Jumat, 01 Maret 2013

Konsep Hutan dan Pengetahuan Astronomi Kasepuhan Citorek



1. Konsep Konservasi Hutan Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek
 
Lingkungan alam paling primer bagi masyarakat Kasepuhan adalah hutan yang merupakan sumber kehidupan. Hutan di sekitar Citorek secara adat dibedakan sesuai dengan fungsinya. Di Citorek dikenal 3 (tiga) jenis hutan, yakni:
  1. Leuweung Tutupan
Leuweung Tutupan atau Leuweung Geledegan arti harfiahnya adalah hutan tua, yaitu hutan yang masih lebat dengan berbagai jenis tumbuhan asli besar dan kecil, lengkap dengan semua satwa penghuninya. Hutan jenis ini sama sekali tidak boleh dijamah oleh manusia, dalam istilah secara umum oleh pihak perhutani terutama disebut hutan primer. Hutan jenis ini menurut Adat Kasepuhan Citorek tidak boleh dirusak karena dianggap sebagai pelindung kehidupan atau seumber kehidupan, intinya merupakan sumber mata air (hulu cai’). Contoh jenis hutan ini adalah kawasan hutan di dalam TNGHS (Taman Nasional Gunung Halimun Salak). Yang mengelilingi wilayah Citorek.
  1. Leuweung Titipan (Hutan Titipan)
Leuweung Titipan merupakan Leuweung Kolot juga yang dikeramatkan. Hutan jenis ini sama sekali tidak boleh dieksploitasi atau diganggu. Bahkan hanya untuk melewatinya atau memasukinya saja cukup sulit. Setiap warga yang hendak lewat atau masuk ke dalam hutan jenis ini harus meminta ijin khusus dari Sesepuh (ketua adat).
Penggunaan hutan tersebut dimungkinkan apabila telah datang ilapat/wangsit dari nenek moyang kepada ketua adat. Adanya jenis Leweung ini lebih memudahkan pemerintah dalam melaksanakan perlindungan hutan dan kawasannya yang sejalan dengan prinsip-prinsip Masyarakat Adat Citorek dalam melestarikan dan melindungi hutan dari segala bentuk pengrusakan dan bahkan penjarahan. Leuweung Titipan di Citorek terletak di bagian timur, yakni di Gunung Ciawitali yang merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), dan di bagian barat Citorek, tepatnya di kawasan Gunung Nyungcung (Cibedug) dan Gunung Bapang. Leuweung titipan yang paling dominan adalah dikenal dengan hutan Sangga Buna dan hutan Lebak Cawene.
  1. Leuweung Bukaan/Garapan
Leuweung Sampalan atau Leuweung Bukaan merupakan hutan yang dapat dimanfaatkan warga untuk pembukaan ladang, pengembalaan ternak (kerbau), membuat petak sawah, mengambil kayu dan hasil hutan lainnya. Jenis hutan ini terletak di sekitar tempat pemukiman dan mengelilingi perkampungan Citorek. Jika pembukaan hutan tersebut telah melibatkan penanaman kayu albasia dan sejenisnya atau kayu keras lainnya dan terjadi pertumbuhan sekunder, maka hutan jenis ini disebut juga sebagai reuma ngora (blukar baru), dan reuma kolot (blukar tua) bagi yang prosesnya lebih lanjut.
Jenis hutan ini kondisi pada saat ini telah mengalami berbagai penggarapan seiring makin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan lahan-lahan tersebut untuk menanam berbagai jenis pohon produksi dan buah-buahan. Kebiasaan berladang secara berpindah-pindah telah ditinggalkan oleh masyarakat Adat Kasepuhan Citorek. Mereka dalam melaksanakan bercocok tanam kini telah menetap dan berusaha untuk mengindari kerusakan hutan dan ekosistemnya dari akibat pembukaan dan penggarapan lahan dari leweung bukaan tersebut.
Pembagian peruntukkan hutan secara adat tersebut menunjukkan bahwa dalam kearifan adat, disadari sepenuhnya fungsi hutan untuk konservasi. Dalam hal ini hutan sebagai hulu/sirah cai’, yang mempunyai pengertian secara harfiah adalah kepala air, yang dimaksudkan sebagai pelindung mata air. Secara tradisi/adat masyarakat Adat Kasepuhan Citorek menyadari bahwa hutan sangat berperan dalam mempertahankan kelangsungan mata air dan tersedianya air. Hal ini tidak berbeda dengan konsep ilmu pengetahuan modern.

2. Sistem Kalender dan Pengetahuan Astronomi
Dari kukuhnya masyarakat Kasepuhan Citorek memegang dan mematuhi kearifan trdisional nenek moyang tersebut berdampak positif, yaitu terlestarikannya jenis padi tradisional yang dimiliki masyarakat Tradisi. Secara sengaja masyarakat Kasepuhan Citorek menjaga bahkan memperkaya dengan cara tradisional varietas padi sehingga bertambah banyak jenis padi berharga yang menjadi gudang plasma nutfah.
Secara umum masyarakat Citorek yang mayoritas petani telah mengetahui dan memahami, varietas padi yang mana yang cocok untuk ditanam ditempat yang berbeda dengan ketinggian yang berbeda pula. Sampai saat ini masyarakat Kasepuhan Citorek memiliki sampai 148 varietas padi lokal. Dengan demikian telah jelas bahwa, kearifan Tradisional masyarakat Kasepuhan Citorek telah melestarikan plasma nutfah padi. Mungkin di masyarakat lain atau masyarakat di luar komunitas Kasepuhan Citorek telah punah tersisih padi bibit unggul hasil revolusi hijau.
Jika ditelaah lebih jauh dan mendalam, masyarakat Kasepuhan Citorek dalam bercocok tanam baik sawah atau huma meiliki patokan waktu musim tanam yang dihitung secara jeli dan matang berdasarkan pedoman astronomi. Perhitungan waktu tersebut berdasarkan munculnya rasi bintang atau bahkan planet tertentu, serta peredaran bulan mengelilingi bumi. Dikalangan kelompok elit Kasepuhan Girang, para saksi ada yang betugas mengurus urusan tani yang berkewajiban dan bertanggungjawab menghitung waktu yang sesuai dengan tiap tahapan dalam bertani.


Kalender pertanian Kasepuhan Citorek didasarkan pada perputaran bulan dan kedudukan bintang tersebut kerap disejajarkan dengan kelender Islam. Yang sama-sama didasarkan pada perputaran bulan. Perhitungan model ini berbeda dengan perhitungan masehi yang lazim kita gunakan sehari-hari yang berdasarkan perputaran bumi mengelilingi matahari. Sebenarnya kalender pertanian yang digunakan masyarakat Kasepuhan Citorek cukup umum, pada masyarakat tradisi adat lainnya di berbagai daerah di Indonesia. Patokan musim bertani yang didasarkan pada posisi bintang dikenal juga oleh masyarakat Jawa Tengah. Selain itu masyarakat suku Baduy juga menggunakan patokan bertani dengan menggunakan perhitungan berdasarkan perputaran bulan pada bumi serta letak posisi bintang tertentu. Jika dibandingkan, maka terdapat persamaan, yakni patokan bintang yang digunakan Bintang Kidang, di masyarakat Adat Kasepuhan Citorek adalah Bintang Waluku pada Masyarakat Jawa Tengah, dan pada astronomi modern disebut Rasi Orion.

Tidak ada komentar: