Dulu jernih, kini keruh dan perih |
Mengalir,
mengalir, mengalir. Berarus semampai meliuk dicelah bukit dan gunung
melewati ngarai dan celah, terkadang menurun lalui air terjun.
Jernih masih rupamu. Dari hulu mengalir, sawah dan empang beriak ikan
kegirangan paokan air cukup dan bersih. Masuk ke perkampungan, anak
kecil mandi berteriak kegirangan berloncatan ditiap tampian, ibu-ibu
berdendang dengan bakulnya yang berisi beras merah dan putih,
menggesoh hingga bersih. Selanjutnya kompan minum hingga penuh untuk
mengisi koci dan termos. Nanti bias menyeduh segelas susu untuk anak
dan menyedeuh secomplong kopi bapa yang cape usai bekerja seharian di
sawah dan kebun.
Pemuda
dan orangtua ramai di tiap tampian memainkan hobi menarikan ikan-ikan
emas yang berliuk indah menyambar pelet-pelet yang lezat. Cimadur
memberikan arti terdalam bagi gadis-gadis kecil mau berangkat mengaji
sore, mandi dan mengambil air wudlu, sambil mencuci pakain kotor,
Cimadur, insfirasi ruhani. Saat subuh, penduduk telah ramai menyapa
Cimadur sekedar mandi, cuci pakaian, ambil wudlu, cuci piring, yang
paling penting mengisi kompan dan jerigen dengan air bersih jernih,
Cimadur.
Cimadur
memberikan bukti peradaban Citorek yang makmur. Subur sawah, panen
melimpah. Bersih airnya ikan melimpah. Saat kemarau menghampiri, kita
tak pernah kenal kekeringan. Sebab Cimadur air melimpah. Betapa
indah, damai, subur “gemah ripah loh jinawi” Citorek saat itu.
Saat air begitu melimpah, lingkungan alam terjaga, jarang ditelinga
terngiang bencana. Ikan memas, udang, menga, partay, mayo, beunteur
dana segala jenisnya dapat hidup dan beranak pinak karena air
Cimadur. Cimadur jernih, terlihat ganggang, apu-apu, kerikil, batu,
pasir, ikan, kepiting dan udang telihat mata sedap memandang. Siang
malam penduduk tak khawatir menggunakan air Cimadur untuk mencuci
pakaian dan alat-alat dapur, mandi serta mencuci beras. Hutan belum
ada yang gundul hingga cadangan air melimpah.
Saat
ini Cimadur sakit dan luruh, akibat keserakahan manusia. Hulu Cimadur
dirobek-robek bahkan dihancurkan, kebeningan Cimadur diracuni. Nafsu
serakah manusia telah nyata menyakitkan. Menghancurkaan Cimadur
dengan segala isinya, Cimadur hancur berarti peradaaban Citorek
tinggal tunggu waktu akhir. Dadaku sesak saat melihat Cimadur
mengalir dengan warna kecoklatan kental sambil memberikan senyum
kecut dengan bau yang tak sedap, pesannya amat jelas. Cimadur luruh,
Cimadur hancur, Cimadur akan hilang dan peradaban Citorek menuju
akhir. Hutan sumber airnya dirusak, dihancurkan dan diracuni, tak
lagi terdengar senandung riuh anak kecil mandi di Cimadur, tak lagi
terlihat katel-katel, kompan-kompan yang berisi air Cimadur. Kalaupun
ada terpaksa walapun harus bertaruh nyawa. Bisa keracunan karena
mengkonsumsi Cimadur.
Betapa
serakahnya manusia, Hutan berubah jadi gurun gersang dan Cimadur
luruh kecut membawa beragam jenis racun. Tak aman untuk
dimanfaatkan penduduk. Cimadur dulu sumber kehidupan, cimadur kini
sumber kematian. Cimadur akan menyaksikan sekaligus bukti peradaban
Citorek yang bermula hingga menuju kehancurannya. Cimadur hanya
mengalir lirih tanpa member makna pada penduduk yang dilewatinya,
nampak ia enggan menyapa dengan segala kejernihannya, Cimadur menjadi
bukti Caturangga
para pendahulu, “Cimadur kan hilang bersama pradaban Citorek”.
semoga ini menjadi bahan pemikiran kita bersama dalam menyelamatkan lingkungan. Menyelamatkan lingkungan berarti mempertahankan kehidupan, ketika kehidupan tak mampu bertahan maka perdaban akan hancur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar