Tradisi dalam Keseharian Anak-anak Citorek
(by. Jabrig Parigi)
(by. Jabrig Parigi)
Definisi Tradisi
Tradisi
merupakan suatu bentuk kebiasaan masyarakat di suatu tempat yang
tergambar dalam pola kehidupannya sehari-hari. Tradisi dan kebudayaan
hampir sama namun, tradisi lebih merujuk pada pengertian adanya suatu
kebiasaan pola hidup yang tidak mengikat dalam kehidupan masyarakat
adat suatu daerah termasuk Masyarakat Adat Citorek. Dalam hal ini
tradisi dapat dikategorikan sebagai warna dalam kehidupan masyarakat
yang tergambar dalam pola-pola kebiasaan yang disepakati yang
keberdaannya disadari atau tidak oleh si pelakunya, termasuk tradisi
dalam masyarakat Citorek saat ini.
Pada
dasarnya sulit untuk mengemukakan batasan dan pengertian tradisi
secara pasti. Untuk menemukan batasan tradisi perlu ditinjau dari
berbagai segi, baik secara sosiologi, psikologi, dan antropologi
terutama yang terkait dengan ilmu yang memang secara khusus berkaitan
dengan tradisi. Tradisi apabila kita bandingkang dengan kebudayaan
terdapat hal yang hampir sama, hanya dalam hal ini nampak, bahwa
kebudayaan memiliki batasan yang lebih luas dibandingkan dengan
tradisi. Tradisi mengarah kepada segala kegiatan manusia yang
mengarah kepada karya budi sebagai tujuan. Sedangkan kebudayaan
mengarah kepada kerangka yang menyebabkan adanya tradisi. Jadi jelas
bahwa kebudayaan memiliki tradisi dan tradisi terdapat dalam
kebudayaan.
Dalam
kehidupan masyarakat Citorek terdapat beberapa pola kehidupan
masyarakatnya yang dapat digolongkan sebagai sebuah tradisi, seperti
tradisi naheun corak,
naheun sosog, naheun buwu, naheun badodon, ngabedolkeun situ/kobak,
ngabedolkeun sawah, ngaregreg, berok lauk, ngendogkeun, liliuran
gawe, dan
tradisi Nasi kabuli.
Tradisi Masyarakat
1)
Tradisi Naheun Corak
Tradisi
naheun corak
merupakan sebuah tradisi yang sudah sekian lama ada dan dijalankan
oleh masyarakat Adat Citorek. Kebanyakan pelaku dari tradisi Naheun
Corak ini adalah
anak-anak. Naheun Corak
merupakan sebuah tradisi yang sudah dinggap sebagai kebiasaan yang
telah turun-temurun.
Corak
adalah sejenis alat untuk menangkap belut di pesawahan. Corak
terbuat dari bahan bambu yang bagian-bagiannya sebagai berikut, yakni
Ruas (bambu yang berukra sedang) yang dipotong secukupnya dari
masing-masing buku bambu, bahan yang kedua dari Corak
adalah sikur
(anak corak)
sebagai alat untuk menjerat belut yang sudah masuk ke dalam lubang
bambu. Dalam hal ini sikur
merupakan alat yang paling vital dalam menjerat ikan belut. Sikur
terbuat dari bahan bambu yang sengaja di anyam sedmikian rupa hingga
dapat di pasang di dalam lubang corak
yang bermafaat untuk menipu ikan belut. Selain itu sikur juga
berfungsi sebagai alat menyimpan umpan. Umpan yang biasanya digunakan
dalam tradisi naheun
corak adalah cacing
tanah.
Cara
membuat Corak
tidaklah begitu sulit. Bahan-bahannya dapat ditemukan dengan mudah,
yakni di hutan-hutan sekitar wilayah Citorek. Adapaun jenis bambu
yang biasanya digunakan untuk membuat corak adalah bambu Tali (Awi
Tali) dan bambu Buluh
(Awi Buluh).
Bambu yang dijadikan bahan corak
adalah bambu yang belum begitu tua, bambu bahan corak haruslah bambu
yang tergolong masih muda. Setelah bambu diambil dari hutan maka
biasanya bambu akan dipotong-potong menjadi ruas peruas. Selanjutnya
dirapikan sedemikian rupa, setelah dianggap rapi, biasanya bagian
kedua dalah membuat anyaman bambu yakni Sikur, alat ini biasa disebut
anak corak.
Maka apabila sebuah ruas bambu sudah dilengkapi dengan sebuah anak
corak
(Sikur),
maka berarti corak
sudah siap digunakan untuk menangkap ikan belut. Cara dalam memasang
corak (Naheun Corak)
disawah adalah sebagai berikut:
- Mencari umpan (Opan). Biasanya umpan mudah untuk didapat, yakni di tipa-tiap pematang sawah. Jenis umpan yang digunakan adalah cacing tanah.
- Setelah umpan dirasakan cukup, maka umpan dari cacing tanah akan dihaluskan dengan menggunakan batu atau alat lain yang dapat digunakan untuk menghaluskan umpan hingga dianggap cukup halus.
- Umpan yang sudah halus, akan dimasukkan ke dalam anak corak (Sikur).
- Setelah seluruh corak dipasang sikur, maka selanjutnya satu persatu corak akan dipasang di tengah sawah.
Memasang
corak
tidak asal pasang namun, tanah yang sudah gembur di sawah akan digali
sedikit lalu corak
ditancapkan di dalam tanah lumpur, hingga hanya terlihat lubang
bagian depanya saja. Jika telah selesai maka dipasang, maka keesokan
harinya pada pagi hari, sesudah subuh anak-anak ramai mengambil corak
yang kemarin di
pasang. Pada saat anak-anak bangun pagi dan bersiap untuk mengambil
kembali coraknya
yang kemarin telah dipasang dengan penuh harap-harap dan kegirangan
mereka berangkat bersama-sama untuk mengambil corak.
Mereka berangkat mengambil corak
biasanya cukup pagi yakni, sekitar pukul 05.00/atau ba’da Adzan
Shubuh.
Dalam
kegirangan mereka yang penuh harap-harap mendapat ikan belut yang
cukup banyak, mereka mengafresiasikan kegirannya itu dengan selalu
bernyanyi bersama saat berjalan menuju sawah. Salah satu nyanyian
yang mereka adalah sebagai berikut:
O….
eo eo eo ah!
O….
eo eo eo ah!
O….
eo eo eo ah!
Corak
aing corak buluh,
Diasupan
belut. Pinuh!
Dipaisna
mani ngeunah!
O….
eo eo eo ah!
O….
eo eo eo ah!
O….
eo eo eo ah!
Dalam
menyanyikan nyanyian ini biasanya mereka terus menerus saling
bersahutan sejak turun dari rumah sampai mereka tiba di sawah yang
dituju.
- Tradisi Naheun Sosog
Sosog
termasuk salah satu tradisi masyarakat Citorek dalam menangkap ikan.
Tradisi naheun sosog
termasuk sebuah tradisi yang musiman. Yakni hanya pada musim
ngabedolkeun
sawah/nyogolan
dan yang paling dianggap baik adalah saat cuaca selalu hujan. Sosog
biasanya di pasang pada sore hari dan akan diambil/diangkat pada pagi
harinya untuk mengambil ikan yang sudah terperangkap dalam sosog.
Sosog ini di pasang
pada kokocor
sawah ( saluran pengairan antar sawah). Jika musim hujan cukup sering
dan panjang (usim
ngijih), maka bisanya
sosog
di pasang pada kokocor
sawah sebanyak dua kali yakni pada siang hari dan malam hari.
Sosog
terbuat dari bambu
yang cukup besar dengan rata-rata ukuran 10 dia meter. Pada saat
prosesnya bagian ujung sosog
akan dibelah-belah kecil secukupnya lalu dianyam
dengan menggunakan tali
(ikatan) dari bahan
bambu. Apabila sudah selesai bagian atas sosog
akan terbuka lebih lebar seperti buaya yang sedang membuka mulutnya.
Ukuran hasil anyaman pada ujung sosog
rata sekitar 20 cm yang selanjutnya akan difungsikan sebagai alat
jerat ikan yang turun dari sawah melalui kokocor.
- Tradisi Naheun Buwu
Buwu
adalah jenis alat
untuk mengambil ikan yang biasanya digunakan oleh masayarakat Citorek
dari semua lapisan dan usia serta latar belakang. Buwu
biasanya dipasang bukan hanya di kokocor
sebagaimana dalam sosog.
Buwu
ternyata lebih banyak fungsinya, yakni bukan hanya dapat dipasang
pada kokocor sawah namun dapat pula di pasang pada congcorowokan.
Buwu
ternyata dapat berfungsi sesuai dengan jenis buwunya.
Adapun jenis buwu
adalah sebagai berikut:
- Buwu Diuk
Buwu
diuk biasanya
digunakan pada saat mengambil ikan dengan teknik ngarak-rak
paimahan, ngaregreg,
dan dipasang di leuwi-leuwi
sungai. Buwu
jenis ini terbuat dari bahan bambu yang teknik dan model pembuatannya
mirip dengn sosog
(lihat atas).
b)
Buwu sosog
Buwu
Sosog ini digunakan
pada saat mengambil ikan di sawah dan dapat pula di pasang di
kokocor. Bahan pembuatan jenis buwu
ini adalah sapu lidi yang dianyam dengan menggunakan simpai dari
rotan. Buwu
model ini terbagi dua bagian yang paling penting yakni, induk buwu
dan anak buwu.
Induk Buwu berfungsi
untuk menampung ikan yang sudah terejebak di dalamnya, sedangkan anak
buwu berfungsi sebagai jeratannya, karena anak buwu
inilah, biasanya ikan yang sudah masuk melalui celah dalam anak buwu
dan masuk dalam ruang buwu
induk tidak dapat
keluar kembali. Buwu
model ini pula yang bisanya digunakan untuk menangkap ikan Lubang
(buwu lubang).
4.
Tradisi Naheun
Badodon
Badodon
adalah jenis alat penangkap ikan yang khusus di pasang di
sungai-sungai yang cukup besar dan deras. Dalam memasang badodon
di sungai dianggap cukup rumit dan sulit namun tergantung dari besar
dan arus sungai itu sendiri. Sebelum memasang alat penjerat ikan pada
tang badan sungai terlebih dahulu harus membuat bendungan yang
sederhana dengan menggunakan batuan yang tersedia di sungai. Badodon
biasanya sengaja di pasang pada parung
sungai. Parung sungai merupakan bagian badan sungai yang biasanya
berarus air deras. Bagian-bagian yang disebut badodon
adalah adalah sebagai
berikut:
- Tanggul Badodon. Yaitu bagian bendungan yang berfungsi untuk memusatkan arus air ke pusat pasangan badodon. Tanggul ini biasanya sederhana ydan terbuat dari batuan sungai yang ditumpuk menyerupai bendungan (dam).
- Puser Badodon. Yaitu pusat arus air sungai yang sudah terp[usat yang megikuti aluran bendungan dari batuan sungai sehingga arus air sungai yang megalir kehilir memusat pada pasangan badodon yang terbuat dari bambu-bambu yang dipasang di tengah pusar.
- Sosog Badodon. Yaitu alat penjerat ikan yang dipasang tepat pada ujung arus air yang sudah memusat pada puser badodon. Memasang sosog badodon bukanlah pekerjaan yang gampang. Dalam prosesnya memerlukan tanaga, keahlian dan waktu yang cukup banyak.
- Tradisi Ngaregreg
Ngaregreg
adalah salah satu
teknik pengambilan ikan disungai-sungai terutama pada bagdan sungai
yang dianggap banyak ikannya dan tidak berarus air deras. Tradisi
jenis ini bisanya dilakukan oleh lebih dari satu atau dua orang,
bahkan bisa mencapai puluhan orang apabila ngaregreg
badan sungai yang besar dan dianggap sebagai tempat bersemayamnya
ikan yang banyak.
Ngaregreg
selalu menggunakan buwu
sebagai alat Bantu menangkap ikannya, selain utu juga digunakan
saringan yang bisanya disebut sair. Ngaregreg
bisanya membendung
bagian sungai yang berarus lemah serta mengurangi air yang ada untuk
memudahkan penangkapan ikan. Air yang sudah dibatasi oleh tanah atau
sejenisnya dengan tujuan menghindari adanya kebocoran air akan di
tawu (dibuang)
dengan menggunakan peralatan yang secukupnya hingga air dalam
lingkaran menjadi surut. Pada saat air sudah surut maka dapat
dikatakan sudah siap untuk menangkap ikan.
6.
Tradisi Berok
Ikan/Rangkeng Ikan
Tradisi
ini lebih merupakan alat atau tempat penangkaran ikan. Terutama ikan
emas. Masyarakat Citorek selain membuat balong
untuk ikan sebagai tempat tempat penangkaran ikan juga selalu
menggunakan pengkaran ikat yang di sebut sebagai rangkeng luk atau
berok
ikan. Berok
atau rangkeng ini biasanya dipasang disungai-sungai besar yang airnya
cukup deras, namun dalam memasang berok
ikan atau rangkeng
ikan ini biasaya dipilih bagian-bagian badan sungai yang memiliki
atus sungai tidak deras. Dengan kata lain fungsi berok/rangkeng
adalah sebagai tempat menyimpan ikan emas atau penangkaran ikan.
Berok
atau rangkeng terbuat dari bahan kayu yang sangat kuat dan dibuat
meyerupai kubus. Pada sisi kanan dan sisi kiri ditutup dengan sangat
rapat sebagai bagian badan berok
yang memeperkuat berok terhadap arus sungai yang sekli-kali terjadi
banjir. Pada sisi ini selalu dipasang batu-batu besar untuk
memperkuat berok dari
air yang deras. Pada bagain depan dan belakang bagian-bagian kayu
dipasang dengan menggunakan senggang antar kayu yang dibelah dengan
lebar sekitar 5 cm. Senggang atau jarak antar pasangan kayu ini
berfungsi sebagai aliran air yang cukup untuk ikan di dalam berok
tersebut. Bagian atas berok
ditutup dengan menggunakan papan kayu tebal yang terbuat dari bahan
kayu yang sudah kuat.
Jenis-jenis
kayu/pohon yang biasanya digunakan sebagai bahan membuat berok adalah
kayu Jurang, Rasamala,
Huru, Huru Batu, Ki Kawat, Ki Besi
dan kayu lainnya yang dinggap berkualitas baik. Selain itu ada pula
berok
yang terbuat dari bahan bambu, namun sifatnya hanya sementara dan di
pasang hanya di sawah, di balong,
atau di tepat lain yang dinggap aman dari arus sungai karena bahannya
yang sederhana dan tidak menjamin keamanan.
7.
Tradisi Ngendokeun Lauk
Ngedogkeun
(mengawinkan induk betina dan induk jantan ikan Mas agar bertelur).
Istilah ini maksudnya adalah mengawinkan ikan sebagai teknik
pengembangbiakan. Ikan yang masih bentuk telur dibiarkan hingga
menjadi besar yang nantinya pada saat melakukan kegiatan nyogolan
dijadikan sebagai pupulur
yang bekerja.
Tradisi
ngendogkeun
(mengawinkan) induk betina dan induk jantan dalam masyarakat Citorek
sudah menjadi suatu tradisi yang dilakukan oleh semua masyarakat
dalam sistem pertaniannya. Hal ini semata-mata sebagai bentuk swadaya
ikan dan pengembangan ikan emas terutama, yang dapat mencukupi
kebutuhan lauk pauk dalam kehidupan sehari-hari.
8.
Tradisi Moro Peusing
(Trenggiling)
Moro
Peusing/berburu
Peusing sudah menjadi kebiasaan dan rutinitas masyarakat Citorek.
Tradisi ini sudah ada sejak lama dan terus secara turun temurun
dipertahankan. Hingga kini tradisi moro
peuising masih
dilakukan oleh masyarakat Citorek. Tradisi yang satu ini tergolong ke
dalam tradisi yang bersifat musiman. Biasanya mereka (Pemburu) sudah
hapal dan mengenal kebiasaan binatang peusing itu sendiri. Mereka
dalam pelaksanaan moro
peusing ini tidaklah
mengandalkan kecepatan atau bahakan mereka tidak menggunakan binatang
anjing yang biasanya digunakan untuk berburu.
Dalam
berburu Peusing,
mereka cukup dengan mempelajari gelagat dan kebiasaan binatang
peusing itu sendiri, yakni hidup di atas pohon bisa pula di dalam
goa. Biasanya dengan hanya mengenal bekas kaki peusingnya
saja tanpa banyak menguras tenaga. Jika bekas kaki
peusing sudah
ditemukan amaka jalurnya akan diikuti, biasanaya hingga pada
sarangnya. Saat ini tradisi berburu trenggiling sedikit menurun
mengingat adanya undang-undang perlindungan hewan jenis ini.
9.
Tradisi Ngalasan Buah
Saninten
Tadisi
ngalasan buah Saniten
meruapakan tradisi masyarakat Citorek yang dilakukan secara bermusim
pula. Adanya perilaku musiman ini lebih disebabkan karena pohon
Saninten berbuah
hanya pada waktu-waktu tertentu saja. Biasanya Saninten
berbuah pada tiap
tahun, namun pada tiap tahun itu belum tentu buahnya dapat dianggap
beneur
(berisi).
Dalam
masa empat tahun berbuah, hanya satu tahun yang mendatangkan buah
yang melimpah pada sela satu tahun dari empat tahun itulah yang
biasanya banyak masyarakat yang berbondong-bondong mengambil buah
saninten
di hutan belantara. Yang mesti diingat adalah jenis pohon saninten
ini secara fisik mirip dengan rambutan, hanya saja jika buah rambutan
tidak tajam bulu pada buahnya sedangkan buah saninten
tajam dan di dalamnya ada tempurung yang cukup keras. Buah saninten
dapat dogolongkan
sebagai buah hutan liar yang tumbuh dihutan-hutan belantara.
10.
Tradisi Kokodok Lauk
Tradisi
Kokodok Lauk
mungkin dapat kita golongkan pada kebiasaan sehari-hari, mengingat si
pelakunya merupakan masyaraklat dari semua kalangan dan dari semua
usia. Tradisi ini dilakukan tidak secara musiman namun, jika ingin
dilakukan tiap hari pun dapat pula dilakukan. Kokodok
pada dasarnya hampir sama maksudnya, yakni untuk mencari ikan. Yang
membedakannya dari teknik mengambil ikan yang lain adalah bahwa
kokodok
dilakukan dengan mencari lubang-lubang yang dianggap agem
atau baik untuk dihuni
ikan. Jika sudah diketemukan maka liang/goa
kecil yang dianggap akan ada ikannya akan dikodok
atau tangan kita dimasukan ke dalam lobang itu secukupnya untuk
mengambil ikan. Ikan yang biasanya didapat dari kokodok
adalah ikan lele, ikan belut, ikan nenel, ikan berelut,
ikan sarelot,
ikan benteur,
ikan emas, ikan sepat, ikan mujair, dan jenis ikan lainnya.
11.
Tradisi Ngalasan
Humut
Ngalasan
humut adalah sebuah
kebiasaan dan teradisi masyarakat Citorek dalam mengisi waktu
senggannya. Tradisi ini dapat digolongkan sebagai sebuah tradisi yang
musiman pula, mengingat kebanyakan masayarakat pelakuknya melakukan
kegiatan ngalasan humut
ini adalah pada waktu-waktu tertentu saja.
Waktu
yang biasanya dipilih sebagai waktu yang tepat untuk ngalasan humut
adalah pada saat bulan Ramadhan (Shaum), ketika adanya upacara
Hajatan,
dan upcara-upcara lainya. Dari segi tujuanny ngalsan
humut ini adalah
mengambil sebagian pohon yang dapat atau bisa dimakan serta tidak
berbahaya bagi kesehatan dan tubuh manusia. Biasanya humut
(gali) dijadikan sebagai lalap-lalapan dalam tradisi makan di tatar
Sunda.
Tumbuhan
yang bisanya diambil humutnya adalah pohon aren (Kaung),
pohon kelapa (nyiur), pohon bimbin, tumbuhan bubuay
dan lain sebagainya.
12.
Tradisi Paimahan
Lauk
Tradisi
paimahan lauk
dalah sejenis teknik mengambil ikan di sungai-sungai yang biasa
dilakukan oleh masyarakat dari semua kalangan dan usia. Paimahan
secara maknawi dapat diartikan sebagai perumahan. Maka dapat kita
ambil definisi bahwa paimahan
lauk dalah perumahan
ikan. Artinya masyarakat dalam menjaring ikan dengan cara menggunakan
teknik membuat rumah-rumahan untuk ikan bersembunyi.
Paimahan
bisanya dibuat disungai-sungai yang cukup besar dan mengambil tempat
yang tidak begitu deras, bahkan sama sekali tidak deras. Bahan dalam
pembuatannya, amatlah sederhana, yakni dengan hanya membuat
tumpukan-tumpukan batuan di dalam sungai di bagaian yang dianggap
paling dalam sebagai tempat untuk ikan bersembunyidari segala
gangguan. Jika sudah sekitar 1 (satu) sampai 2 (dua) bulan, maka
biasanya paimahan akan segera dibongkar dan diambil ikannya yang
sudah terjebak di dalam paimahan.
13.
Tradisi Marak
Lauk
Marak
adalah salah satu teknik pengambilan ikan disungai-sungai terutama
pada bagdan sungai yang dianggap banyak ikannya dan tidak berarus air
deras. Tradisi jenis ini bisanya dilakukan oleh lebih dari satu atau
dua orang, bahkan bisa mencapai puluhan orang apabila Marak
badan sungai yang besar dan dianggap sebagai tempat bersemnayamnya
ikan yang banyak.
Marak
selalu menggunakan buwu sebagai alat Bantu menangkap ikannya, selain
utu juga digunakan saringan yang bisanya disebut sair. Marak
bisanya membendung bagian sungai yang berarus lemah serta mengurangi
air yang ada untuk memudahkan penangkapan ikan. Air yang sudah
dibatasi oleh tanah atau sejenisnya dengan tujuan menghindari adanya
kebocoran air akan di tawu
(dibuang) dengan
menggunakan peralatan yang secukupnya hingga air dalam lingkaran
menjadi surut. Pada saat air sudah surt maka dapat dikatakan sudah
siap untuk menangkap ikan.
3.4.3.3
Permainan yang Dikategorikan Tradisi
Selain
tradisi-tradisi yang telah diuraikan di muka, maka beberapa hal yang
dapat dikategorikan sebagai tradisi yang ada dalam kehidupan
masyarakat Citorek. Permainan meruapakan sebuah corak dan bentuk
afresiasi masyarakat dalam membina kehidupan bermasyarakat, sebagai
masyarakat pedesaan yang bersahaja yang memiliki karateristik.
Dalam
uaraian berikut peniulis mencoba untuk menguraikan beberapa permainan
yang sudah memasyarakat dan bersifat turun –temurun dari
kenerasi-kegenerasi, hingga dianggap sebagai sebuah tradisi,
dianataranya adalah:
- Tradisi Permainan Tumpak Gorobag/Padati (Pedati)
Tradisi
permainan tumpak
gorobag (grobag) atau
biasa disebut pedati, merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh
anak-anak dan remaja. Permainan ini secara turun temurun dari tiap
generasi dan hingga kini masih dapat dilihat dalam perilaku
masyarakat Citorek.
Pedati
atau grobag yang dimaksud di sini berbeda dengan grobag atau pedati
yang kita kenal di perkotaan. Diperkotaan pedati atau grobak biasanya
berbentuk segi empat untuk tumpangan barang atau bahkan jasa angkutan
dan biasanya ditarik oleh manusia atau hewan seperti kuda dan sapi.
Sedangkan untuk pedati atau gerobag yang ada dalam masyarakat Citorek
adalah grobag yang dibuat sederhana dan digunakan untuk tumpangan
anak-anak yang suka bermain dengan menggnakan grobag, dapat pula
grobag atau pedati inin dianggap sebagai pengganti sepeda bagi
anak-anak desa saat mereka belum mengenal sepeda atau kendaraan
sejenisnya.
Grobak
yang digunakan bermain oleh anak-anak Citorek adalah gerobak atau
pedati yang terbuat dari kayu dan bambu. Roda yang digunakan untuk
pdati terbuat dari kayu gelondongan yang dibuat tipis meyerupai ban
mobil dan beroda empat. Tempat duduk sebagai jok dalam grobak atau
pedati ini terbuat dari bahan bambu. Sedangkan untuk bahan gardan dan
sasis terbuat dari bahan kayu yang cukup kuat. Jangan kita sangka
jenis kendaraan tradisi anak Citorek ini tidak memnggunakan oli, oli
digunakan dalam, kendaraan ini untuk melincinkan putaran roda dalam
gardan kendaraan. Oli yang dugunakan dibuat sendiri yakni dati hasil
sadapan
getah pohon karet yang dikeringkan secukupnya lalu dicampur dengan
minyak tanah dan selanjunya aduk-aduk hingga minyak dengan getah
karet menyatu. Cara menggunakannya dalah dengan cukup hanya
memoleskan oli tersebut kebagian putaran roda dengan gardan pedati.
- Tradisi Permainan Manyer Kolecer (Kincir)
Tradisi
Permainan Kolecer
(kincir) ini merupakan
sebuah tradisi yang dapat dikategorikan sudah sejak lama ada dan
tidak dapat diketahui kapan munculnya tradisi tersebut. Hal yang
paling umum dalam tradisi ini adalah adanya suara kolecer
(kincir) yang bersuara bermacam-macam. Ada sebuah istilah bahwa suara
kolcer
itu sangat Indah, sebab ada suara nyeguknya.Bentuk
fisik kolecer
tersebut sebenarnya sangat sederhana, namun pada dasarnya sulit dalam
proses pembuatannya. Kerumitannya yang paling urgen adalah prinsip
keseimbangan dalam membuat bentuk kolecer/kincir itu sendiri. Bahan
yang digunakan biasanya dapat dari bahan kayu dan dapat pula
menggunakan bambu. Yang paling umum adalah penggunaan bahan kolecer
/ kincir dari kayu
(pohon).
Masyarakat
penggemar kolecer
biasanya dari semua
usia mulai dari anak-anak hingga orangtua. Anak-anak biasanya
menggunakan kolecer
yang dibuat dari bahan
bambu, sedangkan kolecer
yang dibuat dari bahan kayu/pohon bisanya digunakan oleh orangtua.
Dalam hal ini dapat dimaklumi, karena memang sesuai dengan tingkat
kesulitan dan kerumitannya dalam proses pembuatannya. Hingga saat ini
tradisi manyer
kolecer
masih bertahan dan masih digandrungi oleh semua kalangan di tengah
masyarakat Wewengkon
Citorek.
Istilah
manyer kolecer
adalah sebagaimana bentuk fisiknya, kolecer
yang sudah dibuat akan dipasang di atas tiang yang dibuat dari
potongan batang bambu. Intinya pamanyer
(tiang Pemancang) dalam bahasa Indonesia biasa disebut tiang Kolecer
(tiang kincir).
3)
Tradisi Permainan Kekeboan
Permainan
kekeboan
atau bermain kerbau dilakukan oleh anak-anak sebagai pengganti mainan
lain. Mainan kebo-kebioan ini diabuat dari pelepah phon kelapa yang
masih berwaran hijau namun sudah tua. Pelepah akan dipotong-potong
sekitar 15 cm panjangnya dan direka-reka. Bagian belakang lebih besar
dan bagian depan lebih kecil atau lebih lancip. Bagian depan dianggap
sebagai kepala kerbau. Setelah pelepah disipkan, maka yang
berikutnya adalah pembuatan tanduk kerbau. Tanduk kerbau ini dibuat
dari tempurung kelapa yang keras. Setelah tempurung dipasangkan apda
bagian pelepah yang telah dipotong dan direka tadi maka jadilah
mainan itu sebagai mainan kerbau (permaianan kerbau-kerbauan).
Selanjutnya anak-anak pemilik kerbau-kerbauan siap beraksi.
- Tradisi Permainan Kucing-kucingan (Aro-aroan)
Permainan
ini sejak lama telah ada dalam masyarakat Citorek. Permainan jenis
ini dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Permainannya memerlukan
banyak anggota, dan biasanya dilakukan pada saat mereka beremain
disungai atau pada saat sore hari ketika orangtua mereka baru tiba
dari sawah dan ladang.
Permainan
ini menggunakan sistem tuduhan “aro” (gatal) maka yang dituduh
aro atau
gatal tadi akan mengejar-ngejar anggota lainnya untuk memindahkan
gatalnya. Jika salah satu anggota dari permainan ini sudah tertular
maka si tertilar akan kembali mengejar yang liannya. Begitulah terus
permainan ini dilakukan dan berlamngsung hingga ada kesepakatan
antara anggota untuk berhenti atau menghentikan permainan ini.
- Tradisi Permainan Susumputan (Petak Umpet)
Permainan
ini barangkali tidak jauh beda dengan daerah lainnya di masyarakat
suku Sunda. Permainan petak umpet ini dibagi menjadi dua kelompok.
Dari masing-masing kelompok biasanya terdiri dari beberapa orang.
Sebelum petak umpet dilakukan maka terlebih dahulu diadakan
kesepakatan antar kelompok mengenai aturan permainan.
Konsepnya
dalah satu kelompok akan bersembunyi dan tiap anggota bersembunyi
secara menyebar. Jika tempat perembunyiannya telah diketemukan dan
seluruh anggota telah diketemukan pula, maka selanjutnya dalah
giliran kelompok berikutnya untuk bersembunyi. Begitulah selanjutnya
permainaan tersebut dilaukan.
- Tradisi Permainan Kasti
Permainan
kasti
ini sudah merupakan permainan yang bersifat nasional, bedanya dengan
masyarakat Citorek adalah bahwa masyarakat Citorek sebagai pelau
kasti bersifat
terbatas yakni, hanya anak-anak dan remaja belaka dan bahan bola yang
digunakan pun tergolong sederhana, yaitu terbuat dari buah jeruk yang
sengaja dibuatkan untuk dijadikan sebagai bola dalam permaianan kasti
yang mereka lakukan.
- Tradisi Permainan Congklak.
Permainan
ini meruapakan permainan yang cukup unik namun memerlukan perhitungan
yang matang pula. Permainan congklak
ini akan berlangsung antar kelompok. Bahan congklak
terbuat dari kayu kecil. Congklak
anak dan congklak
induk.
- Tradisi Permainan Gobag (Cipek).
Permainan
ini dilakukan kebanykaan oleh anak-anak wanita. Permainan yang satu
ini tergolong sebagai permainan yang banyak menarik kaum wanita.
Permianan ini bisa dilakuka oleh satu atau dua orang dalam satu
kelompok.
Sebelum
permainan dilakukan, terlbih dahulu anak-anak akanmembuat garis
sebagai sarana bermaian gobag
atau cipek.
Tiap kotak berukuran sekitar 60x60 cm yang berfungsi sebagai injakan
bagi si pemain. Jika dari salahsatu anggota atau kelompok ada yang
menginjak garis saat bermainan maka dianggap mati dan selanjutnya
akan diselang oleh lawannya. Diselang maksudnya adalah digantikan dan
lawannya hars menunggu pula hingga lawannya yang sedang bermain cipek
dapat dianggap mati permainannya.
- Tradisi Permainan Bebentangan.
Permaian
bebentangan
merupakan permainan anak-anak yang memerlukan banyak anggota antara
10 smpai 30 orang. Permainan ini biasanya anak-anak akan saling
berpegangan tangan dengan sangat kuat dan melingkar. Satu orang yang
berdiri di tengah dilingkari oleh anak-anak yang lain dianggap
sebagai bentang yang harus menabrak pegangan yang lain hingga
terlepas. Apabila telah terlepas maka ia akan menggabungkan diri
berpegangan tangan dengan yang lainnya dan sebagai pengganti
bentangnya
adalah yang berhasil dilepaskan pegangan tangannya pada saat si
bentang menabrakkan
badannya tadi. Demikia permaianan itu terus berlangsung.
- Tradisi Permainan Pane.
Permainan
ini termasuk ke dalam bentuk permainan anak-anak. Permainan pane
dapat dibagi menjadi dua (2) yaitu pane
kecil dan pane
besar. Teknik permainan ini adalah melindungi batu yang dianggap
sebagai beneteng pertahanan. Kelompok yang melindungi benteng akan
berusaha keras agar musuhnya tidak dapat menjangkau atau bahkan
menyentuh benteng yang mereka lindungi. Apabila ternayata musih dapat
menyentuh benteng (pane)
tersebut maka dapat dianggap kalah. Dan selanjutnya giliran kelompok
lainnya yang akan bertugas mengalahkan kelompok berikutnya yang
melindungi benteng.
- Tradisi Permainan Galah.
Permainan
galah merupakan
permainan yang berkelompok. Permainan ini menggunakan garis segi
empat di dalamnya terdapat beberapa garis dan ruang yang membentuk
kota-kotak. Kelompok pertama adalah kelompok yang bertugas menjaga
garis. Sedangkan kelompok kedua bertugas untuk melewati garis yang
dijaga ketat oleh kelompok lain. Jika pada saat melewati garis
ternyata dapat disentuh oleh penjaga garis makadengan hal itu
dinyatakan kalah.
Penjaga
garis dibagi menjadi beberapa bagian dengan nama yang berbeda sesuai
dengan fungsi penjagaannya itu sendiri. Berikut adalah anama-nama
penjaga garis, yakni.
- Penjaga serepet.
- Penjaga Pangasinan.
- Penjaga Gelandang:
- Gelandang 1
- Gelandang 2
- Gelandang 3
Perlu
diketahui bahwa jumlah gelandang tidak terbatas. Banyaknya gelandang
bergantung pada jumlah anggota yang ikut permainan. Apabila anggota
permainan banyak maka gelandang aklan banyak pula. Gelandang bertugas
menjaga garis tengah.
- Tradisi Permainan Damdas.
Damdas
merupakan jenis permainan yang mirip dengan permainan catur.
Permainan ini dimainkan oleh dua orang. Saat melakukan permainan ini
diperlukan alas yang cukup untuk mebuat petak dan garis sebagai
lintasan bagi pasukan dalam permainan. Yang pasti permainan damdas
mirip dengan catur
hanya bedanya terletak pada garis lintas dan bentuk papan permainan
serta jenis pasukannya juga tentunya aturan jauh berbeda pula.
- Tradisi Permainan Riri Jamuri
Permainan
ini dapat dialakukan oleh banyak anggota permainan. Anak-anak yang
akan bermain permainan ini terlebih dahulu akan menentukan dua orang
yang disebut sebagai kucing
dan satu orang lagi disebut sebagai ayam. Setelah menentuan hal ini
maka kelompok akan melingkar atau membuat lingkaran dengan dengan
pegangan tangan yang kuat.
Si
Ayam akan lari karena dikejar oleh kucing. Saat itulah kelompok yang
membentuk lingkaran dengan pegangan tangan akan bernyanyi
memanggil-manggil ayam yang sedang dikejar-kejar oleh kucing untuk
diselamatkan. Nyanyian yang biasa dinyanyikan oleh anak-anak kelompok
anggota melingkar adalah sebagai berikut.
Riri
jamuri, jamuri jamu naon. Kurrrrrrrrrrrrr..! Kotok!
Riri
jamuri, jamuri jamu naon. Kurrrrrrrrrrrrr..! Kotok!
Riri
jamuri, jamuri jamu naon. Kurrrrrrrrrrrrr..! Kotok!
Riri
jamuri, jamuri jamu naon. Kurrrrrrrrrrrrr..! Kotok!
Riri
jamuri, jamuri jamu naon. Kurrrrrrrrrrrrr..! Kotok!
Riri
jamuri, jamuri jamu naon. Kurrrrrrrrrrrrr..! Kotok!
Pada
saat mereka sedang bernyanyi itulah si ayam akan tiba dengan
dikejar-kejar oleh kucing. Si ayam akan masuk dalam lingkaran setelah
diberi jalan oleh lingkaran tadi untuk dislematkan. Dan si kucing
selalu berusaha untuk masuk dalam lingkaran. Apabila si kucing
berhasil masuk lingkaran, maka si ayam akan secepatnya dikeluarkan
dari lingkaran untuk berlari. Jika si kucing sudah ada dalam
lingkaran maka ia ingin keluar namun selalu dijaga ketat oleh
lingkaran tadi.
- Tradisi Permainan Main Kaleci.
Permainan
tradisional ini pada dasarnya sudah merupakan tradisi bagi masyarakat
secara global termasuk masyarakat Citorek. Yang menjadi embeda dalam
permainan Kaleci
pada masyarakat Citorek adalah jenis klerengnya, yakni jenis klereng
yang dugunakan dalam
permainan kelreng oleh anak-anak Citorek berasal dari buah gompong
yang sudah matang dan berwarna hitam atau kecoklatan. Buah gompong
bisa didapatkan
dihutan-hutan sekitar Citorek.
- Tradisi Permainan Jajangkungan.
Tradisi
ini bukan haya dilakukan oleh anak-anak Citorek belaka, namun
sebagian besar suku-suku bangsa di tanah air mengenal permainan
jajangkungan ini. Permainan ini merupakan permainan yang cukup
beresiko mengingat faktor ketinggian bambu yang digunakan sebagai
pijakan dalam jajangkungan. Bambu yang sudah dibuat jajangkungan
akan dinaiki dan orang
yang menaikinya akan berjalan mengunakanbambu itu. Maka permainan ini
disebut sebagai permainan jajangkungan.
- Tradisi Permainan Beklas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar