BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
1.1 Letak Geografis
Desa Citorek Tengah dengan luas 2.222 hektar
merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Lebak bagian selatan. Citorek
termasuk wilayah Kecamatan Cibeber (Warung Banten-Cikotok). Jarak Desa Citorek Tengah dengan kota
Kecamatan sekitar 30 Km. Melalui jalan lama arah selatan, dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan baik motor atau pun mobil dengan kondisi jalan yang amat
parah dan tidak terawat. Untuk bisa sampai di kota Kabupaten (Rangkasbitung)
melalui jalur selatan, maka jarak yang harus ditempuh sekitas 180 Km. Hal ini
cukup sulit dan melelahkan. Jarak wewengkon Citorek dengan kota Kabupaten Lebak
melalui jalur utara sekitar 50 Km, dengan kondisi jalan yang cukup baik yang
memungkinkan penggunanya dapat menelusuri jalan ini menuju Citorek dengan
nyaman.
Secara geogerafis Desa Citorek Tengah di sebelah
timur berbatasan dengan Desa Citorek Timur dan Desa Citorek Sabrang, sebelah
barat berbatasan dengan Desa Citorek Barat. Sebelah selatan berbatasan dengan
Desa Citorek Kidul (Ciusul). Sebelah utara berbatasan dengan Desa Cirompang Kecamatan
Sobang tepatnya di batasi oleh urat pegunungan Kendeng. Wilayah Citorek di
bagian selatan, untuk dapat tembus langsung menuju arah kota Kecamatan harus
melewati wilayah pegunungan Luhur yang kondisinya masih sangat lebat serta
kondisi jalan yang tidak layak.
Desa Citorek Tengah termasuk salah satu desa yang
ada di wilayah Wewengkon Citorek. Menurut perbatasan para karuhun
Citorek, bagian barat dibatasi oleh Muara Cimerak, bagian utara dibatasi oleh
Gunung Kendeng, bagian selatan dibatasi oleh Pasir Soge dan bagai timur
berbatasan langsung dengan Gunung Sampit di dalam wilayah Taman Nasional Gunung
Halimun.
Secara umum Wewengkon Citorek dikelilingi oleh
pegunungan dan Citorek menyerupai sebuah lembah, dengan letaknya yang strategis
di atas tanah yang datar serta luas yang dilingkari pegungan tinggi. Kondisi
Tofografis Wewengkon Citorek, ketinggian 501-1000 meter lebih serta dataran
tinggi Gunung Sanggabuana dan puncak Pegunungan Halimun, yang letaknya
mengelilingi Citorek. Suhu udara di Citorek antara 24,5 – 28,8 oC. Sebagai
wilayah tropis Citorek mempunyai curah hujan dengan kisaran 4000-6000 mm /
tahun. Pada musim hujan, mulai Oktober sampai April, hampir dapat dipastikan
terjadi hujan lebat setiap hari.. sementara pada musim kemarau, mulai Mei
sampai September biasanya hujan turun
setelah siang hari, tapi selama enam sampai tujuh hari berikutnya kering.
Tingkat kesuburan tanah
berkisar antara subur dan sedang. Tanah tersebut sebagian besar diolah untuk
lahan pertanian khususnya tanaman padi, baik Sawah ataupun ladang yang
masing-masing diolah secara tradisional.
Cara
pengolahan tradisional ini sudah merupakan cara yang di pakai secara
turun-temurun. Dampak negatif dari pengolahan semacam ini menimbulkan banyak
lahan kritis, yang sering menyebabkan terjadinya bencana banjir dan longsor di
daerah hulu sungai.Jenis tanah yang terdapat di Wewengkon Citorek berupa tanah
pedsolik merah, kuning, tanah regional, tanah andosal coklat, latosol coklat,
asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan, asosiasi latosol coklat dan
regosol kelabu.
Potensi yang dimiliki Wewengkon Citorek berupa jenis
metalik mineral, yakni emas, perak, perunggu, dan biji besi. Sedangkan untuk
potensi jenis non metik di Citorek hingga kini masih belum diketahui dengan
pasti, seperti minyak bumi, batu gampung, andesit, zeolit, dan batu hias.
1.2 Penggunaan Lahan
Dari luas Desa Citorek Tengah 2.222 hektar
rincian penggunaan lahan sebagai berikut:
a. Pemukiman/perkampungan : 11%
b. Sawah : 41%
c. Ladang dan tegalan : 20%
d. Kehutanan/perkebunan : 15%
e. Lain-lain : 14%
1.3 Penduduk
Penduduk di Desa Citorek Tengah sebanyak 5.405 jiwa,
yang terdiri dari laki-laki 2.620 dan perempuan 2.785 jiwa. Tingkat pertumbuhan
rata-rata 8% per tahun. Menurut kelompok umur, dari sejumlah penduduk tersebut terdiri dari 0-14 tahun
sebanyak 1.310 jiwa, 15-64 tahun sebanyak 3.590 jiwa, dan 65 tahun ke atas
sebanyak 505 Jiwa.
Penduduk Desa Citorek Tengah terkonsentrasi di Kp.
Naga 1 27%, Kp. Naga 2 (hilir) 23%, Kp. Cicurug 28%, dan Kp. Cinutug dan Kp.
Cimapag 22% dengan tingkat kepadatan 210 jiwa /Km2. angka kelahiran (CBR) 3%
dan angka fasilitas sebesar 5%%. struktur mata pencaharian terdiri dari
pedagang 18 %, petani 66 %, jasa 4 %,
PNS (Pegawai Negeri Sipil) 2 %
1.4 Pendidikan
1) Lembaga Pendidikan Formal
Jumlah Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar (SD)
sebanyak 3 (tiga), dengan jumlah tenaga
pengajar PNS (Pegawai Negeri Sipil) hanya 8 (delapan) orang dan tenaga honorer sebanyak
33 (tiga puluh tiga) orang. Jumlah Lembaga Pendidikan SMP hanya 1 (satu)
lembaga, dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 22 (dua pulub dua). Lembaga
Pendidikan SMA Negeri telah dibuka pada tahun ajaran 2004/2005, yang saat itu
berstatus Kelas Jauh (Filial SMAN I Cibeber) dengan tenaga pengajar masih sama
dengan SMPN 3 Cibeber. Namun pada April 2011 telah dinyatakan sebagai sekolah
mandiri dengan status SMAN 2 Cibeber.
Kondisi bangunan sebagai sarana pendidikan saat ini
banyak yang tidak layak. Banyak bangunan yang telah rusak parah bahkan hancur
yang masih digunakan sebagai tempat proeses belajar mengajar. Kondisi tersebut
menuntut perhatian dan penganan yang serius pemerintah, bauk Pemerintah
Daerah/Kabupaten, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Pusat agar pembangunan
sumber daya manusia makin maju dan mampu menjawab tantangan diera globalisasi
dan informasi saat ini.
2) Lembaga Pendidikan Non Formal
Jumlah Lembaga Pendidikan Non Formal seperti Pondok
Pesantren Salfi mencapai 14 (empat belas) Pondok Pesantren dengan jumlah santri
keseluruhan mencapai 700 (tujuh ratus) orang. Masing-masing Pondok Pesantren
telah memilki Majlis Ta’lim dengan jumlah jema’ah Majlis rata-rata 30 s.d 70
orang/minggu.
Pada uraian poin (a) dan poin (b) setidaknya
memberikan gambaran kepada kita bahwa tingkat pendidikan Masyaraka Desa Citorek
Tengah cukup baik. jika menilik hal tersebut maka tugas kita saat ini adalah
bagaimana solusi terbaik agar pendidikan formal dan non formal seperti di atas
dapat berkembang lebih pesat. Hal ini cukup penting karena dalam teori
lingkungan atitudinal, sikap dan prilaku masyarakat dalam menerima inovasi
adalah hal penting dalam proses pembangunan. Idealnya pendidikan harus mampu
menumbuhkan inner will atau pemberdayaan dalam masyarakat.
Peningkatan dan pengembangan pendidikan baik formal
atau pun non formal merupakan suatu keharusan. Hal ini cukup beralasan, sebab
segala bentuk kemajuan di era globalisasi dan informasi dapat terjawab apabila
sumber daya manusia telah siap diberbagai bidang. Sumber daya manusia akan
mampu menjawab segala tantangan jaman
apabila memang telah disiapkan menghadapinya. Tentu saja, untuk
menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni akan berakar pada penyediaan sarana
dan prasarana pendidikan yang memadai.
1.5 Tingkat Pendidikan Masyarakat
Mayoritas masyarakat di Wewengkon Citorek sekita 60
% tamatan Sekolah Dasar (SD), 15 %
tamatan SMP, 15 % tamatan SMU atau yang
sederajat, dan 10 % tamatan Diploma dan Sarjana dari berbagai disiplin ilmu.
Tiap tahun jumlah masyarakat Citorek yang melanjutkan pendidikan ke Perguruan
Tinggi baik Negeri maupun Swasta selalu meningkat, bahkan banyak diantaranya
yang mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi yang cukup Bonavid.
Sejau ini masyarakat Wewengkon Citorek menyambut
segala bentuk kemajuan dibidang pendidikan
makin antusias. Dari waktu-kewaktu masyarakat makin sadar akan penting
dan perlunya memiliki pendidikan. Tentu hal ini merupakan bentuk kemajuan
berfikir masyarakat yang makin mengalami kemajuan dan paradigma baru, menuju
kemajuan berfikir tanpa mengesampingkan segala bentuk warisan Nenek Moyang yang
masih layak dipertahankan sebagai Ciri Manusia yang berbudaya.
1.6
Perekonomian
Mayoritas mata pencaharian masyarakat adalah bertani
(bukan buruh tani). Untuk memenuhi kebutuhan hidup baik sandang dan pangan
mayarakat secara umum mengandalkan hasil pertanian khususnya pertanian di
bidang padi (sawah) yang hanya dipanin untuk satu tahun sekali. Selain itu ada
juga masyarakat yang berprofesi dagang atau pun kegiatan ekonomi lainnya.
Hingga saat ini padi sebagai hasil tani merupakan prioritas utama untuk
kehidupan masyarakat Citorek dan merupakan komoditi unggul.
Kegiatan ekonomi tidak begitu berkembang secara
pesat, hal ini dapat dimaklumi mengingat sarana pusat kegiatan ekonomi rakyat
(pasar) belum tersedia. Untuk dapat memasarkan hasil bertani sawah dan lading
seperti padi, jagung dan sayuran pun masih sulit. Hal ini berkaitan dengan
sarana transportasi tidak begitu memadai
terutama jalur selatan menuju kota Kecamatan yang hingga kini belum ada
realisasi pembangunan atau perbaikan.
Dari hal di atas dapat disimpulkan, bahwasannya
taraf kemampuan ekonomi masyarakat dapat dibagi menjadi tiga fase, yakni
masyarakat mampu 30%, masyarakat cukup mampu 40 %, kurang mampu dan di bawah
garis kemiskinan mencapai 30%. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya lapangan
kerja yang dapat membuka jalan ekonomi masyarakat.
1.7
Kesehatan
Saat ini fungsi dan keberadaan Pustu sudah tidak
begitu banyak membantu. Karena luas wilayah dan banyaknya penduduk, maka untuk
Wewengkon Citorek sudah selayaknya mendapat pelayanan dari Puskesmas Induk.
Maka dari hal ini Pemerintah hendaknya segera mengambil langkah dengan segera
mendirikan Puskesmas Induk di Citorek. Dari tahun ke tahun jumlah kematian
akibat melahirkan terus bertambah, karena tidak tersedianya segala peralatan di
Puskesmas Pembantu dan tenaga medis pun sangat terbatas.
1.8 Pemuda dan Olahraga
Pemuda adalah tulang punggung negara dan harus mampu
menjadi kendaraan bagi aspirasi rakyat dengan cepat, tepat dan tentunya penuh
tanggung jawab dan kejujuran. Kondisi saat ini pemuda mempunyai peranan cukup
penting, yakni sebagai inspirator dan traspormator dalam proses
hidup berbangsa dan bernegara.
Pola generasi muda akan sesuai dengan harapan di
atas apabila pemerintah mempunyai keberpihakan terhadap pemberdayaan generasi
muda. Saat ini generasi muda Desa Citorek Tengah merupakan pemuda-pemuda yang
penuh dan kaya dengan potensi baik keolahrgaan maupun potensi wira Swasta.
Terbukti dengan banyak pemuda yang mampu kreatif dan terampil.
Kegiatan keolahragaan cukup banyak kemajuan.
Masyarak telah banyak yang mengeluti kegiatan olahraga seperti Sepak Bola,
Volley Ball, Tenis Meja, Bulu Tangkis, Catur, dan lain-lain. Kegiatan olahraga
yang paling banyak peminat diantaranya Sepak Bola, Volley Ball, Bulu Tangkis,
dan Tenis Meja. Untuk semua jenis olahraga ini, setiap tahunnya selalu berjalan
kegiatan kompetisi. Walau pun dengan segala sana dan prasarana yang pasa-pasan.
Memang secara bakat dan minat kegiatan keolahragaan merupakan potensi yang
perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah, mengingat banyak bibit-bibit atlet
dengan segudang potensinya yang dapat dibina menjadi atlet yang professional
sebagai duta untuk mampu membangkitka citra Daerah, baik secara nasional bahkan
tingkat internasional.
1.9
Keagamaan
Penduduk 100% memeluk agama Islam. Mulai dari
anak-anak hingga orang tua senantiasa aktif di Pondok dan Majlis Ta’lim belajar
dan dan memperdalam ilmu agama. Rutinitas masyarakat sehari-harinya selain
bertani adalah pengajian, pengajian ibu-ibu, pngajian bapak-bapak, dan
pengajian pemuda.
Untuk anak-anak usia 5 –10 tahun hanya 1% yang belum
bisa baca tulis AlQur’an. Mayoritas masyarakat telah mampu membaca dan menulis
Al-Qur’an. Kondisi seperti ini cukup menjadi tolok ukur bagi kemajuan Wilayah
Citorek Khususnya dan umumnya bagi Kabupaten Lebak dalam bidang keagamaan.
Citorek banyak menghasilkan Qori dan Qoriah yang handal yang
dapat diandalkan untuk bersaing dengan Qori dan Qoriah daerah
lainnya. Banyak putra- putri Citorek yang memilki suara indah dan merdu dalam
membaca Al-Qur’an dan berpotensi menjadi Qori terbaik. Dari tingkat
Daerah hingga tingkat Internasional.
Tinggal saat ini bagaimana tanggung jawab kita semua
untuk senantiasa membangun dan memajukan kegamaan sebagai salah satu bagian
kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masyarakat madani yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT.
1.10 Pertanian,
Perkebunan, dan Kerajinan Tangan
Secara umum
masyarakat berprofesi petani. Pertanian dikelola secara tradisional dan
menggunakan sistem adat yang seudah lama dipertahankan secara turn temurun
hingga saat ini. Dari pola tani tradisional ini banyak mengundang berbagai
lembaga penelitian baik dalam maupun luar negeri, yang sengaja meneliti pola
dan hasil bertani tradisional di Citorek khususnya tanaman padi yang manurut
lembaga BCCred, perlu dipertahankan karena dari pola bertani yang biasa
dilakukan di Citorek ramah lingkungan dan hasil yang terbukti dapat menjadi
percontohan daerah lain untuk menghasilkan padi yang unggul.
Bertani padi merupakan pertanian yang diprioritaskan
oleh masyarakat. Dari segi pengolahan hingga cara panen khusus untuk
Wilyah Citorek mempunyai ciri khas tersendiri yang telah di akui oleh dunia melalui
lembaga peneletian ilmiah sebagai warisan cagar budaya yang harus
dipertahankan. Untuk pertanian padi Citorek telah mampu membudidayakan tanaman
padi dengan cara tradisional dan telah teruji dalam waktu yang lama secara
turun-temurun. Hingga kini Citorek memilki 148 jenis varietas padi. Selain hal itu Wewengkon Citorek merupakan
daerah penghasil gula aren yang berpotensi membuka peluang pasar. Hasil
pertanian secara rinci sebagai berikut; Beras Ketan Hitam, Beras merah, Beras
Ketan Bogor, Beras Putih, dan lain-lain.
Banyak penduduk yang memiliki keterampilan dalam
menghasilkan kerajinan tangan. Bahkan banyak anak muda dan anak usia sekolah
SMP yang telah kretaif menghasilkan kerajinan tangan yang bermutu. Wewengkon
Citorek menghasilkan anyaman tudung (khas Citorek), kaneron, kaneron
konyonyod, sapu ijuk, sapu awis, boboko(bakul), sair, tolok, dan
lain-lain yang sudah biasa dipasarkan keluar daerah, namun belum maksimal. Hal
ini berkaitan dengan tersedianya modal yang sangat terbatas yang dimiliki.
Perkebunan di Citorek tidak bergitu berkembang
secara pesat seperti pertanian sawah. Hal ini bersangkutan erat dengan bibit
tanaman perkebunan yang tidak tersedia. Perkebunan hanya sebatas bibit kayu
albasia, itu pun masih sulit untuk memasarkan. Hingga saat ini belum ada
perkebunan yang khusus menghasilkan komoditi unggul seperti sirih, teh,
kapol, jagung, dan lain-lain yang dapat membuka peluang pasar. Lahan untuk
perkebunan tersedia cukup luas tinggal bagaimana cara memberdayakannya dengan
maksimal. Hal ini menjadi tantangan kita semua.
2.
Potensi Yang Dapat Dikembangkan
Desa Citorek Tengah banyak menyimpan potensi, baik
potensi alam, potensi budaya, serta potensi-potensi lainnya termasuk potensi
dibidang industri yang dapat dijadikan aset bagi pendapatan Daerah. Hal ini
akan sangat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat jika dibangun,
dikembangkan dan dikelola dengan profesional. Secara rinci, potensi dapat
diuraikan sebagai berikut:
2.1 Potensi Wisata
1. Wisata Alam
Arung jeram, Bukit/lahan perkemahan dan pelatihan,
Puncak-puncak gunung yang indah, Air terjun Cikuya, Air Terjun Curug Citaraje,
Air Terjun Ki Anam, Batu Meungpeuk, Terowongan sungai Cimadur sepanjang
8 Km di bawah gunung (gerong Cimadur) yang lebih dikenal “Cisurupan”.
Hamparan petak sawah yang mengapit perkampungan, Danau Puncak Gunung Nyungcung,
dan Panorama Pegunungan Wewengkon
Citorek (Sanga Buana).
2. Wisata Budaya
Upacara Seren Tahun (Serah Tahun), Upacara
Sunatan (Cepitan), Termasuk di dalamnya helaran, ujungan, dan Go’ong Geude (Gong Besar), Upacara Mipit Tanam, Upacara
Gegenek (mapag pare beukah), Upacara Mipit
Dibuat, Upacara Ngunyal (Rengkong dan tampilan seni
lainnya), Lantayan, Upacara Mipit Nganyaran, Upacara Sedekah kaol,
Upacara ‘Geudena.’, upacara lima belasna, Rumah Adat, Pakaian
Adat, Leuit Adat (Lumbung Adat), Masyarakat Adat Wewengkon Citorek, dan
Masyarakat Adat Cibedug.
3. Permainan
Tradisional
Cipe/Gobag, Galah, Aro-aroan/kucing-kucingan, Congklak, Kasti,
Bebentangan, dan Balap Kaki Kuda dan lain-lain.
4. Wisata
Sejarah
Situs
Berundak (Punden Berundak) – Lebak Cibedug; Situs Parigi; Batu Bedil; Batu
Tumpeng (di Cirametek, di Lebak Tugu, dan di Cibedug); Lebak Parigi; Lebak
Cisoka/Ciberang (patilasan kampung baheula); Lebak Cawene (dalam sejarah
Sunda disebut Lembah Wenered-); Miarakeun Lebak Cawene; Petilasan Bung
Karno Saat Rapat di puncak Gunung Jaya Sampurna; Patilasan Penggalian Emas
Jepang; Goa Jepang; Goa Belanda; Tari Kolot; Kuburan Ny. Zaeni di puncak gunung
Nyungcung, serta peninggalan-peninggalan sejarah lainnya
Upacara
Seren Tahun (Serah Tahun), Upacara Sunatan (Cepitan), Termasuk di dalamnya
helaran, ujungan, dan Go’ong Geude (Gong
Besar), Upacara Mipit Tanam, Upacara Gegenek (mapag pare beukah), Upacara
Mipit Dibuat, Upacara Ngunyal (Rengkong
dan tampilan seni lainnya), Lantayan, Upacara Mipit Nganyaran, Upacara Sedekah
kaol, Upacara ‘Geudena.’, upacara lima belasna, Rumah Adat,
Pakaian Adat, Leuit Adat (Lumbung Adat), Masyarakat Adat Wewengkon
Citorek, dan Masyarakat Adat Cibedug.
Arung
jeram, Bukit/lahan perkemahan dan pelatihan, Puncak-puncak gunung yang indah,
Air terjun Cikuya, Air Terjun Curug Citaraje, Air Terjun Ki Anam, Batu Meungpeuk,
Terowongan sungai Cimadur sepanjang 8 Km di bawah gunung (gerong Cimadur) yang
lebih dikenal “Cisurupan”. Hamparan petak sawah yang mengapit
perkampungan, Danau Puncak Gunung Nyungcung, dan Panorama Pegunungan Wewengkon Citorek (Sanga
Buana).
2.2 Potensi Pengembangan Agrobisnis
Desa Citorek Tengah merupakan daerah yang cukup
subur dengan lahan yang sangat luas serta didukung oleh tradisi masyarakat
setempat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Kondisi tersebut
akan sangat membantu jika dikembangkan hal-hal berikut, yakni.
1)
Tanaman Holtikultura, Lahan di Desa Citorek Tengah
cocok untuk pembudidayaan tanaman jenis Holtikultura, mengingat tingkat
kesuburan tanah yang cukup baik serta kondisi daerah yang cukup lembab. Namun
hal ini belum dapat dikelola secara optimal mengingat keterbatasan dana serta
sulitnya medan sebagi jalur pemasaran hasil tani.
2)
Tanaman Palagung, Desa Citorek Tengah
adalah daerah yang memiliki tanah yang subur, luas, dan aman. Jika tanaman
jenis Palagung dikembangkan dan dibudidayakan secara baik, optimal, serta
didukung dengan pendanaan dan pemasaran yang baik, maka bukan hal yang mustahil
bila daerah ini akan menjadi salah satu daerah penghasil jenis tanaman Palagung
yang dapat mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat serta menumbuhkan asumsi
positif daerah lain terhadap Citorek.
3)
Tanaman Hias, dengamn kondisi Sumber
Daya Alam yang melimpah dengan keanekaragaman hayatinya, maka daerah subur Desa
Citorek Tengah dapat dijadikan daerah pengbudidayaan tanaman hias terutama
jenis tanaman Anggrek. Jenis tanaman ini banyak tersedia di hutan-hutan sekitar
Citorek.
BAB II
SEJARAH DESA
2.1 Sejarah Pemerintahan Desa
Data yang pasti berdirinya Desa Citorek adalah pada tanggal 30 Oktober
1861 berdirinya kampung Lebak Kopo yang sekarang dikenal dengan daerah Lebak
Peuneuy, dari lebak Kopo pindah ke Lebak Tugu yaitu yang sekarang dikenal
sebagai Tari Kolot, kedua daerah tersebut
letaknya diujung timur Kampung Guradog Desa Citorek Timur.
Pada tahun 1862 kampung Lebak Kopo
ini berpindah ke kampung Lebak Sabrang, yaitu yang selanjutnya dikenal sebagai
Babakan Balai Desa dan sekarang dikenal sebagai kampung Babakan Naga Jaya. Pada
tahun 1863 terpecah-pecah menjadi empat (4) kampung, yaitu Kampung Naga,
Kampung Guradog, Kampung Cibengkung, Dan Kampung Sabagi. Kampung Sabagi kita
kenal sekarang sebagai kampung Ciusul.
Pada waktu itu banyaknya kepala keluarga dari keempat kampung tersebut
hanya 32 kepala keluarga. Pada tahun itu juga, yaitu tahun 1863 dibentuk desa
dari keempat kampung tersebut di atas, yaitu yang diberi nama Desa Citorek yang
kita kenal sekarang ini dan kepala desanya yang pertama adalah Bapak Marjai.
Pada tahun 1870 diwakilkan kepada Bapak Rata, kemudian pada tahun 1873
diadakan pemilihan Kepala Desa menurut adat kampung, dan yang terpilih sebagai
Kepala Desa pada waktu itu adalah Bapak Arsimin.
Setelah 17 tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1890 diadakan kembali
pemilihan Kepala Desa, yang terpilih adalah Bapak Saonah yaitu anak dari Bapak
Rata.
Pada tahun 1899 kembali diadakan pemilihan Kepala Desa, yang terpilih
ialah Bapak Jahidi, yaitu saudaranya bapak Rata. Beliau memangku jabatan
sebagai Kepala Desa selama 35 tahun dan
ditambah dengan 5 tahun sehingga menjadi 40 tahun. Tetapi masa jabatan selama 5
tahun tidak disyahkan oleh pemerintah tetapi diakui oleh masyarakat.
Pada tahun 1939 sampai tahun 1940 tidak ada yang menjabat sebagai kepala
desa. Tetapi baru pada tahun 1941 diadakan kembali pemilihan Kepala Desa dan
yang terpilih sebagai Kepala Desa ialah Bapak Nahari. Masa jabatannya hanya 5
tahun yaitu sampai dengan tahun 1949.
Pada tahun itu juga diadakan pemilihan dan yang terpilih dalah Bapak
Jaeli sampai dengan tahun 1955 dan langsung diadakan kembali pemilihan dan yang
terpilih adalah Bapak Markin. Pada tahun 1962 diadakan kembali pemilihan Kepala
Desa yang terpilih adalah Bapak Sukarta masa jabatannya selama 12 tahun.
Pada tahun 1974 Pejabat Kepala Desa Sementara dalah Bapak Usman sampai
dengan tahun 1977. Pada tahun itu tepatnya bulan Oktober diadakan kembali
pemilihan kepala desa dan yang terpilih sebagai Kepala Desa adalah Bapak
Nurkib.
Pada saat Pemerintahan Desa dipegang oleh Bapak Nurkib ini, Desa Citorek
dipekarkan (dipecah) menjadi dua (2) Desa tepatnya pada tahun 1982. Desa yang
baru sebagai Desa Pemekaran adalah Desa Ciparay. Pada tahun itu juga, yakni
1982 di desa pemekaran langsung dilaksanakan pemilihan Kepala Desa dan Kepala
Desa yang terpilih adalah Bapak Ace Atmawijaya.
Bapak Ace Atmawijaya menjadi Kepala Desa sejak tahun 1982 sampai tahun
1990. pada masa pemerintahan desa dipegang oleh Bapak Ace Atmawijaya, tepatnya
pada tahun 1983 Desa Ciparay dipecah atau dipekarkan menjadi dua Desa, yakni
Desa Ciusul. Pada tahun 1983 di desa pemekaran pejabat sementara adalah Bapak
Dalim, yakni sejak tahun 1983 sampai tahun 1984. Pada tahun ini langsung diadakan pemilihan kepala desa
dan yang terpilih adalah Bapak Samdani, ia memerintah sejak tahun 1984 sampai
tahun 1991. Sejak tahun 1983 di
Wewengkon Citorek terdapat tiga Pemerintahan Desa, yakni Desa Citorek, Desa
Ciparay, dan Desa Ciusul..
Kebali Kepada Desa Citorek, dari tahun 1977 sampai tahun 1985 yang
menjadi Kepala Desa Citorek adalah Bapak Nurkib dan sejak tahun 1885 sampai
tahun 1987 ia menjabat sebagai Pejabat Sementara (Karteker) pada tahun ini
kembali diadakan pemilihan kepala desa dan yang terpilih sebagai Kepala desa
adalah Bapak Sumedi. Bapak Sumedi menjadi Kepala Desa sejak 1987 sampai tahun
1998.
Pada tahun 1998 kembali dilaksanakan pemilihan Kepala Desa dan yang
menjadi kepala desa adalah Bapak Subani. Bapak Subani menjadi kepala desa dari
tahun 1998 sampai tahun 2006.
Pada awal tahun 2006 masih pada masa pemerintahan Bapak Subani, Desa
Citorek dipekarkan menjadi dua desa, yakni Desa Citorek Barat (Cibengkung),
yang menjadi Pj. Kepala Desa Sementara adalah Bapak Didi Jayadi dan di Desa
Induk, karena masa jabatan Bapak Subani berakhir tahun 2006, maka pengganti
Bapak Subani diangkat seorang Pejabat Sementara (Pj.) pada Agustus 2006 dan
yang menjadi Pj. Sementara Desa Citorek Tengah adalah Bapak Ending Rosadi, S.Pd.
sampai tahun 2007. Sekitar pertengahan tahun 2007 kembli diselenggarakan
pemilihan Kepala Desa di Desa Citorek Tengah dan yang menjadi Kepala Desa
adalah Karjaya sejak 2007 – 2014.
Perlu diketahui bahwa pada tahun 2006 seluruh Desa yang ada di Wewengkon
Citorek berubah nama berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 3 Tahun
2006 tentang Pembentukan, Penataan, dan Perubahan Nama Desa-desa di Wilayah
Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak tahun 2006 nomor 5 Seri D). Perubahan Nama-nama desa tersebut
adalah sebagai berikut:
1)
Desa Citorek menjadi Desa Citorek Tengah.
2)
Desa Ciparay menjadi Desa Citorek Timur.
3)
Desa Ciusul menjadi Desa Citorek Kidul.
4)
Desa Citorek Barat (pemekaran tahun 2006).
5)
Desa Citorek Sabrang (pemekaran tahun 2009).
Kembali kepada Desa Ciparay di atas, Bapak Ace Atmawijaya menjabat kepala
desa selama dua kali masa jabatan, yakni dari tahun 1982 sampai 1990 dan
jabatan yang kedua kalinya adalah tahun 1990 sampai tahun 1999. Pada tahun 1999
dilaksnakan kembali Pemilihan Kepala Desa Ciparay dan yang terpilih menjadi
kepala desa adalah Bapak Sukardi. Ia menjabat sejak 1999 sampai 2007. pada saat
ini yakni, tahun 2007 Desa Ciparay (Citorek Timur), sedang dalam proses
pemekaran kembali menjadi dua desa. Yakni dipekar manjadi Desa Citorek Timur
(Induk) dan Desa Citorek Sabrang (Pemekaran).
Mengenai Desa Ciusul (Citorek Kidul) saat kepala desa dipegang oleh bapak
Samdani, yang memerintah sejak tahun 1984 sampai tahun 1991. Pada tahun 1991 sampai tahun 1995
kekosongan Kepala Desa diisi oleh Pj. Sementara, yaitu Bapak Rustandi. Pada
tahun ini juga, yakni tahun 1995 dilaksanakan kembali pemilihan kepala desa dan
yang terpilih adalah Bapak Arpan. Ia memerintah sejak tahun 1993 sampai tahun
2003. Pada tahun ini pula dilaksanakan pemilihan Kepala Desa dan yang terpilih
adalah Bapak Narta. Ia menjabat sejak tahun 2003 sampai tahun 2008 mendatang. Saat
ini tahun 2007 Desa Citorek Timur masih dalam proses Pemekaran, yakni dipekar
kembali menjadi dua Desa, yakni desa Citorek Timur dan Desa Citorek Sabrang.
1.2 Pemimpin Desa Citorek Tengah Dari Masa Ke Masa
Berikut ini kita dapat
melihat dengan jelas Kepala Desa yang pernah memimpin di Desa Citorek Tengah
Tabel
1.
Kepala Desa
Citorek Tengah
No
|
Nama
|
Masa Jabatan
|
Status
|
Keterangan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
|
Sainta
Sarta
Salimin
Mardai
Rata
Arsimin
Saonah
Jahidi
**………
Nahari
Jaeli
Markin
Sukarta
Usman
Nurkib
Nurkib
Sumedi
Subani
*
Ending Rosadi, S.Pd.
Karjaya
|
1735-1792
1792-1836
1836-1862
***1862- 1870
1870-1873
1873-1890
1890-1899
1899-1939
1939-1941
1941-1949
1949-1955
1955-1962
1962-1974
1974-1977
1977-1985
1985-1987
1987-1998
1998-2006
2006-2007
2007-2014
|
Deinitif
Definitif
Definitif
Definitif
Definitif
Kosong
Definitif
Definitif
Definitif
Definitif
Pjs.
Definitif
Pjs.
Definitif
Definitif
Pjs.
Definitif
|
***menurut cerita dikalangan para pembesar adat
pada tahun ini Citorek ditetapkan sebagai desa oleh pemerintah colonial yang
dibuktikan dengan Surat Keputusan.
** tidak ada pejabat Kepala Desa
* Peristiwa perubahan nama desa (Desa Citorek
menjadi Desa Citorek Tengah)
|
2.3 Cerita Rakyat
(Forklore)
Diperkirakan
semenjak tahun 1208 dan jauh sebelum didirikannya desa, wilayah Citorek masih
merupakan perkampungan yang penduduknya masih sedikit. Pemimpin kampung
dipegang oleh ulu-ulu kampung atau biasa disebut kokolot. Selama berabad-abad kokolot berperan sentral
dalam pengurusan kampung dan masyarakatnya. Kampung merupakan kesatuan terkecil
dari wilayah desa, saat itu Citorek belum merupakan wilayah administrasi Desa.
Perkembangan
sejak 1208 hingga berdirinya Pemerintahan Desa Citorek tidak begitu banyak di
ketahui, namun yang jelas berdasarkan beberapa informasi tutur bahwa sejak 800
tahun yang lalu di wilayah Citorek sudah ada pemukiman penduduk dan telah ada
bekas-bekas huma (ladang) dan reuma (tegalan bekas kebun).
Data yang pasti berdirinya Desa Citorek
adalah pada tanggal 30 Oktober 1861 berdirinya kampung Lebak Kopo yang sekarang
dikenal dengan daerah Lebak Peuneuy, dari Lebak Kopo pindah ke Lebak Tugu yaitu
yang sekarang dikenal sebagai Tari Kolot, kedua daerah tersebut letaknya diujung timur Kampung Guradog Desa
Citorek Timur.
Pada tahun 1862 kampung Lebak Kopo ini berpindah
ke kampung Lebak Sabrang, yaitu yang selanjutnya dikenal sebagai Babakan Balai
Desa dan sekarang dikenal sebagai kampung Babakan Naga Jaya. Pada tahun 1863
terpecah-pecah menjadi empat (4) kampung, yaitu Kampung Naga, Kampung Guradog,
Kampung Cibengkung Dan Kampung Sabagi. Kampung Sabagi kita kenal sekarang
sebagai kampung Ciusul.
Pada
waktu itu banyaknya kepala keluarga dari keempat kampung tersebut hanya 32
kepala keluarga. Dan pada tahun itu juga, yaitu tahun 1863 dibentuk desa dari
keempat kampung tersebut di atas, yaitu yang diberi nama Desa Citorek yang kita
kenal sekarang ini dan kepala desanya yang pertama adalah Bapak Marjai.
Mengenai
asal-usul nama Citorek hingga kini masih ada dua versi yang beredar dikalangan
masayarakat, yang paling popular adalah bahwa diceritakan pada jaman dulu
ketika ada tiga orang pembesar dari
Kerajaan Sunda mencari daerah yang dapat dijadikan lembur/kampong. Ketiga orang tersebut adalah Ny. Putri, Angga
Yudha, dan Eyang Sukma Dewata Jaya. Ditengah pencarian mereka berhenti sejenak
untuk melepas lelah, saat itu mereka merasa haus dan mencari sumber air, namun
tak pernah diketemukan. Ketika mereka kembali ke tempat awal mencari air,
mereka melihat serumpun bambu, lantas salah seorang dari mereka memotong bamboo
dengan harapan dapat menemukan air minum. Dipotonglah bamboo tersebut, namujn
saying bamboo itu melorot ke bawah dan saat disusul dengan maksud mengambil air
bamboo tiba-tiba ia kaget ternyata bamboo tersebut jatuh tepat disamping aliran
sungai, maka ia berkata “aih-aih…, aya
kuheueuh ieu cai the naha kutorek-torek teuing teu kadenge ngaguruhna”.
Sejak saat itulah derah tersebut dijuluki Citorek.
Versi
kedua menyebutkan bahwa pada jaman balanganang?
Datanglah seorang musafir dari pulau majetti yang berasal dari tanah mekkah, ia
dijuluki pahlawan dari mekkah. Ia tiba di sebuah hutan yang rata dan subur. Ia
bermaksud membuka dan tinggal di daerah tersebut dengan tujuan agar nantinya
penduduk dari daerah lain berdatangan untuk tinggal bersamanya di pemukiman
baru. Ia bertujuan untuk berdakwah dan menyebarkan ajarannya. Pembukaan lahan
terebut sesuai dengan tujuannya sebagai jalan untuk menyebarkan ajarannya. Ia
menyebut daerah tersebut dengan nama Thorrikh
yang berasal dari bahasa Arab yang berarti jalan,
kata thorrikh bagi lidah dan dialek orang
sunda menyebutnya torek sehingga pelafalan saat ini menjadi Citorek.
BABA III
PROFIL BUDAYA
Kebudayaan
sebagai keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Masyarakat Desa Citorek Tengah merupakan masyarakat yang berbudaya yang
memiliki kekhasannya tersendiri sebagai bentuk aktualisasi kebudayaannya.
Berikut uaraian secara rinci tujuh unsure kebudayaan pada masyarakat Desa
Citorek Tengah.
3.1 Sistem
Peralatan dan Teknologi
1) Alat-alat Produktif
Garu (alat
membajak sawah); sogol; arit; pacul; kored; golok; garfu; etem; heurap;
keucrik; badodon; sosog; buwu diuk; buwu ngedeng; aseuk; berok (keramba ikan); halu;
lisung; hihid; paningur kawung; gonggo sadapan; hawu; sigai; belehem dan
lain-lain.
2) Senjata Produktif
Golok; tombak;
bedil locok; kayu aseuk; jiret; dan lain-lain.
4) Wadah
Sahid; nyiru;
boboko; ruas; tolok; korang; upih; dulang; sair; kaneron awi; kaneron
konyonyod; jolang; jaliken; lodong; termos; lantayan; leuit (lumbung padi,
ketahanan pangan); pangbeasan; goah; cariuk hoe; cariuk kalapa; cege; kanyut
kunang; se’eng; aseupan; dan lain-lain.
5) Makanan dan
Minuman
a)
Makanan:
Ranginang; opak bodas; opak beureum; opak kakacangan; uli; dodol; ula bereum;
peyeum ketan hideung; cimplung; gegetuk taleus; gegetuk sampeu; carucub; sasagon,
pasung bodas; pasung beureum; awub; wajik ketan; wajik ketok; santri mleng;
bubur sumsum; congcot; papais gula; papais ketan; papais cau; palakeder; bubur
sair; humut kaung; humut pait; reuneu; dan lain-lain.
b)
Minuman: Amisan
kawung; lahang kawung.
6) Pakain
a)
Laki-laki:
Ikeut; sarung; kampret; komprang; jamang.
b)
Perempaun:
samping rereng; konde; kabaya.
7) Tempat
Berlindung dan Perumahan
a)
Imah jero: Rumah
panggung dengan atap rumbia berlapiskan ijuk aren berdinding bilik dan
bealaskan palupuh. Rumah tersebut berada diujung kampong paling timur dan
dikelilingi pagar kayu. Orang lain tidak boleh masuk, yang diperbolehkan masuk
hanya orang-orang tertentu seijin kasepuhan.
b)
Imah Geude:
rumah panggung yang ditinggali oleh keluarga Kasepuhan yang sedang menjabat
sebagai ketua Kasepuahan.
c)
Dahulu semua
rumah berjajar menghadap ke arah kiblat sebagai symbol agama Islam.
8) Alat
Transportasi
a)
Tradisional:
kuda; gerobak (tidak lagi digunaka)
b)
Modern: Mobil;
motor; speda.
3.2 Sistem Mata Pencaharian
1) Sistem Petanian
Sistem mata pencaharian masyarakat Desa Citorek adalah
bertani; tidak ada buruh tani; system pertanian dilakukan dengan bercocok tanam
di sawah dan berladang dengan masa tanam sekali dalam satu tahun. Sawah
merupakan lahan pertanian yang oleh warga ditanam komoditi tanaman pangan,
yaitu padi serta digunakan untuk budidaya ikan untuk menunggu tanaman padi yang
selanjunya. Menurut aturan adat, masa tanam panen di wewengkon adat Kasepuhan
Citorek adalah 1 (satu) kali dalam setahun (tanam panen selama 6 bulan). Jenis
padi yang ditanam beragam. Jenis padi yang ditanam adalah varietas lokal yang
dikumpulkan sejak dulu dan dibudidayakan secara turun-temurun, yang hingga saat
ini telah mencapai 127 varietas.
Masyarakat
Tradisi Citorek memilih jenis padi yang akan ditanam berdasarkan kecocokan
dengan musim dan ketinggian tanah. Jenis padi tersebut bukan jenis unggul yang
dapat dipanen beberapa kali dalam setahun. Jenis padi yang di tanam di Citorek
adalah jenis padi tradisional yang biasa ditanam pada ketinggian 900-1200 dapl
antara lain, Cinde; Angsana; Gajah
Pondok; Gajah Bareuh; Sunlig; Leneng;
Nete; Kui; dan Ceure’. Untuk ketinggian 600 m biasanya ditanami padi Angsana,
Cere Abah, Sri Kuning, Banteng, dan Pare Bandung. Sedangkan untuk jenis
padi ketan adalah Ketan Bogor, Ketan Kidang, Ketan Bereum, dan Ketan
Hideung. Namun yang paling dominan adalah jenis padi kewal, ketan
bogor, ketan bilatung, ketan beledug, ketan larasri, ketan gadog, ketan hidung,
ketan nangka, peteuy, seksek, kui, nete, sri kuning, raja wesi, cere, gantang.
2) Penggarapan Sawah
Cara penggarapan sawah
dimulai dari sawah tangtu. Sawah tangtu merupakan sawah komunal adat Kasepuhan
Citorek. Penggarapan sawah tangtu ini dilakukan oleh masyarakat adat yang
digerakan oleh Jaro Adat melalui Kepala Desa untuk bergotong royong dan
hasilnya dipergunakan untuk kegiatan atau kebutuhan adat. Sebelum dimulainya
penggarapan sawah dilakukan musyawarah Kasepuhan mengenai waktu yang tepat
untuk mulai asup leuweung (penggarapan sawah dan huma, berkbun atau bercocok
tanam lainnya). Musyawarah Asup leuweung tersebut satu paket dengan seren
tahun. Setelah selesai pengolahan sawah tangtu, masyarakat baru mulai menggarap
sawahnya masing-masing.
Dalam menanam padi
terdapat beberapa tahapan yang yang telah menjadi ketetapan warga. Tahapan-tahapan tersebut meliputi:
1.
Ngagalenganan/Mopog :
Membetulkan/merapikan pembatas atau pematang sawah yang
menjadi batasdengan sawah yang lainnya.
2.
Macul :
Macul menyangkut macul badag dan macul alus di sawah.
3.
Nyogolan :
Meratakan seluruh permukaan sawah tanah (bagian sawah) yang
belum rata.
4.
Musyawarah Titiba Binih : Musyawarah
Baris Kolot untuk menentukan waktu tebar.
5.
Tebar/Sebar :
Menumbuhkan bibit padi pada persemaian atau pabinihan
(membibitkan awal)
6.
Cabut :
Mengambil bibit di pabinihan atau tempat persemaian untuk ditandur
atau di tanam
7. Tandur : Menanam bibit
padi yang sudah tumbuh setelah tebar.
8. Ngoyos 1/ngaramet : Memberssihkan tanaman pengganggu
dan gangguan rumput yang
menghambat
pertumbuhan tanaman padi.
9. Babad : Membersihkan
rumputan atau tanaman pengganggu di pematang
sawah.
10. Ngoyos 2 : Membersihkan
tanaman pengganggu dan gangguan rumput yang
menghambat
pertumbuhan tanaman padi.
11. Mipit : Mipit
merupakan prosesi upacara adat untuk memulai masa panen.
12. Dibuat : Panen mengambil
/ memetik tanaman padi yang sudah
matang.
13. Ngalantay/moe : Menjemur padi stetlah
dipanen di atas lantayan.
14. Ngunyal : Mengangkut padi
dari lantayan/sawah setelah dipocong. Pocong
merupakan
gabungan tiga ikat atau kepeul padi menjadi satu yang
disebut
pocong.
15. Asup Leuit : Memasukan padi
yang sudah kering dari jemuran/lantayan.
16. Nganyaran : Selamatan untuk padi
yang baru dipanen, dan memasak padi menjadi
nasi yang
panen pada tahun tersebut.
17. Badamian Seren Taun : Musyawarah untuk acara seren tahun.
3) Reuma
Reuma di
Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek dapat dibagi 3 (tiga) kelas yaitu:
1. Reuma Ngora : Lahan yang merupakan bekas garapan
warga yang kemudian diringgalkan
kurang lebih
2-3 tahun, kemudian lahan tersebut bisa dibuka kembali
sebagai lahan
garapan.
2. Reuma Kolot : Lahan yangmerupakan bekas garapan
yang kemudian ditinggalkan warga
lebih dari 4
(empat) tahun, dan pada tahap selanjutnya bisa menjadi
leuweung
cadangan.
3. Sampalan : Lahan yang merupakan bekas
garapan kemudian menjadi reuma, lalu oleh
warga dimnafaatkan untuk mengembalakan ternak seperti kerbau.
4) Huma
Huma merupakan lahan pertanian dengan kondisi tanpa irigasi atau yang
disebut ladang. Komoditi pangan yang ditanam adalah padi dan selain padi
masyarakat biasa pua menanam tanaman jenis palwija dan kayu produksi. Huma
dalam pengolahannya ada beberapa tahapan, meliputi:
1. Nyacar : Membersihkan lahan dari tanaman yang
tumbuh pada lahan yang akan dijadikan
huma.
2. Ngaduruk : Membakar bekas-bekas tanaman yang ditebang
pada lahan yang akan dijadikan
huma tetapi
menunggu sapai keringnya sisa-sias tanaman tersebut.
3. Bgaseuk : Menanam padi pada lubang-lubang yang
sudah disediakan dengan menggunakan
alat aseuk
(kayu dengan ukuran sebesar kepala tangan dengan ujungnya
diruncingkan).
4. Ngored : Membersihkan tanaman pengganggu yang
dapat menghambnat pertumbuhan
tanaman padi
huma (Ngored 1 dan 2).
5. Mipit : Mipit merupakan prosesi upacara
adat untuk memulai masa panenpadi huma.
6. Panen : Panen mengambil / memetik tanaman
padi yang sudah matang atau sudah layak
untuk dipanen.
3.3 Sistem Bahasa
Bahasa
yang digunakan masyarakat Desa Citorek Tengah adalah bahasa Sunda sebagai
bahasa komunikasi sehari-hari baik lisan maupun tulisan, selain bahsaa Sunda
mereka banyak yang sudah terbiasa menggunakan bahasa nasional, yakni bahasa
Indonesia. Pelafalan, dialek dan pengucapan bahasa Sunda sehari-hari, namak
sedikit perbedaan dengan daerah lain, dialek bahasa Sunda yang dilafalkan oleh
masyarakat Desa Citorek Tengah akan terdengar sedikit lebih keras disbanding
dengan daerah lain semisal bahasa Sunda di daerah Parahyangan.
3.4 Sistem
Kesenian
1) Seni Jaipong
2) Seni gong Geude
3) Seni Rempug Lisung
4) Tari Baksa Sunatan (tari Adat)
6) Seni Ujungan
7) Seni Helaran
8) Seni Rengkong
3.5 Sistem Ilmu
dan Pengetahuan
3.5.1 Konsep
Konservasi Hutan Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek
Lingkungan
alam paling primer bagi masyarakat Kasepuhan adalah hutan yang merupakan sumber
kehidupan. Hutan di sekitar Citorek secara adat dibedakan sesuai dengan
fungsinya. Di Citorek dikenal 3 (tiga) jenis hutan, yakni:
1) Leuweung Tutupan
Leuweung Tutupan atau Leuweung Geledegan
arti harfiahnya adalah hutan tua, yaitu hutan yang masih lebat dengan berbagai
jenis tumbuhan asli besar dan kecil, lengkap dengan semua satwa penghuninya.
Hutan jenis ini sama sekali tidak boleh dijamah oleh manusia, dalam istilah
secara umum oleh pihak perhutani terutama disebut hutan primer. Hutan jenis ini
menurut Adat Kasepuhan Citorek tidak boleh dirusak karena dianggap sebagai
pelindung kehidupan atau seumber kehidupan, intinya merupakan sumber mata air (hulu
cai’). Contoh jenis hutan ini adalah kawasan hutan di dalam TNGH (Taman
Nasional Gunung Halimun). Yang mengelilingi wilayah Citorek.
2) Leuweung Titipan
Leuweung Titipan merupakan Leuweung
Kolot juga yang dikeramatkan. Hutan jenis ini sama sekali tidak boleh dieksploitasi atau diganggu. Bahkan
hanya untuk melewatinya atau memasukinya saja cukup sulit. Setiap warga yang
hendak lewat atau masuk ke dalam hutan jenis ini harus meminta ijin khusus dari
Sesepuh (ketua adat).
Penggunaan hutan tersebut dimungkinkan apabila
telah datang ilapat/wangsit dari nenek moyang kepada ketua adat. Adanya
jenis Leweung ini lebih memudahkan pemerintah dalam melasakanakan perlindungan hutan dan kawasannya yang
sejalan dengan prinsip-prinsip Masyarakat Adat Citorek dalam melestarikan dan
melindungi hutan dari segala bentuk pengrusakan dan bahkan penjarahan.
Leuweung Titipan di Citorek
terletak di bagian timur, yakni di Gunung Ciawitali yang merupakan kawasan
Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH), dan di bagian barat Citorek, tepatnya di
kawasan Gunung Nyungcung (Cibedug) dan Gunung Bapang. Leuweung titipan yang
paling dominan adalah dikenal dengan hutan Sangga Buna dan hutan Lebak
Cawene.
3) Leuweung Bukaan/Garapan
Leuweung Sampalan atau Leuweung Bukaan
merupakan hutan yang dapat dimanfaatkan warga untuk pembukaan ladang,
pengembalaan ternak (kerbau), membuat petak sawah, mengambil kayu dan hasil
hutan lainnya. Jenis hutan ini terletak di sekitar tempat pemukiman dan
mengelilingi perkampungan Citorek. Jika pembukaan hutan tersebut telah melibatkan
penanaman kayu albasia dan sejenisnya atau kayu keras lainnya dan terjadi
pertumbuhan sekunder, maka hutan jenis ini disebut juga sebagai reuma ngora
(blukar baru), dan reuma kolot (blukar tua) bagi yang prosesnya lebih
lanjut.
Jenis hutan ini kondisi pada saat
ini telah mengalami berbagai penggarapan seiring makin meningkatnya kesadaran
masyarakat untuk memanfaatkan lahan-lahan tersebut untuk menanam berbagai jenis
pohon produksi dan buah-buahan. Kebiasaan berladang secara berpindah-pindah
telah ditinggalkan oleh masyarakat Adat Kasepuhan Citorek. Mereka dalam
melaksanakan bercocok tanam kini telah menetap dan berusaha untuk mengindari
kerusakan hutan dan ekosistemnya dari akibat pembukaan dan penggarapan lahan
dari leweung bukaan tersebut.
Pembagian peruntukkan hutan secara adat
tersebut menunjukkan bahwa dalan kearifan adat, disadari sepenuhnya fungsi
hutan untuk konservasi. Dalam hal ini
hutan sebagai hulu/sirah cai’, yang mempunyai pengertian secara harfiah
adalah kepala air, yang dimaksudkan sebagai pelindung mata air. Secara
tradisi/adat masyarakat Adat Kasepuhan Citorek menyadari bahwa hutan sangat
berperan dalam mempertahankan kelangsungan mata air dan tersedianya air. Hal
ini tidak berbeda dengan konsep ilmu pengetahuan modern.
3.5.2 Sistem Kalender dan Pengetahuan Astronomi
Dari
kukuhnya masyarakat Kasepuhan Citorek memegang dan mematuhi kearifan trdisional
nenek moyang tersebut berdampak positif, yaitu terlestarikannya jenis padi
tradisional yang dimiliki masyarakat Tradisi. Secara sengaja masyarakat
Kasepuhan Citorek menjaga bahkan memperkaya dengan cara tradisional varietas
padi sehingga bertambah banyak jenis padi berharga yang menjadi gudan plasma
nutfah.
Secara
umum masyarakat Citorek yang mayoritas petani telah mengetahui dan memahami,
varietas padi yang mana yang cocok untuk ditanam ditempat yang berbeda dengan
ketinggian yang berbeda pula. Sampai saat ini masyarakat Kasepuhan Citorek
memiliki sampai 148 varietas padi lokal. Dengan demikian telah jelas bahwa,
kearifan Tradisional masyarakat Kasepuhan Citorek telah melestarikan plasma
nutfah padi. Mungkin di masyarakat lain atau masyarakat di luar komunitas
Kasepuhan Citorek telah punah tersisih padi bibit unggul hasil revolusi hijau.
Jika
ditelaah lebih jauh dan mendalam, masyarakat Kasepuhan Citorek dalam bercocok
tanam baik sawah atau huma meiliki patokan waktu musim tanam yang dihitung
secara jeli dan matang berdasarkan pedoman astronomi. Perhitungan waktu
tersebut berdasarkan munculnya rasi bintang atau bahkan planet tertentu, serta
peredaran bulan mengelilingi bumi. Dikalangan kelompok elit Kasepuhan Girang,
para saksi ada yang betugas mengurus urusan tani yang berkewajiban dan
bertanggungjawab menghitung waktu yang sesuai dengan tiap tahapan dalam
bertani.
Kalender
pertanian Kasepuhan Citorek didasarkan pada perputaran bulan dan kedudukan
bintang tersebut kerap disejajarkan dengan kelender Islam. Yang sama-sama
didasarkan pada perputaran bulan. Perhitungan model ini berbeda dengan
perhitungan masehi yang lazim kita gunakan sehari-hari yang berdasarkan
perputaran bumi mengelilingi matahari. Sebenarnya kalender pertanian yang
digunakan masyarakat Kasepuhan Citorek cukup umum, pada masyarakat tradisi adat lainnya di berbagai
daerah di Indonesia. Patokan musim bertani yang didasarkan pada posisi bintang
dikenal juga oleh masyarakat Jawa Tengah. Selain itu masyarakat suku Baduy juga
menggunakan patokan bertani dengan menggunakan perhitungan berdasarkan perputaran
bulan pada bumi serta letak posisi bintang tertentu. Jika dibandingkan, maka
terdapat persamaan, yakni patokan bintang yang digunakan Bintang Kidang,
di masyarakat Kasepuhan Desa Citorek Tengah adalah Bintang Waluku pada
Masyarakat Jawa Tengah, dan pada astronomi modern disebut Rasi Orion.
3.6 Sistem Kemasyarakatan
1) Sistem Sosial
Masyarakat Kasepuhan Wewengkon Citorek
dalam kehidupan sosial menganut tiga sistem, yaitu:
1)
Negara
(jaro/lurah),
2)
Agama
(panghulu),
3)
Karuhun
(kasepuhan/kaolotan).
2) Latar
Belakang Lembaga Adat
Dalam
komunitas Kasepuhan Wewengkon Citorek, Lembaga Adat merupakan Lembaga yang
dianggap formal. Keberadaannya merupakan bagian yang terpenting dalan sisten
kehidupan sosial masyarakatnya. Pemimpin adat merupakan sosok pemipin yang
dipatuhi. Kepatuhan terhadap pemimpin adat merupakan hal yang tidak dapat
terbantahkan. Maka, dengan sendirinya Pemipin Adat harus mampu membawa
masyarakat pada kondisi yang lebih baik.
Sesui
dengan kebutuhan komunitas adat, Adat Kasepuhan Citorek memiliki moment penting
yang menjadi latar belakang terbentuknya struktur kelembagan Adat Kasepuhan
Citorek. Moment ini telah membetnuk posisi-posisi/jabatan-jabatan tertentu
sesuai dengan fungsinya dalam kelembagaan Adat Kasepuhan Citorek, moment yang
dimaksud adalah:
1)
Moment
Kelahiran
2)
Moment
Kehidupan /Penghidupan
3)
Moment
Kematian.
Moment
kelahiran menjadi cikal bakal adanya jabatan Bengkong, momen Kehidupan melahirkan jabatan Jaro Adat dan momen
Kematian melahirkan jabatan Panghulu
dalam struktur Adat Kasepuhan Citorek. Adapun adanya baris kolot dalam struktur
merupakan bagain dari kebutuhan seorang pemimpin terhadap struktur dalam
mengawal setiap kebijakan yang akan ditetapkan.
Dalam
perkembangannya kelembagaan ini tidak berubah dari segi struktur , namun mengalami
perluasan dalam hal fungsi masing-masing posisi/jabatan. Perluasan ini sebagai
akibat dari adanya interaksi dengan komunitas lain, sehingga tugas
posisi/jabatan dari cukup sederhana menjadi lebih kompleks. Namun perluasan
fungsi ini tidak terlepas dari garis merah yang sebelumnya telah ditetapkan.
Sebagai contohnya adalah perluasan fungsi penghulu yang tadinya hanya mengurusi masalah
kematian kini fungsinya lebih luas dalam mengatur masalah keagamaan seperti
pernikahan, khitanan dan lainnya.
3) Struktur
Kelembagaan Adat Kasepuhan Citorek
Kasepuhan merupakan jabatan tertinggi
dalam struktur kelembagaan adat
Kasepuhan Citorek. Katua Kasepuhan diberinama Oyok. Oyok adalah pemimpin,
pengatur dan pelindung masyarakat. Dalam melaksnakan tugasnya sebagai pemimpin,
Oyok dibantu oleh Baris Kolot, Jaro Adat, dan Penghulu.
Baris Kolot adalah kumpulan
orang-orang penting dalam struktur kelembagaan terdiri dari 7 (tujuh) orang
dengan fungsi/spesifikasi tertentu yang bertugas memberikan nasehat, arahan,
teguran, kritikan dan masukan-masukan kepada Oyok.
Jaro Adat adalah orang yang bertugas
dalam prosesi keAdatan, misalnya Seren Taun. Jaro Adat juga merupakan orang
pertama yang harus ditemui oleh pihak luar sebelum berhubungan dengan
kasepuhan. Jaro Adat adalah jembatan penghubung antara pihak luar dengan
kasepuhan (bagian Kanagaraan).
Jaro Pamarentah adalah pejabat
Kepala Desa yang dipilih dan ditetapkan sebagai Kepala Desa sesuai dengan
peraturan dan system yang diterapkan pemerintah NKRI. Dalam tatanan lembaga
adat Kasepuhan Citorek, Jaro Pamarentah disebut Juragan Nagara.
Panghulu merupakan orang yang
bertanggungjawab dalam prosesi keagamaan, kalahiran, perkawinan, kematian,
khitanan, pengajian dan lain-lain. Ia adalah orang yang memiliki pengetahuan
agama yang kuat.
4)
Mekanisme
Musyawarah
Kasepuhan Citorek menjungjung tinggi mekanisme
musyawarah. Walaupun Jaro Adat adalah orang yang bertanggungjawab dalam prosesi
keAdatan Seren Taun, namun penentuan waktu Seren Taun tetap ditentukan melalui
mekanisme musyawarah terlebih dahulu. Para pihak yang bermusyawarah mereka para
Baris Kolot termasuk di dalamnya Jaro Adat dan Penghulu. Semuanya wajib hadir
saat melakasanaan musyawarah. Bilamana tidak dapat hadir, maka harus ada yang
menggantikan sebagai wakil.
5) Desentralisasi Kekuasaan
Dalam Pemerintahan Desa juga dibentuk struktur
kelembagaan seperti yang ada di Kasepuhan. Hal ini merupakan bagian dari fungsi
desentralisasi kekuasaan Kasepuhan. Dalam pelaksanaan tiap struktur kelembagaan
yang ada di desa harus merupakan tokoh adat/kokolot yang mendapat mandat untuk
memimpin desa tersebut dalam konteks kelembagaan adat. Selain itu juga mereka
berfungsi sebagai penyambung lidah dari setiap hasil musyawarah di pusat
kasepuhan, dan bisa juga sebagai patner desa dalam melaksanakan program untuk
kesejahteraan masyarakatnya.
6) Masa Jabatan
dan Proses Pemilihan
Masa jabatan dalam tiap posisi dalam strutur
kelembagaan adalah sepanjang masa hidupnya. adapaun bilamana ada hal-hal yang
diluar dugaan maka mekanisme musyawarah dijalankan dalam mengambil keputusan.
Yang menggantikan posisi tiap jabatan bilamana yang bersangkuitan meninggal
dunia adalah dari kalangan keluarga yang memenuhi syarat dan dianggap sesuai
dengan wagsit/uga yang dirasakan oleh
pejabat sebelumnya.
6)
Hubungan dengan
Kelembagaan Formal
Dalam lembaga desa yang berada di wilayah/Wewengkon
Citorek, kelembagaan adat merupakan bagian dari struktur formal kelembagaan
desa dan sudah tertulis. Hal ini dapat dilihat dalam struktur kelembagaan di
desa yang berada di Wewengkon Citorek, yakni Desa Citorek Tengah, Desa Citorek
Timur, Desa Citorek Kidul, Desa Citorek Barat dan Desa Citorek Sabrang sebagai
berikut:
7) Petatah Petitih
1) “Tilu sapamulu,
opat sakarupa. Eta-eta keneh”??? (cat. Hanya
untuk lingkungan sendiri)
2)
Ka cai jadi
saleuwi ka darat jadi salebak.
3)
Nyaur kudu
diukur, nyabda kudu diunggang.
4)
Ciri sabumi,
cara sadesa.
5)
Sacangreud
patri, sagolek pangkek.
6)
Leuweung aya
maungan, lebak aya badakan.
7)
Urang lain
turunan pinter, tapi turunan bener jeung jujur.
8)
Urang mali
sadurunge ulah nihang beusi.
Arti: - Hirup ngumbara isuk pageto
bakal pinanggih jeung ajal, maot ngarana.
- Urang di Citorek ngan
sementara, cawisan urang parung kujang, urangmah bakal
pinah ka Lebak Cawene.
Oge mun engke anu lima gunung geus bitu.
3.7 Sistem Religi
1) Sistem Kepercayaan
Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kasepuhan Desa
Citorek Tengah 100% beragama Islam. Dengan sedikit pola sinkretisme, hal ini
terjadi pada hamper semua umat Islam Indonesia.
2) Ritual Seren Tahun
Seren Taun
adalah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Citorek tiap satu tahun sekali,
biasanya di bulan Syawal. Tujuannya untuk menghormati dan sebagai tanda terima
kasih kepada Yang Maha Kuasa dan Leluhur yang telah memberikan keberkahan dan
kesuburan. Masyarakat Citorek setiap mengadakan perayaan Sunatan/hajatan selalu
dilakukan saat Seren Taun, perayaan sunatan dilakukan secara besar-besaran.
Proses Seren Taun di Wewengkon Adat Kasepuhan Citorek adalah sebagai berikut:
1)
Ngabakti dan
ngajiwa
Ngabakti merupakan kegiatan
membawa/masrahkeun hasil pertanian berupa Padi kepada kasepuhan. Ngajiwa merupakan konsep sensus jiwa warga
adat dan harta benda di lingkungan Adat Kasepuhan Citorek.
2)
Hiburan/raramean
Hiburan dilakukan pada malam hari
sebelum perayaan seren taun, biasanya hiburan topeng, koromong, Angklung, dan
kesenian moderen.
3)
Memotong Kerbau
Motong kerbau dilakukan pagi hari
dilakukan oleh para sesepuh/kokolot setelah itu daging tersebut yang disebut
daging jiwaan dibagikan kepada seluruh masyarakat Citorek / kepada tiap
keluarga (susuhunan), semua masyarakat harus dapat bagian walaupun sedikit.
Daging kerbau tersebut dibeli dari iuran masyarakat.
4)
Ziarah/
ngembangan
Ziarah ketanah leluhur atau ke karuhun.
5)
Rasul serah
tahun / syukuran / selametan
Syukuran dilakukan di Citorek Timur di
tempat Kasepuhan, biasanya para kasepuhan/kokolot, jaro, panghulu berkumpul
sambil bermusyawarah mengevaluasi hasil pertanian dari tahun ke tahun dan makan
secara bersama-sama.
6)
Hajatan/Sunatan
Kebiasaan masyarakat Citorek setelah
meakukan upacara Adat Seren Tahun dilangsungkan dengan kegiatan hajatan secara
masal, yang diiringi dengan arak-arakan (helaran).
7)
Asup Leuweung
Pertanda warga Adat/Incu putu memulai
kegiatan pekerjaan di sawah dan di ladang, acara ini biasanya diiringi dengan
menabuh Goong gede.
3) Kitab suci :
a)
Al
Qur’an
b)
Tanzzul
Muluk