Selasa, 05 Maret 2013

Situs Megalit Parigi dan Cibedug Citorek

Situs Megalitik Parigi - Citorek

Jabrig Parigi
Situs megalitik Parigi terletak di Kp. Naga 1 Desa Citorek Tengah, posisinya berada di tengah pemukiman warga. kondisinya saat ini makin mengkhawatirkan, luas situs Parigi pada awalnya cukup leluasa, namun dengan berkembangnya penduduk sekitar keberadaan situs tersebut makin terpepet oleh bangunan pemukiman penduduk sekitar, namun tetap dipertahankan kebradaannya walaupun hanya bagian bangunan utama yang tersisa.

Situs tersebut berbentuk persegi panjang, membujur arah timur dan barat. bagian barat situs masih bisa terlihat merupakan bagian pelataran atau pintu masuk kompleks situs, sedangkan bagian timur merupakan bagian utama situs. model bangunan utama berundak dengan ketinggian hingga 2 M dan pada bagian puncaknya terdapat batu berwarna merah yang dianggap sakral oleh masyarakat, batu merah tersebut meyerupai banghkong (katak).

Menurut keyakinan masyarakat sekita, situs Parigi tersebut berusia lebih tua dibanding dengan situs megalitik Cibedug. namun patut disayangkan, saat ini situs tersbut tidak terurus seolah hanya seonggok gundukan tanah tinggi yang tidak memiliki nilai sama sekali, padahal jika kita kaji dari nilai kesejarahan tentang leluhur suku Sunda tentunya akan menjadi informasi dan sumbangan kesejarahan yang sangat tinggi nilainya.

Bahan bangunan situs merupakan batuan jaman megalit yang disusun dan ditata dengan baik dan sangat apik, persegi panjang dengan ukuran antara 10 m x 25 m yang merupakan bagian bangunan utama. konon menurut sumber-sumber yang pernah berdialog dengan penulis, situs Parigi tersebut dibangun pada jaman prasejarah jauh sebelum berdirinya kerajaan Tanjung Perak yang didirikan oleh Aki Tirem Sang Luhur Budi atau Aki Mulya Luhur Mulya atau yang disebut Argyre oleh sejarawan Yunani kuno. 

Apapun informasi mengenai kebradaan situs tersebut masih perlu kita kaji dan komfirmasi melalui berbagai kajian untuk membuktikan adanya peradaban tinggi di wilayah Citorek yang merupakan peradaban tua bagi suku Sunda. hal ini akan sangan bergantung kepada masyarakatnya itu sendiri. Apakah ada keinginan, motivasi, rasa memiliki dan rasa cintya terhadap budaya leluhurnya atau justru sebaliknya.Smoga Saja....


Situs Lebak Cibeduk

Kampung Cibedug merupakan bagian dari Desa Citorek Barat, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jaraknya lebih kurang 50 km dari Rangkasbitung atau delapan km dari Desa Citorek Barat yang merupakan pintu gerbang menuju Kp. Cibedug. Kampung Cibedug kini masuk Taman Nasional Gunung Halimun. Disana sudah dibangun sektor Cibedug, sebagai salah satu pintu masuk menuju kawasan konservasi tersebut.


Menurut sejarah tutur masyarakatnya, nama Cibedug berasal dari sebuah batu di tengah hutan yang mengeluarkan bunyi seperti bedug yang bertalu-talu saban malam Jumat. Masyarakat menyebutnya batu bedug dan akhirnya oleh masyarakat yang pertama kali menetap di wilayah itu menamakan kampung dan sungai yang mengalir di dekat batu bedug itu dengan sebutan Cibedug. Ada juga yang mengatakan sampai sekarang, batu bedug itu kadang masih mengeluarkan suara bedug, terutama menjelang bulan puasa Ramadhan.


Hingga kini, masyarakat di Kampung Cibedug masih hidup terpencil, tepatnya di barat daya Gunung Bapang (1045 mdpl). Daerahnya masih sulit dijangkau oleh kendaraan. Mobil hanya bisa sampai di Desa Citorek Barat. Satu-satunya cara, 'ngetrek' berjalan kaki melewati jalan berbatu, menyebrangi jembatan bergoyang, areal persawahan dan naik-turun perbukitan, atau bagi mereka yang berani dan suka tantangan, saat ini jalannya bisa ditempuh dengan menaiki speda motor, tentunya dengan kesiapan mental yang wow...


Kampung ini menjadi terkenal setelah ditemukan adanya peninggalan purbakala zaman prasejarah, tepatnya peninggalan dari tradisi megalitik. Berupa batu berundak sembilan tingkat, beberapa menhir atau batu berbentuk lonjong dan berdiri tegak serta sumur kuno yang berada di satu kompleks.
Kompleks Situs Berundak atau disebut Punden Berundak Cibedug ditemukan pada tahun 1896 oleh peneliti gabungan yang terdiri dari 18 negara eropa yang dipimpin oleh peneliti berkebangsaan Jerman.

Masyarakat yang memegang kebudayan megalitik, percaya bahwa orang yang sudah mati masih berhubungan dengan keturunannya, terlebih kalau almarhum adalah tokoh masyarakat atau orang yang dihormati karena kedudukan atau kedigjayaannya. Agar bisa terus menjalin hubungan dengan para leluhur, para penurusnya membuat bangunan-bangunan dari batu besar (megalitik). Tak ketinggalan mengadakan upacara penghormatan supaya para leluluhnya itu tetap bermurah hati.



 

Tidak ada komentar: