Kasepuhan Wewengkon Citorek
Bertani, Nafas Budaya dan Penjagaan Adat Istiadat Serta Ketahanan Pangan Bangsa.
"Komunitas adat bagi bangsa Indonesia adalah aset budaya yang tidak terhingga Nilainya. Keberadaanya tidak terlepas dari akar sejarang panjang selama ribuan tahun dan wujud unik atas keberagaman bangsa ini."
Tata nilai yang telah dianut pada
komuntas desa adat bukan hanya terkait aspek sosial-budaya semata tetapi
terintegrasi pula dengan aspek lainya seperti sistem ekonomi,
lingkungan dan sebagainya.
Salah satu komunitas desa adat yang masih
eksis dan terus menjaga tata nilai budaya leluhur mereka terutama dalam
sistem budaya pertanian adalah Kasepuhan Wewengkon Citorek yang tergabung dalam Kesatuan Kasepuhan Banten Kidul (SABAKI) salah satu desa
adat di Indonesia yang terletak di Desa Citorek Tengah, Desa Citorek Timur, Desa Citorek Kidul, Desa Citorek Barat dan Desa Citorek Sabrang Kecamatan Cibeber,
Kabupaten Lebak, Banten. Komunitas ini merupakan kelompok
masyarakat adat sunda yang tinggal di sekitar Gunung Halimun, terutama
di wilayah Kabupaten Sukabumi sebelah barat hingga ke Kabupaten Lebak,
dan ke Utara hingga ke Kabuptaen Bogor.
Sisi
menarik dan sangat menonjol diantara banyak keunikan dari komunitas ini
adalah terkait penjagaan adat dalam pengelolaan sistem pertanian padi
yang mereka lakukan. Bagi mereka, bertani bukan hanya sekedar aktifitas
ekonomi semata terkait menanam, memelihara dan memanen. Lebih dari itu,
bertani adalah bagian dari nafas budaya dan penjagaan adat istiadat
dari leluhur mereka. Disinilah diterapkan sebuah sistem pertanian yang
terus dijaga ketat dalam aturan adat dan dipantau langsung oleh Oyok Didi sebagai pemangku Adat Kesepuhan Wewengkon Citorek.
Larangan demi kebaikan
Diantara
aturan adat terpenting dalam hal pertanian adalah larangan melakukan
komersialisasi produk pertanian padi yang mereka tanam. Maka, pasca
panen hasil pertanian disimpan di lumbung-lumbung (leuwit) yang semua
warga kasepuhan wajib memilikinya untuk kebutuhan pangan mereka dan
kebutuhan sosial lainya, termasuk juga adanya leuwit "Aub" milik
kasepuhan.
Begitu pula dengan pemakaian bahan kimia
sintetis dalam kegiatan pertanian di kasepuhan pun tidak diperbolehkan.
Benih padi yang ditanam warga harus benih padi varietas lokal dan musim
tanam hanya dilakukan satu kali dalam satu tahun.
Alhasil dalam pangan masyarakat tidak
pernah kekurangan atau kelaparan apalagi harus import dari negeri
tetangga. Sistem pertanian mereka pun tidak tergantung pada pihak luar,
sehingga tidak ada ketergantungan yang berlebihan karena secara adat
telah menyediakan semua kebutuhan proses produksi pertanian seperti
benih lokal yang hingga saat ini telah ada lebih 68 varietas lokal (
bank benih), pupuk organik dari pemanfaatan kotoran hewan ternak dan
lainya. Sebuah kearifan budaya bangsa yang ditinggalkan bangsa modern
Indonesia, yang mengimpor segala macam produk pertanian sementara
manusia modern Indonesia ini tinggal di negeri khatulistiwa, sungguh
sangat ironis.
Inilah
sebuah komunitas milik kekayaan budaya bangsa Indonesia yang telah dan
terus secara nyata menjaga adat maupun aturan leluhur demi kemakmuran
masyrakat setempat. Komunitas banten kidul telah membuktikan bahwa
dengan aturan adat mereka masih bisa melaksanakan kewajiban sebagai
petani semabri menjaga aturan dan nilai-nilai luhur yang diyakini mampu
menjawab kebutuhan serta tuntutan kehidupan di saat ini dan masa
mendatang serta telah terbukti selama ribuan tahun.
Apa yang dilakukan oleh komunitas ini.
Khususnya terkait sistem pengelolaan pertanian menjadi inspirasi penting
bagi penetapan cara pandnag kita dalam mengatasi berbagai persoalan
yang membelit negeri ini khususnya dalam hal penyediaan pangan dan
pertanian.
Mental
kemandirian untuk memenuhi pangan sendiri (swasembada) menjadi kata
kunci dalam upaya mengatasi kelangkaan pangan, bukan dengan melakukan
alternatif impor secara terus-menerus.petani harus dijadikan sebagai
pelaku utama dalam sektor ekonomi dan pertanian serta negara harus
melindungi mereka melalui kebjakan-kebijkan dan dukungan teknis yang pro
petani bukan pro kapitalis, apalagi mafia-mafia produk pertanian. Dan,
Inilah bukti konkret bahwa petani memiliki nilai tambah bagi masyarakat
sekitarnya bahkan menjadi bagian penting pelaksana kedaultan pangan
bangsa Indonesia. Indonesia pun akan berdaya dan mandiri, sungguh
mengagumkan.
“Mun lain urang neuk saha, mun lain ayeuna neuk iraha dei?"
1 komentar:
ijin copy kanda kanggo referensi
Posting Komentar