satu tahun.
Alhasil dalam pangan masyarakat tidak pernah kekurangan atau kelaparan apalagi harus import dari negeri tetangga. Sistem pertanian mereka pun tidak tergantung pada pihak luar, sehingga tidak ada ketergantungan yang berlebihan karena secara adat telah menyediakan semua kebutuhan proses produksi pertanian seperti benih lokal yang hingga saat ini telah ada lebih 68 varietas lokal ( bank benih), pupuk organik dari pemanfaatan kotoran hewan ternak dan lainya. Sebuah kearifan budaya bangsa yang ditinggalkan bangsa modern Indonesia, yang mengimpor segala macam produk pertanian sementara manusia modern Indonesia ini tinggal di negeri khatulistiwa, sungguh sangat ironis.
Inilah sebuah komunitas milik kekayaan budaya bangsa Indonesia yang telah dan terus secara nyata menjaga adat maupun aturan leluhur demi kemakmuran masyrakat setempat. Komunitas banten kidul telah membuktikan bahwa dengan aturan adat mereka masih bisa melaksanakan kewajiban sebagai petani semabri menjaga aturan dan nilai-nilai luhur yang diyakini mampu menjawab kebutuhan serta tuntutan kehidupan di saat ini dan masa mendatang serta telah terbukti selama ribuan tahun.
Apa yang dilakukan oleh komunitas ini. Khususnya terkait sistem pengelolaan pertanian menjadi inspirasi penting bagi penetapan cara pandnag kita dalam mengatasi berbagai persoalan yang membelit negeri ini khususnya dalam hal penyediaan pangan dan pertanian.
Mental kemandirian untuk memenuhi pangan sendiri (swasembada) menjadi kata kunci dalam upaya mengatasi kelangkaan pangan, bukan dengan melakukan alternatif impor secara terus-menerus.petani harus dijadikan sebagai pelaku utama dalam sektor ekonomi dan pertanian serta negara harus melindungi mereka melalui kebjakan-kebijkan dan dukungan teknis yang pro petani bukan pro kapitalis, apalagi mafia-mafia produk pertanian. Dan, Inilah bukti konkret bahwa petani memiliki nilai tambah bagi masyarakat sekitarnya bahkan menjadi bagian penting pelaksana kedaultan pangan bangsa Indonesia. Indonesia pun akan berdaya dan mandiri, sungguh mengagumkan. 
 “Mun lain urang neuk saha, mun lain ayeuna neuk iraha dei?"

1 komentar:

STUDI MANAJEMEN mengatakan...

ijin copy kanda kanggo referensi