Oleh Mulyadi Sugiansar
Jaro Karjaya (Kades Citorek Tengah) |
Kondisi
daerah saat ini semestinya menyadarkan kita akan pentingnya kepemimpinan yang
Islami. Kepemimpinan itu ada dua jenis, yakni kepemimpinan umat dan
kepemimpinan daerah.
Idealnya
pemimpin daerah adalah juga pemimpin umat. Dia imam di masjid sekaligus imam
dalam urusan politik, sebagaimana khulafaurrasyidin. Sehingga
keputusan-keputusan politik selalu dilandasi Syariat Islam dan mempertimbangkan
kepentingan umat. Saat ini kedua jenis kepemimpinan itu terpisah.
Kepemimpinan
sangat pragmatis kapitalistik, sementara kepemimpinan umat Islam menghendaki
syariat Islam. Akibatnya umat selalu dimarginalkan. Di sinilah urgensi adanya
kepemimpinan yang sejati. Yakni kepemimpinan yang berbasis ketakwaan. Baik
takwa secara individual, sosial maupun secara sistem.
Terjaganya
harta, jiwa dan kehormatan rakyat bukanlah hal yang utopis. Namun jika
pemimpinnya tidak bertakwa, apalagi sistimnya sekularis kapitalistik tentu
terwujudnya kesejahteraan rakyat hanyalah khayalan belaka. Mengapa? Karena
rakyat yang ia pimpin hanya akan jadi obyek pemuasan serakahnya. Bahkan rakyat
yang ia pimpin tidak jarang ia suguhkan pada serigala-serigala yang jahat. Maka
wajar jika ada seruan dalam Komunitas masyarakat Lokal khusunya Masyarakat
Wewengkon Citorek untuk menolak pemimpin yang kurang mumpuni, umumnya di DOB
Cilangkahan.
Memilih
pemimpin memang harus sesuai dengan suara hati. Sebaliknya memilih calon
pemimpin jangan karena egoisme pribadi (kultus). Memilih pemimpin karena materi
(uang) bukanlah ukuran “suara hati”. Memilih pemimpin yang sesuai dengan suara
hati harus disertai oleh pertimbangan yang matang. Tentunya dengan melihat
kriteria-kriteria ideal bagi seorang pemimpin.
Faktor
kepemimpinan sangat penting untuk kita jadikan perhatian, karena peranan
pemimpin sangat besar dalam penentuan keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan. Terlebih Wewengkon Citorek dan DOB Cilangkahan yang merupakan
kabupaten yang akan lahir setelah pemekaran dari Kabupaten Lebak.
Secara
substansial pemekaran daerah mengusung pesan dan harapan yang sama, yakni
bertujuan untuk memperpendek jarak pelayanan birokrasi kepada masyarakat
sehingga roda pembangunan daerah bisa bergerak lebih cepat. Selain itu juga
perlu diingatkan, pemekaran harus dikawal dan dijaga agar tidak disalahgunakan
oleh para elit lokal untuk mengejar kepentingan pribadi dan kelompok.
‘Pemekaran bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah, bukan
untuk kepentingan kekuasan para elit lokal’.
Ada tiga ungkapan yang biasanya dijadikan prasyarat
bagi yang berminat menjadi pemimpin, khususnya di tatar Banten. Ungkapan itu
adalah Nyantri, Nyakola, dan
Nyunda. Untuk ungkapan yang pertama atau nyantri ini,
pemimpin itu harus memiliki kecerdasan spiritual yang disimbolisasikan dengan
istilah Nyantri.
Spiritual menjadi harga mati sebagai benteng terakhir agar seorang pemimpin
sadar betul bahwa kepemimpinannya itu adalah amanah dan harus
dipertanggungjawabkan. Nyakola
sesungguhnya simbol dari seseorang yang lebih mementingkan nalar
ketimbang tubuh. Nalar tidak pernah berhenti berfikir. Tidak pernah berfikir
juga menggadaikan nalar untuk kepentingan sesaat, memburu kekuasaan dengan cara
yang tidak terhormat. Untuk ungkapan yang ketiga atau Nyunda ini tidak harus dimaksudkan
secara reduktif sekedar referensi etnis geografis yang merujuk pada wilayah
Banten sebagi suku sunda saja, tetapi Nyunda
adalah diksi dengan makna seperangkat nilai-nilai kesundaan yang harus dimiliki
oleh para pemimpin.
Maka masyarakat perlu menyadari pentingnya pemimpin “lokal”
untuk dikawal menuju tampuk kepemimpinan yang lebih tinggi, semisal pemimpin
lokas Kepala Desa untuk didorong dan didukung menjadi pemimpin ditingkat yang lebih
tinggi semisal menjadi pemimpin di kabupaten. Sosok Jaro Karjaya dianggap
mewakili dari ketiga ungkapan di atas, dia saat ini menjabat sebagai Kepala
Desa Citorek Tengah, Jaro Karjaya dianggap sebagai sosok pemimpin local yang
berhasil dan sukses membawa kehidupan masyarakatnya lebih makmur dan sejahtera
serta terdidik dan religius.
Semoga
akan muncul pemimpin “lokal” yang betul-betul mampu membangkitkan masyarakat
Wewengkon Citorek dan DOB Cilangkahan menjadi masyarakat yang adil dan makmur.
Memiliki komitmen kuat membangun daerah demi terwujudnya cita-cita luhur
pemekaran. Dan yang terpenting lagi, jangan pilih calon pemimpin amoral. Semoga
Allah menyamakan suara hati kita dalam memilih calon Pemimpin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar