Partitur Eksaminadus CPNS Lebak:
Sukwan Tercabik!
Lebak.
Tanah mungil anggun ayu mempesona, penuh estetika daya tarik, disanjung
disayang dan dibanggakan beratusribu penghuninya. Penuh ketakjuban. Lebak
menyandang nama besar penentang gigih budaya feodal, monopoli, diktator,
penindasan, kemiskinan, dan perbudakan. Bangsawan asing, Dowess Dekker alias
Multatuli. Manusia berjiwa besar intelek, sosialis, familier, dan ternama walau
sedikit paranoid pada wanita muda. Ia sosok bijak yang mempunyai duli besar
pada nasib kaum melarat, jelata, dan tertindas dimasanya. Kisah sejati para
pejuang heroik, menghardik mengusir penjajah dan mengusir kebatilan di tanah
Lebak tercinta. Lebak banyak menorehkan kisah sejati bertintakan emas dimasa
kejayaan lampau.
Lebak
yang luas dan tanah gembur subur berbukit gunung. Dengan segala kandungan
sumber alam yang melimpah ruah, keberagaman budaya dengan segenap keunikannya
yang memukau para petualang. Budaya suku Baduy yang berjentik cantik lentik dan
adaptif. Amat menakjubkan! Keberagaman biota hutan lindung yang menghias paras,
kepakan sayap camar-camar di atas debur ombak pantai selatan Lebak. Kota kecil
Cikotok, penghasil berjuta ton emas tiap tahunnya bertengger hingga beberapa
dasawarsa. Pelambang kemakmuran. Lebak memang patut diacungi jempol.
Di
atas adalah sisi lain nafas kehidupan, partitur kejayaan Lebak dimasa lampau.
Lebak kini adalah kecarut marutan dengan segala ekspresi pengecut berlarut,
yang larut dalam situ ketidakjujuran dan pembiasan. Lebak berparas kusut
memilukan penuh iba. Sirna soko guru
yang patut ditiru dan digugu, panutan si kecil jelata dan lemah. Lebak dulu
bagai Situ Tamansari yang anggun dan indah, dengan air yang jernih dan tenang,
taman bunga yang tetata apik bersih. Taman kelana kasih kupu-kupu dan sang
kumbang. Menyejukkan khalbu. Sayang. Situ Tamansari itu kini dihuni sang Raja
Baya yang berkulit jas, berekor dasi dan doyan berburu logam mulia dibelantara
ruang dan petak situ dengan telunjuk berbahan besi mentah yang dibuat mendadak
di ruang kota dewan.
Lebak
berparas kusut dengan segala kecarut marutan baju barunya. Tergambar jelas. Kala
cermin baru berfigura logam mulia berkadar 99,99% bermerk CPNS 2004, dan
berkulitas nasional, telah terpampang ditiap toko milik tikus si Raja Tengkulak.
Iklan niaga dan pamflet telah tebarkan penjualan cermin yang bias didapatkan di
toko pusat apaun di cabang. Cermin ini mudah anda miliki segera, syarat mudah,
caranya gampang dengan diskon disesuaikan. Penjual dan pembeli segera negosiasi
cari sepakat cocokkan harga. Bila semuanya sudah beres dan pass! Maka kwitansi
SK segera akan ditandatangani, mudah bukan?
Antrean
panjang calon pembeli ibarat semut yang beruntai. Sang calo dengan gesit
tawarkan jasa meliuk-liuk bagai ular berbisa yang meliuk diantara intaian buaya
rakus dan kerumunan singa yang lapar. Suhu kehidupan naik, udara kota kian
panas. Raja pemda duduk di kursi dinas, di ruang pribadi yang panas seraya
mengibaskan kipas bercorak bunga rupiah. Kursi dewan kota kerap kosong
ditinggal sang juragan pemilik yang sibuk bernegosiasi, guna memudahkan
pembagian job deskrftion. Panitia dan
pejabat berwenang, sibuk ditugaskan mencari peminat sebanyak yang disuka. Bahkan
sesekali boleh promosi dengan sensasi “Bagi pendaftar calon guru yang putra
daerah dan telah lama mengabdi sebagai GTT akan didahulukan dan
diprioritaskan”.
Bagai
macan kehausan. Pejabat pusat penuh loyal sempat memantau ceremony test CPNS 2004, biar mudah kasak-kusuk mengatur porsi
penjualan, sekaligus mengecek barang dan stok barang yang masih tersedia
termasuk jumlah barang yang telah terjual dengan cash. Serombongan pengawal
sang raja datang, dengan dada membusung bidang berkalung KTP (Komisi
Transparansi), bersenjatakan independen dengan prisai standar yang biasa ia
jalankan bermerk 252. Semuanya termangu dan diam saat sebuh kado disodorkan
pada mereka. “semuanya bisa dikendalikan” setengah berbisik, sambil berlalu
membawa kado hadiah untuk pasukannya.
Tanpa
sadar sukwan Lebak telah tercabik retorik estetik sang pejabat berwenang. Sukwan
dan pendaftar umum hanya ajang simulasi guna sensasi pematuhan administrasi
yang diwajibkan sang jenderal pusat. Pembagian porsi, penjatahan, tawar menawar
harga dan adu tender. Semuanya telah usai di balik layar kaca cabaret disisi
kelambu ruang, bahkan di Lobi, di Villa Mawar, di atas meja kursi pribadi,
hingga di tengah kebun, petak sawah dan lading blukar. Semuanya berjalan lancer
sesuai dengan skema tanpa menyimpang dari petunjuk semula. Beres, lunas, pas
dan tentunya menguntungkan. Tinggal sesi paling akhir, yaitu menunggu hasil
undian yang masih diolah dan pengumuman bias diundur sampai pada waktu
tertentu.
Pengumuman
datang dengan tiba-tiba pada waktu yang tak pernah terjadwal sesuai skejul.
Bukti dan kenyataan hanya menyodorkan kuku tajamnya yang mengoyak dan mencabik
pengabdian sukwan bertahun lumutan, matahari pun tergadai. Nama sukwan akan
ditulis di atas lontar dan akan terbawa angin yang berbaris dipagihari dan
menembus batas cakrawala.
Jika
telah menempuh segala syarat yang tertera pada iklan dan pamflet yang menempel
di dinding-dinding gang terselubung. “Segelas kopi mursid pun sudah cukup menghilangkan lapar dahaga, saat jam
istirahat di sekolah” gumam sukwan lirih, berkawan meja dan kuris bisu dengan
pandangan yang lepas jauh sambil berkaca pada alam yang damai, hingga terlelap
dalam bunga mimpi tak berujung.
* Diangkat
dari pengalaman pribadi seorang sahabat penulis.
By
Laki2 Blukar
(azhad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar